Salah satu isu yang banyak dikhawatirkan organisasi ketika masa pandemi adalah bagaimana menjaga kesinambungan informasi saat karyawan tidak berada di area yang sama karena bekerja dari jarak jauh.
Beragam teknologi media komunikasi baru pun bermunculan dan diadopsi oleh organisasi yang percaya bahwa kelancaran komunikasi untuk menjaga kolaborasi sangatlah penting. Arus komunikasi memang meningkat, jauh lebih intensif dibandingkan masa ketika semua masih bekerja dalam ruang dan waktu yang sama.
Bila dulu informasi bergulir dalam rapat-rapat, saat ini, komunikasi melalui media seperti grup Whatsapp yang tidak membutuhkan alokasi tempat, membuat diskusi dapat berjalan tanpa mengenal waktu. Setelah pandemi berlalu, cara bekerja hibrida tetap dipertahankan oleh banyak organisasi mengingat beragam manfaatnya. Pekerja pun sudah terbiasa menggunakan beragam perangkat teknologi untuk berbagi informasi.
Memang tak dapat dimungkiri bahwa komunikasi adalah salah satu faktor yang penting bagi kesuksesan tim dan organisasi. Setiap anggota tim perlu tahu dan paham apa yang dikerjakan oleh rekan kerjanya. Mereka tahu apa yang diharapkan dan bagaimana dampak pekerjaan mereka terhadap kinerja tim dan organisasi secara keseluruhan.
Sebaliknya, gejala silo di organisasi akan berdampak pada kebingungan dan kinerja yang menurun. Customer service tidak dapat melayani dengan optimal, marketing kesulitan mengeluarkan kampanye bila mereka tidak memiliki informasi yang lengkap terkait produk yang ada.
Frustrasi dan kebingungan karyawan dapat berdampak negatif pada kinerja organisasi secara keseluruhan.
Dampak banjir informasi
“Information is power and power is money,” kata Kennedy Chase seorang jurnalis. Namun, yang sering tidak disadari adalah terlalu banyak informasi yang belum tentu relevan justru dapat membuat kita kehilangan fokus pada hal yang penting dan harus diperhatikan.
Banyak dari kita yang mungkin merasakan hal yang sama. Timbunan e-mail yang tidak terbaca, pesan-pesan dari berbagai grup Whatsapp yang belum sempat kita buka. Pesan masuk lebih cepat daripada kemampuan kita membacanya. Akhirnya kita pun malah sibuk menghapus kotak masuk e-mail karena terlalu penuh dengan pesan-pesan yang belum dibaca.
Kekhawatiran akan kurangnya informasi membuat segala informasi disebarkan, tetapi justru mempersulit kita mendapatkan informasi yang benar-benar kita butuhkan dari timbunan pesan.
Menurut data Microsoft Work Trend Index 2023, 68 persen peserta survei mengatakan bahwa mereka kekurangan waktu untuk dapat fokus tanpa gangguan sepanjang hari; dan 62 persen merasa pencarian informasi telah menghabiskan waktu berharga mereka setiap hari.
“We spend more and more of our days separating the signal from the noise–at the expense of creativity,” demikian laporan yang dibuat Microsoft.
Sebuah studi yang dilakukan Gallup terhadap 7.500 orang juga menemukan bahwa 44 persen karyawan merasa burnout alias lelah mental yang ekstrem akibat tumpukan informasi ini.
Banjir informasi tidak hanya masalah bagi individu, tetapi juga organisasi. Produktivitas karyawan akan menurun bila hal ini tidak ditanggulangi dan tentunya berdampak pada produktivitas organisasi secara keseluruhan. Daniel Levitin mengatakan, “Manusia bukanlah mesin. Kita perlu istirahat, waktu untuk berpikir, dan waktu untuk memproses informasi.”
Penelitian lain menunjukkan bahwa 36 persen manajer melaporkan buruknya kondisi kesehatan akibat informasi yang simpang siur di tempat kerja. Mereka merasa cemas, kesulitan tidur, dan sering menderita kelelahan.
Seperti yang dikatakan oleh Sheena Iyengar penulis buku The Art of Choosing, “Terlalu banyak pilihan dan informasi dapat membuat orang tidak fokus, membuat lebih banyak kesalahan karena multitasking, dan kurang cermat dalam memecahkan masalah.”
The power of choice
Dengan banyaknya e-mail yang harus dibalas, rapat yang harus kita hadiri, partisipasi dalam proyek dan tugas individual yang harus dirampungkan, sering kali kita sudah kebingungan untuk mengatur waktu. Kemampuan memilih dan menentukan prioritas karenanya sangatlah dibutuhkan. “Be choosy about choosing,” demikian kata para ahli.
Kekuatan memilih ini bukan seperti menentukan pilihan yang tepat dalam soal pilihan ganda, melainkan menentukan mana yang harus mendapat fokus perhatian kita. Sebelum memilih, kita bisa menanyakan, “Apakah hal ini sepadan dengan waktu yang harus saya habiskan? Adakah pekerjaan yang dapat saya delegasikan?”
Bila tidak, kita akan bersikap reaktif terhadap informasi yang masuk. Ketika kita bisa memilih mana informasi yang benar-benar berguna dan relevan, kita dapat mengembangkannya untuk berkreasi lebih lanjut.
Menurut Iyengar, dalam satu saat yang sama otak manusia hanya bisa mengingat tujuh hal maksimal. Bila memiliki “to do list” yang panjang, kita harus bolak-balik memeriksanya. Sementara bila memilih 3–5 prioritas yang akan kita lakukan, dengan mudah fokus akan tertuju pada hal tersebut.
Perdalam prioritas kita dengan bertanya, apa masalah yang ingin kita selesaikan, bagaimana kita akan mengurainya, dan informasi apa yang masih kita butuhkan untuk mendapatkan solusi. Pendekatan yang spesifik dan relevan ini menyebabkan kita terbiasa untuk tidak reaktif terhadap datangnya informasi, tetapi justru proaktif mencarinya.
Tidak semua tugas dan keputusan berbobot sama. Contohnya, menentukan makanan yang akan dikonsumsi saat makan pagi tentunya tidak sepenting dibandingkan memutuskan menerima sebuah tawaran bekerja. Kita perlu mengarahkan otak kita untuk memprioritaskan keputusan apa yang akan kita ambil. Tidak semua keputusan mendesak dan harus diselesaikan saat itu juga.
Banyaknya informasi juga bisa menjadikan kita adiktif. Kita menjadi keranjingan untuk mencari informasi yang tidak ada habisnya. Akibatnya, kita bisa menjadi bingung dan tersesat di antara informasi yang berlebih tadi.
Kita perlu membatasi waktu yang kita perlukan untuk pencarian informasi, lalu segera mengambil keputusan dan meyakini bahwa keputusan yang kita buat sudah optimal. Pada dasarnya, apa yang kita miliki sekarang adalah buah dari pilihan-pilihan masa lalu kita.
“Banyaknya informasi menciptakan kemiskinan perhatian.” - Herbert A Simon
EXPERD | HR Consultant/Konsultan SDM
Diterbitkan di Harian Kompas Karier 24 Agustus 2024
#experd #expert #experdconsultant #hr #hrconsultant #banjir #informasi