Semenjak pendidikan dasar sekolah, kita sudah diperkenalkan dengan nilai-nilai yang mendasari negara ini. Dimulai dari sekadar menghafalnya tanpa memahami maknanya. Kemudian memperdalam seiring dengan bertambahnya usia dan jenjang pendidikan dengan pemahaman butir-butir perilaku yang menunjukkan implementasi nilai itu dalam kehidupan sehari-hari.
Hingga membedah setiap nilai secara mendalam pada beragam aspek kehidupan berbangsa dan bernegara ketika kita memasuki tingkat pendidikan tinggi. Bagi para aparatur sipil negara, nilai-nilai ini juga menjadi pendidikan wajib masa orientasi kepegawaian mereka karena nilai ini dianggap sebagai “ruh” yang mengisi jiwa bangsa Indonesia.
Dalam kehidupan berorganisasi pun, hampir semua organisasi besar yang sudah mapan memiliki nilai-nilai organisasi yang disusun para founding fathers. Nilai-nilai diperkenalkan kepada setiap individu baru yang akan bergabung dengan organisasi dan ada dalam setiap halaman profil organisasi.
Namun, dengan semua usaha melakukan internalisasi nilai yang ada, apakah nilai-nilai ini menjadi sesuatu yang nice to have? Ada di dinding-dinding kelas, perkantoran, ataukah sudah benar-benar merasuk ke sanubari setiap individu yang ada? Sudahkah menjadi dasar bagi setiap pemikiran, pertimbangan, dan perilaku individu, karyawan, maupun aparatur dalam mengambil keputusan dan membuat kebijakan?
Nilai yang sederhana dengan indikator perilaku yang jelas akan membuat implementasi lebih mudah sehingga memperkecil kesenjangan antara teori dan praktik di lapangan. Penghayatan nilai oleh seluruh insan yang ada di dalamnya sangatlah penting karena ia menjadi pengikat agar setiap orang dapat bergerak ke arah yang sama. Ibarat berada dalam perahu dan harus mendayung bersama. Bila arah yang dituju tidak jelas, masing-masing bergerak dengan keinginannya sendiri, perahu pun tidak bergerak ke mana-mana.
Nilai juga bisa memagari perilaku agar tetap berada di jalur yang benar. Dalam situasi dilematis, kekuatan nilai akan menjadi pelita yang menerangi pengambilan keputusan yang dilakukan agar tetap sejalan dengan misi luhur organisasi. Tidak peduli apa yang akan dikatakan pemangku kepentingan (stakeholders), selama berkomitmen mengikuti apa yang digariskan nilai-nilai organisasi, kita pasti tetap mampu berdiri tegak mempertanggungjawabkan keputusan yang diambil.
Meski demikian, dalam dunia bisnis yang mengutamakan keuntungan, kita akan bertanya, bagaimana nilai-nilai luhur ini dapat meningkatkan laba perusahaan? Ketika kompetitor berani melakukan tindakan-tindakan licin demi meningkatkan laba perusahaan, bagaimana kita akan tetap bertahan dengan nilai yang ada?
Dapatkah nilai “memberi makan” karyawan kita? Walaupun studi mengenai hubungan antara nilai korporasi dan keuntungan perusahaan belum mendalam dilakukan, banyak ahli yang meyakini bahwa kelanggengan perusahaan yang memegang teguh nilai korporasi, akan lebih kuat bertahan daripada perusahaan yang menjalankan bisnis dengan serampangan tanpa prinsip.
Dampak kekuatan nilai pada bisnis
Sebuah perusahaan manufaktur yang sudah beroperasi selama puluhan tahun mempertegas kembali fokus nilai-nilai korporasinya dalam tiga hal. Pertama, terkait karyawannya; kedua, pelanggan; dan ketiga, kepada masyarakat. Mereka meyakini ketiga hal ini menjadi landasan kekuatan bisnis perusahaan untuk jangka panjang.
Ketika perusahaan berfokus pada kesejahteraan karyawan, baik moril maupun material, nilai-nilai seperti kerja sama, keadilan, dan keberagaman dapat tumbuh dengan subur. Situasi ini membuat motivasi karyawan tetap kuat dan menghasilkan energi lebih untuk menghasilkan inovasi yang dapat mengurangi biaya produksi, meningkatkan efisiensi dan mutu produk.
Suasana keterbukaan dalam tim juga mendorong perusahaan untuk terbuka dan cepat beradaptasi terhadap perubahan pasar dan lingkungan bisnis. Perusahaan yang mampu mengantisipasi dan merespons perubahan pasar memiliki keunggulan kompetitif yang lebih besar sehingga menghasilkan pertumbuhan pendapatan dan profitabilitas yang lebih tinggi.
Kita juga tahu bahwa kesetiaan pelanggan adalah aset yang paling berharga. Pelayanan pelanggan yang unggul dan berintegritas mendorong pelanggan untuk kembali, melakukan repeat order, bahkan merekomendasikan jasa dan produk kita kepada masyarakat luas. Hal ini sudah pasti akan meningkatkan pendapatan perusahaan.
Dengan kualitas yang baik, reputasi perusahaan terangkat di mata konsumen dan masyarakat sehingga memungkinkan perusahaan untuk menetapkan harga yang lebih tinggi dan berdampak pada margin keuntungan.
Internalisasi nilai dalam organisasi
Walaupun untuk melihat apakah nilai perusahaan sungguh diterapkan dalam kehidupan sehari-hari berorganisasi kita perlu melihat dari jajaran karyawan yang paling bawah, manajemen puncaklah yang tetap perlu bertanggung jawab menjaga nilai perusahaan.
Melalui keputusan, perilaku, dan perkataannya kepada berbagai pihaklah manajemen puncak menunjukkan bagaimana nilai itu diterapkan. Bila apa yang dilakukan manajemen puncak berlawanan dengan nilai-nilai yang dikumandangkan, kemungkinan besar perilaku seluruh insan organisasi pun jauh dari yang diharapkan.
Tidak ada perusahaan yang bertahan 100 tahun tanpa nilai-nilai yang kuat. Bahkan perusahaan seperti GE melakukan ujian kenaikan jabatan jajaran manajemennya dengan isu seputar nilai korporasi. Ujian ini menjadi nilai mutlak yang bilamana gagal maka individu tersebut harus angkat kaki meninggalkan perusahaan.
Internalisasi nilai ini memang harus dilakukan sepanjang proses kehidupan berorganisasi. Mulai dari memeriksa apakah nilai-nilai individual karyawan baru sejalan dengan nilai organisasi, melakukan pengukuran kinerja berbasis nilai organisasi, sampai menyusun strategi bisnis yang sejalan dengan nilai organisasi.
“Perusahaan yang hanya berfokus pada kompetisi pada akhirnya akan mati. Perusahaan yang fokus pada penciptaan nilai akan berkembang.”–Edward de Bono
EXPERD | HR Consultant/Konsultan SDM
Diterbitkan di Harian Kompas Karier 23 Maret 2024
#experd #expert #experdconsultant #hr #hrconsultant #kekuatan #nilai