Mengamati interaksi-interaksi dalam media sosial, kita seolah berada di sebuah laboratorium perilaku manusia. Sering kita melihat pembicaraan yang berlangsung intensif sekali antara pihak yang merasa diri mereka benar dan pandangannya mereka sendiri, sementara pihak lain dianggap tidak tahu apa-apa.
Sementara itu, biasanya justru individu-individu yang sebenarnya menguasai topik-topik yang sedang diperdebatkan bisa jadi malah memilih untuk diam ketimbang harus beradu suara dengan mereka yang merasa paling tahu ini. Pembicaraan seperti ini pun bisa semakin memanas memasuki tahun politik nanti ketika semua orang tiba-tiba menjadi ahli politik.
Fenomena ini disebut "efek Dunning-Kruger" sesuai dengan nama penemunya. Sebuah fenomena yang menggambarkan saat orang-orang yang kurang kompeten dalam suatu bidang cenderung merasa diri lebih pintar dari rata-rata orang kebanyakan. Gejala ini tergolong bias kognitif yang terjadi karena lemahnya self awareness dan rendahnya EQ dalam melihat kapasitas diri.
Banyak orang mengaitkan gejala ini dengan ungkapan ”fools are blind to their own foolishness”. Charles Darwin dalam bukunya The Descent of Man menuliskan, "ignorance more frequently begets confidence than does knowledge."
David Dunning dan Justin Kruger mengemukakan fenomena ini pada tahun 1999 melalui serangkaian eksperimen yang mereka lakukan untuk mengungkap pola perilaku manusia terkait penilaian diri dan kompetensi.
Pandangan umum mengira bahwa orang-orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang kurang akan merasa tidak percaya diri pada kemampuan mereka ketika berhadapan dengan orang lain. Namun, dari eksperimen yang dilakukan oleh Dunning dan Krugger ini, mereka menemukan bahwa yang terjadi justru sebaliknya.
Individu yang mendapatkan skor rendah dalam beberapa tes yang dilakukan oleh Dunning Krugger ini ternyata menganggap performa mereka berada di atas rata-rata populasi yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa selain memiliki performa yang rendah, ternyata individu-individu ini juga gagal mengevaluasi kualitas dari pekerjaan mereka sendiri. Kesimpulannya, menurut Dunning Krugger, pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan individu untuk sukses dalam suatu hal adalah kualitas yang sama yang dibutuhkan oleh individu untuk dapat mengenali bahwa mereka tidak cukup kompeten dalam bidang tersebut.
Dampak pada tingkah laku dan kinerja organisasi
Fenomena ini sebenarnya bisa menyentuh siapa saja. Meskipun ahli dalam suatu bidang, mustahil kita ahli dalam segala bidang. Setiap orang pasti memiliki bidang yang kurang mereka kuasai, tidak peduli seberapa banyak pendidikan yang telah kita lalui. Orang yang sangat ahli dalam suatu bidang mungkin saja malah salah kaprah, percaya bahwa pengetahuan mereka juga berlaku untuk bidang lain yang sebenarnya kurang familier bagi mereka.
Bayangkan ketika situasi ini terjadi di organisasi, apalagi dilakukan oleh mereka yang duduk dalam posisi yang cukup tinggi. Pimpinan yang merasa sudah memiliki pengalaman paling banyak, mendapatkan kesuksesan demi kesuksesan hingga posisinya sekarang, menampilkan sikap yang sangat percaya diri dalam memberikan pendapatnya. Padahal, kita tahu bahwa ilmu berkembang terus, situasi berubah terus. Apa yang mungkin berhasil pada masa lalu belum tentu berhasil diterapkan di situasi saat ini. Apa yang benar dalam konteks yang satu belum tentu benar dalam konteks yang berbeda.
Namun, dengan posisi dan sikap dominan yang ditunjukkan oleh pemimpin ini, anggota tim dan bawahan pun bisa jadi enggan untuk mengingatkan ataupun membantahnya. Padahal, dalam jangka panjang, kondisi ini tentunya merugikan bagi organisasi. Apalagi orang-orang seperti ini pun biasanya memilih dekat dengan anggota tim yang mendukung pendapatnya ketimbang mereka yang berani melawannya. Karena ia tidak dapat memahami kekurangan dari kompetensinya sendiri, argumentasi perlawanan dari anggota tim lain dapat dianggap sebagai penyerangan terhadap pribadinya. Inilah mengapa lebih banyak orang yang memilih diam dan menghindari konflik.
Dunning juga menyebutkan bahwa individu seperti ini tidak memiliki cukup metakognisi untuk mengambil jarak danmelihat diri sendiri dan hubungannya dengan orang maupun situasi lain, untuk dapat membuat penilaian yang lebih objektif. Perspektifnya yang pendek membuatnya sangat subyektif dalam menilai dirinya.
Mengatasi Efek Dunning-Kruger
Untuk menjaga agar kita bebas dari bias ini, diperlukan kombinasi kesadaran diri dan kerendahan hati bahwa apa yang kita ketahui saat ini mungkin saja salah. Langkah yang terdengar sederhana ini sesungguhnya sangat sulit untuk dilakukan. Alih-alih sibuk memberikan penjelasan dan alasan, mampukah kita mengakui bahwa gaya bekerja kitalah yang tidak terstruktur? Apakah kita mengakui bahwa kita membuat banyak pekerjaan yang seharusnya bisa diselesaikan dengan lebih cepat jadi tertunda?
Kebanyakan dari kita sulit untuk membuka kesadaran diri karena ini berarti mengakui bahwa kita salah. Kemudian, situasi ini juga menuntut kita harus berubah agar tidak terus-menerus melakukan kesalahan tersebut. Meskipun kita sering berharap ada perubahan dari rutinitas yang dapat menghasilkan kebosanan, sebenarnya manusia adalah makhluk kebiasaan yang enggan untuk berubah.
Richard P Feynman, seorang fisikawan paling berpengaruh abad ke-20 yang disebut oleh Oppenheimer sebagai the most brilliant young physicist mengatakan, “As I get older, I realize being wrong isn’t a bad thing like they teach you in school. It is an opportunity to learn something.” Sebagai individu, kita perlu sadar akan keterbatasan pengetahuan kita dan berusaha untuk mengembangkan diri terus. Bagi Feynman, lebih menarik untuk hidup dalam ketidaktahuan ketimbang berpegang pada jawaban yang mungkin saja salah. Mengakui bahwa selalu ada ruang untuk belajar akan membantu mengembangkan sikap yang lebih rendah hati.
Bagi masyarakat dan organisasi, penting untuk mempromosikan budaya yang mendorong transparansi, kritik konstruktif, dan pertukaran pengetahuan yang terbuka. Menghargai keahlian dan mengakui kekurangan adalah langkah awal menuju kekuatan berpikir bebas bias.
EXPERD | HR Consultant/Konsultan SDM
Diterbitkan di Harian Kompas Karier 5 Agustus 2023
#experd #expert #experdconsultant #hr #hrconsultant #sok #pintar