Kita segera bisa melihat bahwa kesuksesan dan kelanggengan keadaan keuangan suatu lembaga, perusahaan ataupun negara tidak bisa dihitung sekedar menggunakan rumus tambah kurang biasa lagi. Ada setumpuk faktor yang harus diperhitungkan di samping informasi yang tersedia di sana-sini. Tak jarang faktor yang dipertimbangkan sedemikian tidak jelasnya, seperti dampak emosional, sosial, hubungan baik, passion, prospek masa depan, sehingga terkadang tidak ada bedanya dengan rumor. Namun, inilah realitas yang kita hadapi. Perhitungan kita harus matang dan yang tidak selalu sebatas yang di “atas kertas” agar perusahaan atau lembaga bisa berjalan dengan nafas panjang dan berkekuatan menghadapi kompetisi, perubahan dan tuntutan pelanggan.
Di sebuah perusahaan “trading”, di mana banyak orang luar mengomentari bahwa nilai yang paling penting di perusahaan tersebut adalah “uang”, tiba tiba ditemukan bahwa ‘business acumen’ pada eksekutifnya lah justeru yang perlu ditingkatkan. Gejalanya adalah kurangnya inisitatif pada eksekutif, tidak adanya kreativitas dalam melihat peluang, tidak beraninya menyambut risiko dan solusi masalah yang itu itu lagi. Bahkan, orang keuangannya pun sudah tidak memiliki ‘business acumen’ yang kuat. Namun, kemampuan berhitung kita betul-betul diuji saat sekarang ini. Siapa sih yang 10 tahun yang lalu menyadari kekuatan media sosial dalam berjualan? Sekarang, seorang pelajar SMK saja bisa mencetak angka penjualan 5 juta sehari sekedar dengan penjualan melalui Facebook. Buku-buku dan teori mengenai “Word of Mouth Marketing” baru popular dalam dekade terakhir ini saja. Siapa yang percaya, bahwa melalui gosip sebuah usaha bisa ramai dan berkembang pesat. Disinilah kita lihat adanya kebutuhan akan kemampuan “berhitung plus” yang menjadi tuntutan jaman.
Jiwa Intrapreneur
Banyak perusahaan kini menyadari bahwa tanggung jawab untuk berhitung memikirkan pertumbuhan tidak bisa lagi diletakkan pada pimpinan perusahaan saja, tidak bisa diatur dengan strategi tahunan saja, namun betul-betul harus dimiliki oleh semua jajaran. Kalau dulu perusahaan masih merahasiakan keadaan keuangan perusahaan terhadap lapisan atau divisi tertentu, namun sekarang pemahaman bisnis perusahaan menjadi persyaratan mutlak bagi karyawan sampai level terendah. Setiap ‘frontliner’ bukan saja perlu tahu, tetapi juga perlu mempunyai ‘sense’ tentang bagaimana perusahaan bisa mencetak laba. Mereka perlu merasakan bagaimana arti pelanggan, bagaimana kepuasan pelanggan meningkatkan bisnis, dan bagaimana kita perlu memerangi persaingan. Bisnis yang tadinya kalkulatif dan bisa diramalkan dengan sempoa, sekarang menjadi upaya yang manusiawi, sangat mengandalkan “manusia”, sangat memperhatikan kepuasan pelanggan, kekuatan ‘networking’ bahkan, keyakinan dari para pengelola yang terkadang sudah tidak bisa dinilai dengan materi semata.
Seorang pebisnis, ataupun sekarang intrapreneur, yaitu karyawan yang harus berjiwa entrepreneur, diharapkan bisa memahami hubungan antara pelanggan, laba, uang yang dipinjam , atau yang dititipkan oleh para investor, dan angka penjualan. Prediksi kesuksesan perusahaan, apakah lembaga berukuran mini seperti toko atau restoran kecil ataupun perusahaan tambang raksasa, tetap harus bersikap waspada terhadap pengembangan customer base, persaingan dagang, harga, dan arus kas. Setiap orang dalam perusahaan perlu menjaga ‘sense of urgency’ nya untuk melakukan transaksi yang benar, keputusan yang tepat ‘timing’ dan kesempatan yang tersedia.
Kekuatan Manusia Penentu Kesuksesan Bisnis
Seorang teman yang memulai bisnisnya dari toko kecil, selalu mengandalkan ‘passion’-nya terhadap produk produk yang disukainya. Dalam mengembangkan bisnisnya, ia tidak pernah lepas fokus dari mengandalkan kekuatan pilihan produknya, sehingga tidak ada kekuatan mana pun yang bisa mengalahkan upayanya dalam mengambil keputusan. Ahli keuangan yang berusaha menasehatinya, tetap dikalahkannya, bila keputusan berkaitan dengan memilih dan membeli produk. Bukankah kenyataan ini membuktikan bahwa dalam mengembangkan suatu lembaga, orang sebetulnya bisa mengandalkan keyakinan daripada sekedar memelototi sempoanya untuk menghitung uang?
Keyakinan nyata-nyata bisa memberi nilai tambah pada bisnis, bisa membuat orang membeli lebih banyak, bisa membuat pelanggan lebih setia karena lebih percaya dan malah membuat karyawan juga ikut-ikut yakin. Hal ini membuktikan apa yang dikatakan seorang ahli:” if you pursue your purpose the money will pursue you…”. Ternyata, banyak hal yang tidak bisa dijawab dengan uang. Itulah sebabnya mengapa ada orang yang hanya berbakat untuk investasi, ada orang yang lebih memilih untuk mengembangkan bisnis, dan ada juga orang yang tidak habis habisnya ber-”networking” sampai menemukan jalan yang “ajaib” untuk mengembangkan bisnisnya. Saat sekarang, orang yang hanya mempunyai uang dan tidak berusaha memanfaatkan kekayaan manusiawinya, akan sulit bersaing dan bertahan. Lihat betapa perusahaan seperti Google, Kaskus dan Facebook yang semula begitu tak jelas bagiamana mencetak penjualan , seketika menjadi perusahaan milyarder dolar. Betapa sering juga kita dengar usaha yang mencetak laba hanya karena menjadi pionir. Ini bukti bahwa pemahaman finansial dan kemampuan pemasaran sekarang perlu dilengkapi dengan kekuatan kreativitas, hubungan antar manusia dan “passion”.
(Dimuat di Kompas, 31 Maret 2012)