Di berbagai media, sejak mulai dari angin krisis mendekat sampai saat ini, kita bisa mengamati berbagai upaya pemerintah untuk menalangi dana jaminan perusahaan-perusahaan ‘finance’ terbesar Amerika. Para pebisnis pun meletakkan harapan tinggi pada pemerinta Indonesia untuk melancarkan proyek-proyek stimulus.
Tentunya kita jadi bertanya tanya, sebatas mana pemerintah beserta seluruh uang rakyatnya kuat dan perlu mempertanggungjawabkan, serta menutupi utang yang dihasilkan oleh permainan keserakahan sebagian orang? Mengapa solusi selalu diharapkan dari pemerintah? Bagaimana dengan tanggung jawab para pelaku bisnis? Bila pelanggan dan daya beli turun, apakah tidak ada upaya yang bisa dilakukan pelaku bisnis dan para profesional kecuali menunggu ‘keadaan berubah’ atau ‘uluran tangan’? Sudahkah kita menajamkan pensil, lebih fokus dan berkonsentrasi untuk menjadi pemenang justru pada saat-saat keterpurukan ini?
Sisihkan sebagian pemikiran ke jangka panjang
Kita tentu sadar betapa pasar dan customer selalu memilih produk dan jasa terbaik. Bila kita sibuk mempertahankan diri, dalam jangka waktu 3-5 tahun ke depan kita tidak akan mempunyai daya kompetisi lagi, sementara bila keadaan berubah, pasar mulai memilih produk yang baik lagi.Haruskah kelak kita masih diributkan dengan makanan berformalin, bahan pemutih, atau campuran warna yang mematikan? Haruskah kita tetap menelan asap polusi bahan bakar karena kita belum menemukan pemakaian bahan bakar yang lebih efisien? Bisakah swasembada beras, diikuti dengan cara cara kreatif menghentikan perikanan ilegal sehingga negara bisa menikmati haknya, dan rakyat menikmati kehidupan lebih baik dari hasil lautnya? Benarkah kita tidak bisa membuat barang murah tapi bermutu? Bila tidak menyadari kenyataan ini, pada saat saat keadaan membaik, secara pribadi kita bisa sudah tidak ‘update’lagi dengan kebutuhan saat itu, sehingga yang tadinya kita termasuk ke dalam golongan ‘top talent’ , tiba tiba kita menghadapi kenyataan bahwa kita sudah ‘turun peringkat’ bahkan sudah tidak terbiasa berfikir kreatif lagi. Secara perusahaan maka tidak ada produk baru ataupun jasa dan servis gaya baru yang sudah siap dipasarkan. Oleh beberapa ahli, kenyataan ini disebut sebagai ‘macromyopia’ dimana kita benar benar dalam keadaaan panik dan tidak mempunyai kapasitas untuk melihat perkembangan lebih jauh. Di sebuah perusahaan, gejala ‘macromyopia’ ini terbaca pada tidak sabarnya para manajer penjualan untuk berstrategi, bahkan tidak enggan untuk bercakar cakaran dengan rekan se perusahaan , sekedar untuk mencapai target.” Don't Jump on the Down Economy Bandwagon”, seorang ahli berkomentar. Keadaan ‘sepi order’ ini memang menakutkan, tetapi sisihkan waktu juga untuk berfikir dan berfikir mengenai organisasi, produk, jasa dan persiapkan diri untuk ‘rebound’, memantul kembali.
Berinovasi tanpa modal
Sadarkah kita bahwa dalam situasi ekonomi yang normal, banyaknya kesempatan seringkali malahan menjadikan kita tidak punya waktu untuk berpikir lebih jauh? Karenanya, krisis yang kita hadapi sekarang perlu kita tangkap sebagai momentum, untuk mengembangkan inovasi jangka panjang. Biarkan kompetitor terjebak pada tindakan survival jangka pendek saja, sementara kita perlu perlu berusaha keras membagi 2 konsentrasi, antara survival jangka pendek dan inovasi jangka panjang secara serius.
(Ditayangkan di KOMPAS, 28 Februari 2009)