Setiap kita yang ingin mencapai tujuan, baik karir, memenangkan tender, berjaya di percaturan politik, bahkan pengembangan pribadi, tentunya sangat sadar akan kebutuhan untuk menggenjot ‘power’. Di jaman dulu, jaman para amtenar, jabatan atau kewenangan yang kita miliki sering kita gunakan sebagai kekuatan yang paling utama. Namun, kini semakin kita sadari bahwa pengaruh pribadi, kemampuan persuasi dan ‘lobby’, memberikan power yang juga luar biasa besar. Saya teringat satu kejadian, di mana saya melihat seorang anggota wakil rakyat berusaha untuk mengubah jadual penerbangannya di salah sebuah konter maskapai penerbangan lokal. Dengan suara keras, beliau berusaha meyakinkan petugas:“Anda lihat sendiri ‘kan, siapa saya?”. Petugas yang senyum-senyum tidak berdaya dan menampilkan muka bertanya-tanya itu, mungkin benar-benar tidak mengenal bapak pejabat tersebut. Dalam hati, saya berpikir, ”Ini baru memperjuangkan satu tempat di pesawat, bagaimana kalau beliau meyakinkan orang lain untuk keputusan penting demi Negara?”
Kekuatan pengaruh pribadi, bahkan kekuasaan yang sering menyertai jabatan atau pangkat sebetulnya tidak perlu ‘dipaksakan’ ke orang lain ataupun publik, tetapi juga, tidak bisa datang begitu saja. Setiap individu yang perlu meyakinkan orang lain, terutama bukan sekedar untuk membeli produk atau jasa, tetapi mendukung filosofi, visi dan misi, misalnya saja milik partai, sebenarnya bisa mencari taktik dan strategi yang lebih ampuh lagi. Di saat Indonesia sedang menghadapi pemilu dan percaturan politik, kita sama-sama perlu memandang pentingnya kegiatan ‘lobby’ yang benar.
Menjual Diri Tidak Bisa Instan
Saat menjelang pemilihan umum seperti sekarang, kita menyaksikan foto-foto calon politisi bisa ditebar hampir di semua ruang publik, baik dalam ukuran mini sampai raksasa. Hampir semua mencantumkan, ‘infomercial’ khusus, seperti gelar akademis lengkap atau bahkan keterangan seperti kerabat dari selebriti, pejabat atau bahkan pahlawan revolusi, dengan keyakinan bahwa ‘credential-credential’ ini bisa mempengaruhi publik.
Dalam bukunya, Dig Your Well Before You’re Thirsty, Harvey MacKay mengatakan bahwa sebenarnya, setiap orang mempunyai aspek daya jual, baik itu seputar pengalaman, pengetahuan, ketrampilan, kompetensi, minat, sasaran, maupun visi. Tentunya aspek ini makin besar kekuatan ‘jual’-nya bila telah diimplementasikan dan dipraktekkan secara intensif dalam kehidupan sehari-hari. Pertanyaannya, sudahkan ‘modal’ kita ini dijajakan keliling, justru jauh-jauh hari, sebelum diperlukan?
Kegiatan-kegiatan ‘lobby’, mulai dari kunjungan ke kantor dan lembaga penting, bertukar pendapat, menulis di media, menulis surat dan menelpon orang-orang penting, menghadiri pertemuan,menginisiasi kegiatan kegiatan publik, memang pada akhirnya bersasaran agar kita bukan saja ‘mengenal’, tetapi juga ‘dikenal’ orang lain. Semua upaya ini tentunya perlu dilakukan jauh-jauh hari, sehingga kita tidak terkesan sebagai orang yang hanya mau mendekati orang lain, bila ada maunya. Bila ingin populer, mempunyai ‘fans’ alias dipilih, kegiatan‘networking’ perlu dijadikan kegiatan rutin dan bahkan gaya hidup.
Terkadang orang menyamakan ‘networking’ dengan sekedar kumpul – kumpul, main golf atau bahkan ‘dugem’ bersama saja. Padahal, banyak hal yang bisa kita lakukan demi ‘networking’ dan kita benar-benar bisa terjun dalam kancah pergaulan yang cerdas. Jangan lupa bahwa target networking adalah dimilikinya sebuah jejaring pertemanan yang kuat. Di lingkungan inilah kita perlu secara aktif memberi kontribusi, menolong, menyumbangkan keahlian, memberi saran, pendapat dan dukungan bagi orang – orang dalam lingkungan ‘network’ kita. Sehingga, bila suatu saat kita membutuhkan, dengan sendirinya orang lain, yang sudah berada dalan ‘network’ kita, otomatis memberi dukungan. Hanya bila networking kita kuat, maka kita bisa menyebarkan pengaruh dengan lebih efektif, sekaligus melakukan ‘lobby’ untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Lebih ‘advance’ lagi, di dalam kancah politik targetnya bukan saja dekat dengan teman dan pendukung yang dibutuhkan, tetapi juga dengan musuh-musuh politik kita. Ingat kalimat bijak:“Keep your friends close and your enemies closer.”
Fleksibel namun Punya Visi Super Jelas.
Sejak jaman reformasi, kita semakin menyadari adanya kekuatan dari kegiatan ’’lobby’’ yang benar. Bahkan di gedung MPR-DPR, kegiatan ‘lobby’ bisa disaksikan oleh rakyat melalui media. Hal yang bisa kita saksikan juga bahwa kegiatan ‘lobby’ bisa sangat efektif bila individu tahu menggunakan pesona dan kualitas pribadinya untuk menyampaikan pendapat dan mempengaruhi orang lain. Kegiatan ‘lobby’ akan makin mantap bila individu mampu menggambarkan isu, gerakan, prinsip beserta solusi dan alasannya dengan tepat dan persuasif. Sulit untuk bisa memukau orang untuk merubah keputusan atau mendukung sebuah tujuan, bila individu yang mempengaruhi tidak kuat bahkan tidak menguasai substansi persoalan, dalam bicaranya. Menyadari bahwa dalam kegiatan ‘lobby’ terjadi pertukaran informasi, pendapat, pengalaman, bahkan kenalan, seorang pelobi, walaupun tampil fleksibel dan berperan sebagai pendengar yang baik, perlu obsesif terhadap prinsip, ideologi serta visi yang disasarnya.
‘Lobby’ing: Butuh Kreativitas
Di dunia maya terpopuler jaman sekarang, Facebook, kita bisa menyaksikan ribuan gerakan kreatif yang dimulai oleh satu orang individu . Asosiasi anti berkendara pada saat mabuk, juga dulu dimulai oleh hanya satu orang, dan akhirnya bisa mempengaruhi pemerintah untuk membuat peraturan ketat bahkan hukuman terhadap orang yang masih melanggarnya. Sebut saja perjuangan perjuangan lain yang bisa mengubah keputusan pemerintah, seperti gerakan anti pekerja anak, penyadaran lingkungan, anti poligami, pengamanan sosial yang berhasil menggerakkan masyarakat dan pemerintah melalui ‘lobby’-’lobby’ yang tidak kenal lelah. Partai politikpun perlu kreatif mencari cara yang ampuh untuk meyakinkan masyarakat dan pemerintah bahwa wakil-wakilnya akan memajukan Negara melalui prinsip yang diembannya.
Kita sering lupa bahwa ‘lobby’ sangat dibutuhkan, sangat demokratis dan juga butuh kreativitas. Justeru dari kegiatan ‘lobby’ yang digerakkan individu pula kita tak jarang bisa menemukan solusi-solusi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
(Ditayangkan di KOMPAS, 7 Februari 2009)