Ketika mengantri panjang di sebuah bank, sekedar untuk mendapatkan “print out” rekening, saya melihat salah seorang customer service officer menghampiri seorang ibu secara “super-hormat”, mengajak ibu tersebut keluar antrian dan melayaninya secara khusus. Belum sempat terpikirkan oleh saya untuk memprotes atau bertanya-tanya, saya mendengar celetukan orang di depan saya, “Yah, itu pasti pelanggan “prima” yang tabungannya milyaran. Kalau kita-kita ini ya, sabar saja menunggu”. Saya jadi bertanya-tanya, apakah seorang pelanggan “biasa” tidak berhak mendapatkan pelayanan yang cepat, mudah dan tepat?
Karena saya tidak mendapatkan akses ke konter “customer service”, saking panjangnya antrian, maka saya mencoba menggunakan ponsel untuk menelpon bank tempat saya mengantri itu. Saya kemudian disambungkan oleh operator ke meja “customer service”, untuk menanyakan kemungkinan tidak perlunya saya mengantri karena sekedar ingin mengambil “print out” yang sudah disediakan. Ketika petugas CS menyetujui untuk langsung mengambil, saya bergegas keluar antrian dan mengikuti isyarat CS untuk mengambil print out yang saya perlukan.
Para ahli kegiatan servis hampir selalu, mungkin sampai 99%, berfokus pada kegiatan pemberi servis. Padahal, servis adalah kegiatan 2 pihak: pelanggan dan pemberi servis. Situasi servis akan menyenangkan dan terasa nikmat, tentunya, bila pemberi servis tidak bertepuk sebelah tangan.
Sudah “Aktifkah” Kita sebagai Pelanggan?
Pengalaman di atas benar-benar jadi pelajaran bagi saya, untuk sekali-sekali memperhatikan diri kita sebagai pelanggan. Saya lihat, banyak kesulitan yang dialami petugas “CS”, seperti terhambatnya antrian, yang dipandang oleh pelanggan sebagai kesalahan atau “keleletan” petugas. Padahal, kelambatan servis juga terjadi karena para pelanggan tidak mau sedikit berpartisipasi “playing the game”. Kita pasti sadar bahwa sering kita tidak membaca menu “fastfood” yang sudah terpampang, sehingga ketika berhadapan dengan petugas “frontline” kita masih perlu bertanya, berhitung bahkan berpikir untuk mengambil keputusan. Tetap saja, dalam kondisi demikian petugas “frontline” yang dipersalahkan karena tidak melakukan servis dengan sigap. Padahal tidak jarang kita bisa membuktikan bahwa kita bisa mendapatkan perhatian ekstra, hadiah tambahan dari pemberi servis kalau saja kita bersikap sama-sama “nice”, tanpa harus menjadi “frequent traveler” atau pelanggan “prioritas”.
Pelanggan juga Perlu Punya Idealisme
Teman saya yang lain, bersikap berbeda. Ia sering memberi masukan kepada petugas “frontline” atau menunjukkan rasa tidak senang bila petugas frontline melakukan tindakan yang tidak layak , seperti berkomunikasi dengan ponselnya dihadapan pelanggan. Ketika saya bertanya mengapa ia sekritis itu ia mengungkapkan :”kontrol servis yang paling baik adalah dari pelanggan. Kalau bukan kita siapa lagi yang menegur mereka. Atasannya kan tidak ada di lapangan….” Bila semua pelanggan mempunyai sikap korektif seperti teman saya ini, pastilah dunia bisnis servis bisa lebih maju , dan tidak repot-repot melakukan kontrol ketat terhadap servis. Sebagai pelanggan, kita sebenarnya mempunyai banyak informasi lapangan. Dengan mengikuti program masukan pelanggan, mengisi kuesioner dan program survey sambil meningkatkan kesadaran terhadap servis dan mengungkapkan komplen, kita sebenarnya sudah melakukan sumbangsih besar terhadap dunia servis yang kita ketahui bisa mendatangkan devisa negara secara tidak terbatas.
Kiat Menjadi Pelanggan Aktif
R Senyum!
Bagi saya, senyum adalah mistik kehidupan. Kebiasaan gratis ini dapat membawa dampak besar dalam hidup kita, karena bisa membahagiakan kita. Setiap kali kita menebar senyum, baik pada pelanggan maupun pada pemberi servis, bahkan pada orang yang sama sekali tidak kita butuhkan, maka kita mendapatkan kegembiraan tersebut kembali secara kontan. Jadi, senyumlah pada pemberi servis, bila Anda puas dengan layanan yang ia berikan.
R Sampaikan Kebutuhan & Tuntutan secara Spesifik
Tunjukkan bahwa kita adalah pelanggan yang ”smart”, punya alternatif pemberi jasa lain, pasti membandingkan dan menuntut harga yang paling ekonomis, meskipun kita juga sangat mengerti bahwa pemberi jasa juga mempunyai kebutuhan untuk melangsungkan bisnis.
R Bersikap penuh respek dan bisa dipercaya
Respek terhadap kita, justru datang dari respek yang kita lontarkan. Kita bisa memperlakukan para pemberi servis sebagai profesional. Kita bisa menanyakan pendapat mereka, kita juga tidak perlu membiarkan mereka menunggu. Dengan menunjukkan respek, pemberi servis pun akan seketika menaruh kepercayaan pada kita.
R Ber-empati-lah
Pada saat kita mengalami perlakuan yang lesu dari seorang frontliner, ada baiknya kita sedikit berpikir, sudah berapa lama dia berdiri di situ . Kadangkala imajinasi mengenai kelelahannya bisa membuat hubungan kita dengan petugas lebih tulus dan baik. Siapa tahu petugas ini malahan akan menambah ”cream” lebih banyak di atas kopi anda?
R Berikan Surprise!
Dengan Anda memuji suatu tindakan yang Anda sukai, petugas frontline akan meningkatkan servisnya. Sesekali memberi tip atas perlakuan yang istimewa, pastinya akan ”make your day” .
(Ditayangkan di KOMPAS, 17 November 2007