was successfully added to your cart.

TREND TERBARU DALAM CUSTOMER MANAGEMENT ATAU PEOPLE MANAGEMENT


Seorang manager di sebuah perusahaan minyak multinasional, Hendro Sutopo, mengeluh, “Saya pernah diwawancara oleh sebuah perusahaan yang cukup besar. Waktu negosiasi gaji, calon atasan saya menyebutkan sebuah angka yang lumayan bagus. Dia juga langsung menyebutkan fasilitas-fasilitas lain yang diberikan untuk posisi yang ditawarkan ke saya, selain dari gaji yang saya terima. Mungkin bagi sebagian besar perusahaan, cara seperti ini sudah lumrah. Tapi bagi saya, akan lebih menyenangkan jika ia menanyakan bentuk penggajian yang saya inginkan. Saya termasuk orang yang lebih memilih pola “single-wage” sebagai kompensasi kerja. Jadi, saya dapat satu angka saja…dan itu sudah termasuk semuanya. Nyatanya, calon bos saya sama sekali tidak menanyakan sudut pandang saya. Bahkan ketika saya menyatakan keinginan saya, dia pun terkesan bersikap, “take or leave it”. Saya jadi berpikir-pikir untuk menerima tawaran kerja ini…karena saya takut ini merupakan cerminan budaya kerja mereka. Semuanya sudah dirancang sedemikian rupa, karyawan tinggal mengikuti saja. Kalau tidak suka, ya…silahkan keluar.”


Fenomena di perusahaan yang dilamar Hendro, sebenarnya hampir mirip dengan fenomena yang dialami oleh perusahaan pencipta mobil berkualitas asal Jepang, yaitu Honda. Bedanya, Honda sudah memiliki formulasi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut, walaupun dalam konteks yang sedikit berbeda.


Mari kita simak bersama bagaimana Honda City Type Z berhasil menembus pasar asia, bahkan tidak kalah dengan keberhasilan kakek buyutnya yang sudah sejak bertahun-tahun yang lalu go international, Honda Accord. Hal ini tentunya tidak lepas dari upaya Honda untuk terus mencari tahu apa yang diinginkan dan dibutuhkan pelanggan.


Berbeda dengan jenis pertanyaan survey yang cenderung berfokus pada upaya mendapatkan feedback pelanggan akan produk yang sudah ada, sebelum meluncurkan Honda City Type Z, Honda mengeluarkan kuesioner berwarna baru bagi para pemakai produknya. Bukannya diajak menilai, melainkan pelanggan diajak untuk berkhayal tentang mobil impian yang didambakannya. Dari hasil kuesioner, lahirlah inovasi-inovasi seperti dari lampu yang sebening kristal, yang tidak kalah dengan Honda Civic, sampai dengan interior berkelas semewah Honda Accord. Bahkan untuk term of payment tertentu disediakan fasilitas tambahan berupa CD Player dan alarm yang selama ini diberikan untuk type sekelas Accord.




DESIGN BY THE USERS


Era “design for the users” maupun “design with the users tampaknya sulit untuk dipertahankan di tengah-tengah persaingan bisnis produk yang semakin beragam. Tim Pengembangan Produk perlu bekerja ekstra keras untuk terus merancang dan memproduksi pelbagai jenis produk baru yang sekiranya sesuai dengan kebutuhan pasar pada era “design for the users”; sedangkan untuk era “design with the users” dimana Tim Kreatif berusaha menyempurnakan produk berdasarkan input feedback pelanggan, usaha ekstra keras perlu lebih diupayakan lagi karena keinginan pelanggan bisa jadi sudah berubah 180 derajat pada saat perbaikan sudah dilakukan.


Era “design by the users” lahir seiring dengan makin pandainya pelanggan dalam menilai kebutuhan mereka maupun dalam membandingkan produk-produk yang tersedia di pasar. End-users tidak saja diajak memberikan masukan tentang produk seperti apa yang diinginkan, melainkan tentang produk seperti apa yang diimpikan dan didambakan untuk dimiliki. Perusahaan lalu merancang suatu prototipe produk baru yang sekiranya dapat menjawab impian para pelanggan, yang juga terus disempurnakan kembali melalui feedback-feedback selanjutnya. Di sini ide-ide kreatif tidak hanya lahir dari Tim Kreatif perusahaan, melainkan juga dari para pelanggan, sehingga kekayaan ide yang dihasilkan sudah tidak ternilai lagi. Dan karena ide ini lahir dari impian tentang masa depan, keinginan dan kebutuhan pelanggan pun masih berjalan seiring pada saat launching produk dilakukan.



People Management


Berkaitan dengan sistem HRM (Human Resources Management), pendekatan “design by the users” akan sangat membantu para HR specialist maupun mereka yang bertanggung jawab terhadap urusan pengembangan sumberdaya manusia. Selama ini, hampir kebanyakan perusahaan masih mengandalkan pendekatan “design for the users”, khususnya untuk segala hal yang berkaitan dengan performance management maupun compensation & benefit system.


Harus diakui, kebijakan-kebijakan HR seharusnya memang dirancang oleh perusahaan. Namun demikian, dalam proses perancangan atau pengembangan sistem, akan lebih baik jika perusahaan melakukan survei mengenai impian-impian karyawan yang berkaitan dengan sistem tersebut, seperti halnya yang diinginkan oleh Hendro dalam kasus di atas. Bahkan di salah satu negara, sistem HR sudah dibuat sedemikian rupa sehingga karyawan dapat merancang metode evaluasi kinerja dan sistem penggajian dengan cara self-service, tentunya dengan batasan yang sudah ditentukan secara otomatis oleh komputer tersebut berdasarkan jenjang posisi. Sungguh merupakan pengalaman yang sangat menarik jika setiap karyawan dimungkinkan untuk menjadi arsitek bagi pengembangan karir pribadinya.



LEBIH EFEKTIF DARIPADA FEEDBACK?


Dengan mengajak pelanggan atau karyawan bermimpi bersama tentang produk idealnya, karyawan juga diajak untuk menghasilkan masukan-masukan positif yang tidak akan mematahkan jalannya diskusi pengembangan sistem, dibandingkan bila karyawan diminta untuk memberikan penilaian melalui feedback terhadap sistem yang ada. Kritik dan komentar negatif yang mungkin muncul lewat lembar feedback cenderung rentan menimbulkan konflik antar penggagas ide, yang pada akhirnya sulit menghasilkan suatu ide kreatif.


Contohnya, ketimbang menanyakan apa yang tidak diinginkan oleh pelanggan, IKEA justru menanyakan apa yang justru diinginkan pelanggan saat berencana membuat outlet IKEA di Chicago. Pernyataan bahwa “Jika saya akan membeli sesuatu, saya ingin letaknya berdekatan dengan beberapa produk terkait” membuat lay-out yang meletakkan beberapa produk terkait agar saling berdekatan, seperti di dekat sofa terdapat lampu, bantal, gordyn, bingkai foto maupun tempat CD; yang lalu membuat hasil rating mencapai 85% untuk kategori “pengalaman berbelanja yang sangat baik”.


Era “designs by the users” tidak hanya berhak dinikmati oleh para end-users saja, melainkan juga berhasil diterapkan untuk kepentingan pelanggan internal perusahaan. Misalnya, sistem teknologi informasi yang berhasil meningkatkan efisiensi di bagian pelaporan Keuangan, Akunting dan Audit ternyata juga boleh diimpikan oleh bagian Logistik di suatu perusahaan distribusi. Sebagai akibat, kesediaan pihak manajemen puncak perusahan untuk mengabulkan permohonan budget yang besar untuk penerapan sistem teknologi informasi di bagian logistik berhasil memperoleh profit yang jauh melebihi cost yang dikeluarkan.



MIMPI YANG BERLEBIHAN


Mengajak pelanggan atau karyawan bermimpi bukan tidak mungkin membuat pelanggan menghasilkan berbagai ide dan permintaan yang terlalu berlebihan dan membutuhkan cost besar untuk mewujudkannya. Misalnya mimpi yang dilontarkan oleh seorang pelanggan sebuah hotel yang berlokasi di tepi pantai. Dalam mimpinya, ia berangan-angan, “Seandainya semua kamar hotel ini menghadap ke pantai”. Mimpi seperti ini tentunya sangat berlebihan dan sulit diwujudkan, paling tidak untuk waktu dekat. Atau misalnya seorang calon manager yang bermimpi untuk “mendapatkan fasilitas layaknya seorang direktur”, tentunya bagaikana mimpi di siang bolong. Namun demikian, bagaikan mimpi semalam, tidak ada salahnya membiarkan pelanggan bermimpi setinggi-tingginya dengan tetap membiarkan perusahaan anda yang memutuskan aspek kreatif mana yang cukup realistis untuk direalisasikan bukan?

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com