Memasuki masa kampanye, kita sering melihat banyak sekali politisi yang menggalang masa dengan membawa penyanyi-penyanyi yang sedang naik daun saat itu. Mereka berupaya keras untuk membuat namanya dikenal meskipun harus merogoh kantong dan mendompleng ketenaran para penyanyi pujaan masa. Dari situ, kita melihat pentingnya dikenal bagi mereka yang ingin mempengaruhi orang lain. Untuk bisa memasukkan paham, atau keyakinan, si tokoh ini belum mampu melakukannya sendiri, hingga harus menggunakan tangan orang lain.
Pernahkah kita bertanya tentang hal ini kepada diri kita sendiri? Sejauh apa kita dapat menebarkan pengaruh kepada stakeholder kita, baik itu bawahan, atasan, teman, maupun pelanggan? Kita tahu dalam organisasi ada wewenang, ada pula penunjukan jabatan, tetapi seringkali kita tetap tidak bisa menyosialisasikan yang ingin kita komunikasikan.
Ada orang yang sepertinya terlahir sebagai pemimpin. Semenjak kecil, ia sudah memiliki posisi, entah sebagai anak tertua ataupun karena status keluarganya yang membuatnya mudah mendapatkan posisi sebagai pemimpin. Namun, banyak juga yang berusaha keras mendaki tangga kariernya untuk mencapai posisi pemimpin.
Namun, apakah status sebagai pemimpin otomatis dapat langsung membuatnya mudah mempengaruhi bawahannya? walaupun bawahannya menurut, apakah mereka akan melakukannya dengan sukarela?
Banyak pemimpin yang sekedar menggunakan “power” untuk menggerakkan timnya. Melempar perintah tanpa bimbingan yang jelas. Sementara kita, juga mengenal istilah “informal leader” yang tidak memiliki jabatan atau wewenang tertentu, tetapi memiliki pengaruh kuat terhadap orang lain. Bagaimana ini bisa terjadi?
Hal utama untuk mengukur kekuatan pengaruh pimpinan adalah melihat bagaimana bawahan berespons terhadap permintaannya. Apakah bawahan melakukannya dengan rela, antusias, dan bersemangat atau harus ada dorongan berupa pemaksaan atau iming-iming hadiah?
Kredibilitas seorang pemimpin datang dari kekuatan pribadinya yang dapat mendorong tumbuhnya rasa percaya bawahan terhadap dirinya, sampai kepada keterampilan interpersonal yang sebenarnya sangat bisa dipelajari dan dikembangkan oleh seorang pemimpin.
Kekuatan Pribadi
Banyak orang berpikir bahwa kekuatan pengaruh bersumber dari kharisma seseorang. Padahal, kita banyak menyaksikan individu yang tadinya bukan siapa-siapa ternyata bisa menjadi pemimpin yang berpengaruh.
Pertama, kita harus sadar bahwa rasa percaya diri itu juga bisa menular. Bila pemimpin tidak memiliki rasa percaya pada dirinya sendiri, bagaimana ia dapat meyakinkan orang lain untuk percaya padanya dan mengikuti instruksinya?
Banyak orang merasa bisa menjadi percaya diri bila ia mendapat wewenang dan jabatan yang memadai. Nyatanya, kepercayaan diri tidak berhubungan dengan kepemilikan harta, status social, atau apa pun juga di luar dirinya. Ia justru harus bisa melihat dirinya apa adanya, baik kekuatan maupun kelemahannya.
Kelemahan bukan sesuatu yang harus ditutup-tutupi, kekuatan pun bukan sesuatu yang harus digembargemborkan, apalagi menutupi kelemahan dengan menonjolkan kekuatan. Dia yang terbuka dengan masukan akan bersemangat untuk mengubah diri menjadi lebih baik.
Dengan kesadaran penuh melihat diri sendiri apa adanya, ia pun dapat melihat kekuatan dan kelemahan anggota tim nya apa adanya, menerima, dan mendorong mereka untuk bertumbuh lebih baik. Penerimaan diri inilah yang membuatnya tampil percaya diri tanpa kesombongan, serta juga membuat ia mampu mendorong timbul rasa percaya diri bawahannya.
Orang dengan awareness yang kuat dapat melihat dari berbagai sudut pandang, bukan dari kacamata dirinya saja.
Kekuatan hubungan interpersonal
Keterampilan utama yang harus dimiliki pemimpin adalah membangun hubungan interpersonal, terutama dengan bawahannya. Dalam mempengaruhi orang lain, kita harus peka terhadap mood, sikap, dan pemikiran mereka.
Apa yang memotivasi mereka, apa yang membuat mereka khawatir, dan apa aspirasi mereka. Kita memang perlu kritis terhadap kualitas pekerjaan yang menurun, kecepatan yang melambat. Namun, sekedar mengkritisi tanpa memahami apa yang terjadi di lapangan justru akan membangun jarak antara kita dengan tim.
Pemimpin juga perlu meyakinkan bawahan bahwa ia akan melindungi mereka dari kesalahan yang mungkin terjadi di lapangan, membangun rasa aman mereka untuk berani berinovasi, dan menembus batas. Untuk itu, pemimpin juga perlu peka terhadap caranya berkomunikasi dengan anak buahnya.
Banyak orang kurang menyadari bahwa nada dan kata-kata yang digunakan dalam berkomunikasi sering memberikan dampak yang berbeda. Ada pertanyaan yang merangsang rasa ingin tahu, namun ada juga pertanyaan yang dapat membuat orang terpojok dan merasa dihakimi. Kita perlu belajar untuk mengajukan pertanyaan yang tidak membuat anggota tim menjadi defensive sehingga tidak memberikan seluruh hatinya di tempat kerja.
Kekuatan mendengar
Seseorang diangkat menjadi pemimpin karena dinilai memiliki kemampuan yang lebih daripada anggota timnya. Bisa karena pengalaman yang lebih lama, wawasan yang lebih luas, maupun kompetensi yang dianggap lebih mumpuni.
Besar kemungkinan ia sudah memahami hal-hal yang hendak diungkapkan oleh anak buahnya dengan lebih baik. Namun, ia tetap perlu memiliki kerendahan hati untuk meluangkan waktu mendengarkan pendapat atau ungkapan anak buah hingga tuntas. Bila pemimpin ingin didengarkan oleh anak buah, ia pun perlu mendengarkan anak buahnya.
Pemimpin yang ingin menebar pengaruh juga perlu cermat menggunakan kata-kata yang biasa digunakan tim, serta memasukkan keinginan dan aspirasi anggota tim pada pertimbangannya ketika mengarahkan mereka.
Actions speaks louder than words
Dari dulu, ilmunya tidak berubah. Memengaruhi orang melalui contoh dan perbuatan pasti lebih sakti daripada sekedar berkata-kata ataupun menyuruh tanpa turun ke lapangan.
EXPERD | HR Consultant/Konsultan SDM
Diterbitkan di Harian Kompas Karier 4 Juni 2022
#experd #expert #experdconsultant #hr #hrconsultant #tebar #pengaruh