DALAM gelombang perubahan yang terus bergulung, baik start up maupun bukan, yang disruptif maupun yang bersahabat, kita melihat bahwa perusahaan-perusahaan yang sudah lama berdiri pun terpaksa memasang kuda-kuda. Banyak yang kemudian mengumandangkan semangat untuk berubah. Berubah bisa dalam bermacam-macam bentuk. Bisa berbelok arah, bisa juga putar balik, mengurangi ataupun menambah, tetapi yang jelas tidak diam atau bergerak santai dalam comfort zonenya masing-masing.
Namun, kita juga bisa melihat banyaknya karyawan terutama pada perusahaan-perusahaan yang besar dan mapan, karyawan yang masih tenang-tenang saja menikmati hasil penjualan yang stabil, tanpa merasakan adanya ancaman persaingan, otomasi dan perubahan dalam bisnis. Sementara di perusahaan lain kita bisa menemui suasana yang menimbulkan kesan bahwa perusahaan ini tetap segar padahal sudah berumur puluhan tahun. Bukan karena mereka sudah berganti pemimpin, karena ternyata pemimpinnya masih yang lama juga. Bukan pula karena banyaknya karyawan millennials baru, karena ternyata persentase golongan baby boomers masih lebih dominan. Nafas “muda” itu terasa di mana-mana, bukan di satu titik atau seorang individunya saja, tetapi pada setiap titik kontak di mana kita bersentuhan dengan perusahaan itu. Melalui interaksi dengan para karyawannya, kita bisa merasakan nafas segar perusahaan ini dengan peremajaan diri yang dilakukan terus menerus.
Toyota bisa menjadi satu contoh perusahaan yang terus berusaha meremajakan dirinya menjadi awet muda. Ketika Elon Musk menemukan mobil tanpa pengendara, industri mobil, termasuk Toyota pasti terguncang. Tetapi tidak lama kemudian, Toyota sudah memberikan pengumuman bahwa di Olimpiade Tokyo tahun 2020, mobil tanpa pengendara sudah bisa dinikmati di kota tersebut. Komitmen perusahaan untuk mengikuti jaman, mereka barengi dengan kemampuan riset dan membangun kembali operasi lama dengan kapasitas baru secara terus menerus.
Peremajaan yang dilakukan betul-betul menjadi isu utama, meskipun dengan sasaran yang terkadang sulit masuk akal. Hal ini membuat seluruh tim, mau tidak mau harus memandang ke depan, berfikir lebih jauh dan lebih luas. Individu dalam organisasipun terbiasa melihat tantangan yang lebih sulit dan lebih kompleks. Perusahaan yang awet muda ini juga tidak takut menghadapi audit, sehingga dengan cepat mengidentifikasi kemacetan, bottlenecks, dan prosedur yang sudah usang dan terlalu bertele-tele. Prinsip inovasi yang selalu percaya bahwa meminjam ide dari disiplin ilmu lain itu akan memperkaya ide kita sendiripun diterapkan secara konsisten. Selain itu, riset terhadap perubahan keinginan dan kemauan pelanggan juga dijadikan fokus penting dalam mengolah organisasi.
Apakah kita sendiri berfikiran muda?
Kita sering menemui orang yang sudah jelas-jelas bertambah usia, tetapi setelah berpuluh tahun berlalu penampilannya tetap tidak berubah, bahkan justru terlihat lebih muda. Tentunya ada mindset, kebiasaan, atau sikap yang berbeda dari mereka yang dengan cepat kelihatan menua.
Sebuah riset mengatakan bahwa individu dengan mindset yang selalu segar, penuh rasa ingin tahu dan semangat belajar hal-hal baru, biological age-nya akan lebih muda daripada chronological age-nya. Individu ini memiliki pandangan yang positif tentang masa depannya, ia memiliki locus of control internal sehingga tidak gemar menyalahkan orang lain ataupun situasi. Ia tidak menutup mata terhadap kesenjangan antara dirinya dengan orang lain, serta tidak segan-segan belajar dari siapapun. Melalui pemimpin yang berpikiran segar inilah perusahaan juga bisa tetap segar.
Prinsip-prinsip meremajakan perusahaan
Bila kita mengamati perusahaan yang berhasil meremajakan diri, kita melihat tanda-tanda keberanian, mindset yang kontradiktif dengan keadaan yang umum, dan sikap yang tidak pernah membatasi diri terhadap segala kemungkinan yang datang.
Seorang ahli manajemen mengemukakan beberapa prinsip bila kita ingin me-“muda”kan organisasi.
Tinggalkan masa lalu: jadikan masa lalu sebagai landasan pembelajaran untuk menghadapi masa depan. Kita patut mengambil lesson learnt dari masa lalu, tetapi tidak hanya berkutat pada kejayaannya.
Promosikan keberanian: dalam organisasi yang kuat, kita tidak bisa hanya berfokus pada kinerja berkala saja. Kita perlu juga menjaga sikap mental yang berani. Dengan demikian kita akan mendapatkan lebih banyak anggota tim yang mau mengambil alih tanggung jawab dan melakukan terobosan.
Sambut kegagalan: paham bahwa kegagalan adalah cara kita menuai pembelajaran. Kesalahan perlu dikaji melalui pola pikir Thomas A. Edison, I have not failed. I’ve just found 10.000 ways that won’t work.
Balik arah: carilah kesempatan untuk membayangkan bahkan melakukan hal yang tidak biasa kita lakukan, atau bahkan justru yang berlawanan dengan apa yang biasa. Insanity is doing the same thing over and over again, but expecting different results - Einstein.
Imajinasikan semua kemungkinan: kapasitas ini dikenal sebagai kapasitas anak-anak yang sering berkhayal dan memikirkan hal hal yang tidak mungkin. Orang dewasa seringkali sudah melupakan cara berpikir what if ini. “be creative…think like a child”.
Melihat dari luar: sesekali kita perlu memindahkan perspektif kita, yang biasa melihat dari kacamata dan posisi di dalam organisasi. Kita perlu menyadari bahwa kita bukan saja bersaing dengan kompetitor, tetapi juga dengan diri sendiri.
Hindari batas-batas: batas akan menimbulkan keterbatasan. Lebih sering kita berhenti karena terbentur pada batas yang kita buat sendiri. Yang harus kita ingat: The sky is the limit.
Hal yang juga selalu dijaga oleh perusahaan-perusahaan berjiwa muda ini adalah kesinambungan untuk melahirkan produk baru. Tidak peduli bahwa produk ini terkadang harus meng-“kanibal” produk yang sedang berjalan. Masih ingat kejatuhan Kodak, yang ragu untuk mengeluarkan kamera digital temuannya karena khawatir produk rol filemnya akan terkalahkan, sementara kompetitor tidak memiliki keraguan ini? Life begins at the end of your comfort zone.
Dimuat dalam harian Kompas, 5 Mei 2018