DALAM sebuah pelatihan wawancara, saya menghadapi wajah-wajah pesimistis dari para peserta ketika mereka harus membuat penilaian bertanggung jawab untuk menyetujui pencalonan pejabat tertentu.
Banyak alasan masuk akal yang melatarbelakangi keragu-raguan mereka. Mulai dari rasa tidak enak dalam menghadapi orang yang lebih senior, sampai kepada tekanan dari pihak-pihak eksternal yang membuat mereka enggan untuk tidak meloloskan para calon. Ketika ditantang apakah mereka sadar bahwa dampak dari keraguannya itu bisa merugikan Negara, dan berpengaruh besar pada banyak hal yang lebih besar, beberapa peserta masih juga dapat berkilah dengan mengungkapkan, “Kita ini siapalah”.
Banyak individu di sekitar kita, kalau ditanyai, sanggupkah ia membuat perubahan, akan meragukan kapasitasnya dan mengatakan “tidak”. Apalagi, kalau misalnya di dalam organisasi, seseorang belum pernah menjadi atasan, atau jumlah anak buahnya masih sedikit.
Mungkin tidak terlintas dalam pikirannya bahwa membuat perubahan itu adalah bagian dari pekerjaan. Banyak juga orang merasa bahwa perubahan selayaknya dilakukan oleh pimpinan, CEO, direktur, menteri, atau presiden. Yang lain tinggal mengekor saja. Tetapi, inikah hakikat hidup kita? Sekadar menunggu adanya penggerak perubahan dan menjadi follower saja? Apa betul, seorang yang tidak terlalu signifikan perannya, tak usah peduli akan tanggung jawabnya membuat perubahan?
Tengok Letnan Kolonel Soviet Stanislav Petrov, semasa perang dingin pada 1983. Saat itu, ia sedang bertugas di pusat peluru kendali Soviet, ketika mendapat early warning yang mengabarkan bahwa Amerika akan melakukan serangan peluru kendali. Protokol Soviet memerintahkan Petrov untuk melakukan penyerangan kembali. Namun, Petrov tidak memencet tombolnya dengan alasan bahwa peluru kendali Soviet terlalu sedikit jumlahnya untuk menyerang Amerika. Petrov membangkang.
Bisa dibayangkan, apabila ia melakukan tindakan konservatif dengan menuruti perintah, berjuta-juta orang akan mati seketika. Bahkan, mungkin kehidupan di dunia sudah tidak ada lagi, dikarenakan perang nuklir yang dahsyat antara kedua Negara raksasa itu. Petrov tidak pernah dianggap pahlawan, dia tetap orang biasa. Namun, demikian perbuatannya membawa impact yang dahsyat. Ini salah satu contoh yang ekstrem. Namun bukankah kita sendiri juga pernah mengalami bahwa ada orang-orang tanpa posisi yang signifikan di masyarakat, tetapi dapat mengubah hidup kita?
Seorang dosen cantik semasa saya duduk di bangku kuliah pernah mengucapkan sebuah kalimat, “Kalau Anda tidak yakin bisa membedah kepribadian manusia, jangan belajar ilmu psikologi”. Kalimat ini mengubah sikap mental saya dalam berprofesi. Masih banyak lagi individu yang bisa mengubah hidup kita. Seorang dokter yang bukan sekadar focus mengobati pernah memberi komentar yang tajam pada kenalan saya yang perokok. “Kalau kamu masih merokok, sebenarnya kamu tidak khawatir pada keadaan jantungmu,” katanya. Dokter itu mengubah hidup teman saya ini seketika dan ia berhenti merokok.
Jadi, kita tidak perlu menjadi Steve Jobs, yang menemukan iPhone, atau dr Nalin, yang menemukan air gula dan garam sebagai obat diare, atau dr Landsteiner sang penemu golongan darah. Kita bisa menjadi orang biasa yang memberi impact pada kehidupan orang lain. Kita bisa menghasilkan pengaruh. Seperti kata Steve Jobs, “Make a dent in the universe”, bengkokkan alam semesta ini
Lakukan hal yang sedikit tidak konvensional
Dalam masyarakat yang penuh intrik, korupsi, dan budaya yang sudah demikian materialistis, tiba-tiba bisa muncul suatu sikap nonkonvensional dalam diri seorang pemimpin. Ia berhemat, sementara orang lain menghabis-habiskan anggaran. Ia memerangi korupsi dalam situasi di mana banyak orang sudah frustasi, apatis, dan menganggap bahwa praktik korupsi adalah sebuah kewajaran. Ia menaikkan gaji karyawan, meskipun banyak orang menganggap kebijakan itu tidak tepat waktu.
Dampak yang dibawa orang-orang dengan sikap seperti ini sangatlah besar. Mungkin tidak sebesar golongan radikal yang bisa menyuarakan hal-hal yang ekstrem. Namun, riak positif dan harapan akan pemerintahan yang bersih mulai menular dan membawa perubahan. Walaupun hasilnya belumlah kelihatan menyeluruh, kita dapat merasakan berkembangnya optimisme akan perubahan kea rah lebih baik. Nah, tinggal pertanyannya sekarang, maukah kita membuat impact yang lebih besar dalam dunia kita masing-masing? Bukan kah kita sudah diyakinkan bahwa pengaruh tidak harus dating dari orang yang berkehendak super kuat, agresif, dan berani mati?
Kata-kata membawa perubahan
Ada seorang kenalan sangat concern terhadap pelestarian lingkungan. Ia begitu peduli terhadap isu sampah, plastik daur ulang, dan pelestarian hewan. Ia sering menunjukkan sikap tidak mengerti dan sedikit memandang rendah orang yang tidak mempunyai paham yang “modern” seperti dirinya. Ia dengan sengaja mempertontonkan sikapnya dihadapan orang-orang dekat. Namun demikian, bagi orang-orang disekitarnya perilaku ini tidaklah membawa pengaruh apa-apa ke diri mereka.
Ternyata, bila kita ingin membuat impact kita juga perlu menggunakan kalimat-kalimat yang supel dan mengena. Bila tidak, kita hanya sekedar berdampak untuk diri sendiri atau lingkungan terdekat. Jadi, kita perlu berlatih untuk menerangkan apa dan mengapa kita mempunyai sikap tertentu sehingga orang bisa berpikiran sama dan merasakan pengaruhnya. Membuat perbedaan tidak sama dengan sekedar berani beda. “One person can make a difference, and everyone should try.” John F Kennedy
Dimuat dalam KOMPAS, 20 May 2017