PROF. SAPARINAH SADLI yang sudah genap berusia 90 tahun, bercerita mengenai upayanya untuk hidup sehat lahir batin. Selain berolahraga, beliau berupaya untuk mengasah otak dengan menghadiri setiap undangan seminar. Beliau memang sudah tidak banyak melakukan kegiatan ilmiah, tetapi memutakhirkan pengetahuan menurut beliau, sudah cukup. Hal lain yang sangat penting yang disampaikan beliau adalah mengenai kehidupan sosial. “Jangan mentang-mentang sudah tua, hanya tinggal di rumah. Kita yang harus menjemput bola, mencari kawan baru. Hal ini sangat menyehatkan emosi dan pikiran.”
Mari hitung, berapa sering kita menyia-nyiakan undangan pameran, fashion show, presentasi produk, maupun undangan lainnya dengan berbagai alasan. Memang, jauh di dasar hati banyak individu seringkali ada keengganan yang spesifik untuk memasuki jejaring social. Terutama bila hanya sedikit orang yang kita kenal di dalam jejaring tersebut. Mulailah kita mencari pembenaran, mencari teman yang juga enggan untuk sekedar berbagi kelegaan karena sama-sama enggan berjejaring. Keengganan ini sering memang beralasan, seperti bahwa ini bukan industri yang cocok dengan yang kita tekuni. Atau lebih ekstrim lagi, kita menganggap bahwa pertemuan dihadiri oleh orang-orang yang tidak tulus, sekedar pamer penampilan, mereka yang senang berkolusi, cari muka, dan manipulatif. Benarkah pemikiran ini?
Sebuah studi yang dilakukan terhadap 165 pengacara professional membuktikan bahwa pengacara yang billing-nya lebih tinggi, mempunyai jejaring yang lebih luas, lebih aktif dalam bergaul, dan kemudian dianggap oleh perusahaan memang lebih berprestasi dan membawa keuntungan bagi perusahaan. Jadi kita memang bisa mengakui bahwa di masa teknologi yang serba canggih ini, bergaul, berkawan dengan tatap muka ternyata tetap efektif. Penelitian ini juga membuktikan bahwa berjejaring sosial bukan saja penting dilakukan di luar perusahaan, tetapi juga di internal perusahaan. Siapa yang akan menarik Anda, mendengarkan Anda, bila Anda tidak dikenal?
Bagaimana dengan para introver yang sering mengalami kesulitan untuk berbagi cerita? Bagaimana dengan para yunior, lulusan baru yang selalu akan menghadapi masalah levelling bila bertemu dengan individu-individu yang sudah lebih senior dan berpengalaman. Atau bagaimana dengan para profesional yang selalu fokus pada pekerjaannya, dan sulit berbagi pengalaman dengan orang orang dari kalangan lain?
Kita harus tetap yakin, bahwa berjejaring adalah keharusan. Untungnya, para ahli komunikasi mengatakan bahwa ada teknik berjejaring yang bisa kita pelajari dan latihkan sehingga pada akhirnya kegiatan ini bisa lebih dinikmati. Mari kita perluas inner circle pergaulan kita sehingga tidak hanya "jago kandang" saja, tetapi juga bisa menjangkau jaring yang lebih luas.
Menguasai teknik berjejaring
Seorang pembawa acara terkenal yang dalam kehidupan sehari-harinya tidak banyak bicara, menyarankan bahwa keengganan interaksi tatap muka bisa ditanggulangi bila kita menyiapkan mental tertentu.
Pertama, prinsip "you are never too old to learn” sangat penting. Kita perlu selalu melakukan pendekatan pembelajar bila sedang bertemu individu lain. Bahkan, sekarang kita mengenal istilah reversed coaching, yang mendorong si senior belajar dari yang yunior. Tidak bisa lagi kita masih berkeliaran dengan memelihara prevention mindset, yang takut diserang pendapatnya, dan enggan bertemu dengan orang yang berbeda pendapat. Dengan semangat pembelajar tadi, kita akan antusias belajar dari siapapun yang kita temui dalam beragam interaksi sosial.
Kebiasaan lain yang juga praktis tetapi super penting adalah kebiasaan meriset. Prinsip ke-9 dari how to win friends and influence people-nya Dale Carnegie yang sangat terkenal adalah make the other person feel important. Bayangkan, betapa terpesonanya kita bila bertemu dengan seseorang di suatu acara, apa pun levelnya, bila ia mengetahui hobi dan minat kita, dan bisa melakukan diskusi seputar hal tersebut. Padahal, yang ia lakukan sekedar membuka jaringan sosial media dan mencari tahu dari sana. Kita pun bisa mulai melakukannya, sehingga ketika kita berhadapan dengan orang tertentu kita sudah mendalami yang bersangkutan. Lakukan dengan tulus sehingga persahabatan yang seru bisa terjalin.
Memberi dulu, menerima belakangan
Banyak kegagalan dalam kehidupan sosial dikarenakan individu yang terlalu menganut azas manfaat. Hanya menghubungi orang lain ketika sedang membutuhkan sesuatu. Atau, sebaliknya enggan diperkenalkan dengan orang yang ia rasa tidak ada manfaat yang bisa didapat dari orang semacam itu. Ini awal yang salah. Silaturahmi sebenarnya tidak pernah boleh dihitung manfaatnya. Bahkan kita justru harus berpikir keras bagaimana bisa memberi kepada orang lain. Bukan mental Sinterklas yang berbagi secara berlebihan, karena pemberian itu haruslah sesuatu yang dianggap berharga oleh orang tersebut.
Yang jelas, kita perlu bertujuan menjadi orang yang tidak egois dan tampil sebagai mahluk sosial yang menyenangkan. Banyak hal yang bisa kita bagikan sebenarnya. Antara lain pengetahuan, referensi, idealisme yang positif sampai semangat yang menular. Dengan mempunyai dasar yang positif ini, kita akan lebih percaya diri masuk ke dunia pergaulan dan lebih banyak lagi berbagi. Kita lihat, berjejaring bisa jadi sangat menarik kalau kita tahu caranya. Karena itu, mari bergaul lebih luas, cari komunitas yang berbeda, jadwalkan kegiatan Anda, sehingga Anda tidak menggunakan waktu yang sempit sebagai alasan tidak bergaul, karena bergaul adalah juga investasi jangka panjang.
Dimuat dalam KOMPAS, 29 Oktober 2016