Pernahkah Anda berada dalam suatu lingkungan yang orang tidak berani saling menegur dan memperbaiki, karena salah salah kata bisa menimbulkan kesalahpahaman karena kata-kata yang dipelintir oleh satu pihak demi kepentingan pihak lainnya? Apalagi kalau hal ini dilakukan oleh atasan sendiri, yang senang mengadu domba bawahannya. Bayangkan, betapa minimnya rasa aman para anak buah dalam berkomunikasi dengan atasannya. Orang harus benar-benar meyakinkan diri jangan sampai suatu hari apa yang mereka sampaikan menjadi bumerang bagi dirinya sendiri. Banyak atasan yang mengambil manfaat dari tidak kompaknya anak buah untuk kepentingannya sendiri.
Namun, apa jadinya bila hal ini menggejala di seluruh lembaga atau perusahaan. Mungkin saja ada atasan yang bisa bertahan, bila kebetulan ia masih bisa mengandalkan kekuatan keputusan dan kendali dari dirinya sendiri untuk memajukan bisnis. Anak buah hanya dimanfaatkan sebagai perpanjangan tangan saja. Namun, bila dalam berbisnis kita membutuhkan kualitas pelayanan prima yang menyangkut banyak pihak di dalam organisasi, maka minimnya trust diantara karyawan tentunya akan membuat roda organisasi terasa berat untuk berputar. Alangkah tidak nyamannya bekerja di lingkungan ini. Kita seolah bekerja di medan perang, dan perlu memperhitungkan siapa kawan siapa lawan agar jangan sampai tiba tiba tertohok dari belakang.
"The extra mile"
Disaat saat di mana persaingan sudah semakin kejam, peraturan pemerintah semakin keras, dan teknologi berkembang semakin pesat, tidak banyak perusahaan yang bisa bertahan dengan cara mengandalkan one man show saja. Setiap orang mempunyai keinginan, visi dan misi. Bagaimana organisasi bisa menyelaraskan visi misi individu dengan visi misi perusahaan ini akan menjadi tantangan tersendiri. Organisasi yang bisa mewujudkan ini, atau bahkan memersuasi individu untuk menanamkan visi misi organisasi menjadi visi misi pribadi individu akan sangat berbeda dari organisasi lainnya.
Ada kekuatan emosi yang sulit teraba tapi bisa terasa. Karyawan yang merasa bangga dengan hasil pekerjaannya, mereka yang percaya bahwa jerih payah, lembur, begadang selama berhari-hari adalah dalam rangka memperjuangkan misi hidupnya sendiri. Bekerja extra mile tiba-tiba tidak lagi dirasakan oleh individu sebagai suatu beban, tetapi malah sebuah kegembiraan. Seperti yang dikatakan oleh staff salah seorang pejabat yang sedang berjuang memberantas korupsi di lembaganya, “Biarpun akan miskin, organisasi yang bersih ini tetap harus kita perjuangkan.” Bayangkan betapa kuatnya perkembangan organisasi yang memiliki karyawan-karyawan seperti itu
Bagaimana mencapai keadaan ideal yang diidam-idamkan semua orang ini? Beberapa organisasi aktif membuat pengukuran, riset, pertandingan, dan beragam upaya lainnya, tetapi engagement manusia dalam organisasi tidak mudah di kontrol. Kita perlu sadar bahwa unsur utama engagement adalah pada manusianya, individual dan kelompok. Mustahil sekedar membuat program untuk meningkatkan kerja tim dan berharap kelompok akan engaged dengan sendirinya. Engagement merupakan hasil pendekatan personal dalam keseharian. Pemimpin yang menolak untuk berbicara dengan bawahan atau sekedar melihat dari kejauhan proses kerja sama tim, tidak akan mendapatkan hasil positif. Pemimpin yang seolah berat sebelah kepada pembisik-pembisiknya, yang hanya percara pada informasi yang datang dari para orang kepercayaannya saja, akan sulit mendapat tim dengan engagement yang kuat.
"Engagement: person to person"
Kalau memang engagement ini sedemikian saktinya, pastinya atasan harus meluangkan waktu untuk membahas, saling mengingatkan dan bertindak konsisten atas komitmen yang sudah dibuat. Kenali gejala ketidakkompakan anak buah, bilamana ada yang mulai bicara kasar satu sama lain, bilamana ada yang tidak peduli pada kesulitan yang dialami oleh bagian lain. Konflik yang berkelanjutan akan menghambat kinerja. Hal ini lebih penting dari sekedar penyelesaian proyek karena cara menyelesaikan proyeklah yang harus dikembangkan sebagai landasan untuk menghadapi proyek proyek dan tantangan yang lebih besar di masa mendatang.
Pemimpin perlu merangsang dan mengingatkan bawahan akan tujuan bersamanya. Memang sasaran sudah tertera di dinding-dinding, tetapi kita tetap perlu menekankannya lagi secara face to face pada setiap kejadian yang signifikan. Sebagai pemimpin, ada baiknya juga bercermin dan bertanya terlebih dahulu pada diri sendiri: apakah sasaran yang ingin dicapai sudah cukup jelas bagi seluruh jajaran karyawan? Apakah cuaca organisasi menunjang sistem yang dibuat? Apakah cara komunikasi, menangkap usulan karyawan sudah disediakan dan dirancang? Dan, terakhir, apakah keberadaan anda sebagai pemimpin, merangsang kebahagiaan anak buah dalam bekerja?
Tugas atasanlah untuk mengingatkan dan memberi bawahan sense of purpose dan makna dalam bekerja. Sebaliknya, atasan yang tidak efektif justru sengaja atau tidak sengaja, memisahkan bawahan dari rasa bermakna tadi. Great leaders engage followers and harness their energy to perform to their highest ability.
Dimuat dalam KOMPAS, 21 November 2015