was successfully added to your cart.

BERSIKAP MUDA

Oleh 03 Agustus 2015 Articles

Acara halal bihalal Experd tiba-tiba dimeriahkan oleh tamu penting, Hasnul Suhaemi mantan CEO XL Axiata. Harapannya, beliau akan menceriterakan pencapaian pribadi dan bagaimana beliau mengangkat XL menjadi mobile provider nomor 2 di Indonesia. Kumpulan slide dengan terpampang slide bertema “Menjadi Makhluk Pembelajar”, yang sudah dipersiapkan sebelumnya dan akan dipresentasikan salah seorang Gen Y, secara  diam-diam kami tambah dengan judul “Belajar dari Baby Boomers”. Ternyata, tanpa persiapan, beliau langsung menyambar tema ini dan mengungkapkan 2 pertanyaan penting. Pertanyaan pertama terkait dengan tantangan mendekati krisis di negara kita, “Anda sedang di jalan tol ketika melihat asap tebal di depan. Anda tidak bisa menghindar atau mundur. Apa yang Anda lakukan: Berhenti? Berjalan pelan-pelan? Ataukah menerjang terus?“ Pilihan sikap ini menentukan apakah Anda tergolong generasi lama, baby boomers, ataukah gen Y. Umumnya, Gen Y akan menerabas dengan mengambil risiko tinggi. Sementara itu baby boomers akan memilih cara untuk berjalan lambat-lambat. 

Pertanyaan kedua, “Apa perbedaan hakiki dari generasi-generasi ini?” Dalam menyikapi perubahan, ada yang memilih untuk membuat perubahan, mengantisipasi perubahan, diminta berubah, atau bahkan tidak mau berubah. Tentunya golongan yang tidak mau berubah adalah golongan yang sudah harus pensiun. Yang diminta berubah adalah generasi baby boomers. Tersisa kita, yang hidup di era millenium, untuk memilih antara membuat perubahan atau mengantisipasi perubahan. Inilah semangat genY. 

Apakah ini sikap yang "baru"? Sama sekali tidak! Pada masa krisis tahun 1998 perusahaan operator seluler merasakan keterpurukan. Kebanyakan perusahaan menghentikan perkembangan, tetapi Telkomsel sama sekali tidak bersikap demikian. Mereka justru masuk ke daerah-daerah terpencil, membagikan Sim card gratis kepada pelanggan potensial, dan tetap menginvestasikan perangkat  jaringan meski berhadapan dengan kurs dolar AS yang melonjak. Hasilnya terlihat hingga sekarang. Telkomsel tidak pernah bisa dikalahkan sebagai mobile operator terdepan dengan lebih dari 100 juta pelanggan. Pilihan tindakan Telkomsel ketika itu benar-benar revolusioner, membuat hal yang "beda". Apakah Telkomsel saat itu dipimpin oleh seorang gen Y? CEO Telkomsel pertama tahun 1995-1998 adalah Ibu Koesmarihati. Meski berusia 55 tahun, sikap dan manuvernya benar-benar muda. Spirit genY inilah yang perlu diadaptasi pada masa-masa kritis seperti sekarang. Pasar berubah, keadaan politik tidak stabil, sumber daya alam habis, dan perkembangan teknologi melesat sampai kita terengah-engah mengikutinya. Bisakah kita masih mengkaji dan mengkaji ulang ungkapan-ungkapan yang mengenang “the good old times” tanpa mengambil manfaatnya dan mengkaitkannya dengan keadaan masa kini?  Sejarah memang penting untuk dipelajari, tetapi bukan disawang-sawang, dikenang-kenang, bahkan diratapi. Kami di Experd, yang menginjak usia 27 tahun, merasa terbangun untuk segera menjadi perubahan itu sendiri. Apalagi saat anggota tim termuda kami Ranggih Wukiranuttama mengatakan bahwa ia ingin menggambar visi Experd 5 tahun ke depan, tapi nyatanya visi itu sulit juga digambarkan secara gamblang karena perubahan yang begitu cepat terjadi. Yang jelas, ungkap Ranggih, kita harus siap dengan membuat produk dan servis baru dan segar sehingga tidak pernah berada di posisi belakang, selalu maju dan menjadi pionir dalam teknologi pengembangan SDM.  Dengan kata lain, kitalah yang  harus "muda" terus. Adakah pilihan untuk bersikap lain, kecuali menjaga keremajaan kita atau perusahaan? 

Belajar secara "unconventional"

Kita lihat bahwa menjalankan pembelajaran linear di perusahaan sudah tidak bisa mengejar perkembangan lagi. Kita tidak bisa menunggu para teknisi mempelajari keterampilan baru dari nol. Di samping waktu yang diperlukan terlalu lama, seringkali teknologi yang digunakan sudah tidak sama dengan pelajaran yang diperoleh saat duduk bangku kuliah. Kita perlu memikirkan terobosan untuk menanamkan pengetahuan baru dengan cara-cara yang tidak lazim. E-learning yang dibuat interaktif dan "bermain", akan mendatangkan fun of learning. Proses coaching yang tadinya bagaikan hubungan ayah-anak dengan ayah membimbing dengan sabar, harus dibuat lebih fleksibel. Bukankah Gen Y lebih cepat mempelajari hal-hal baru, dan lebih tahu perkembangan beberapa bidang? Kenapa coaching dan sharing tidak diterapkan secara bolak-balik atau resiprokal? Bisa saja kita yang sudah makan asam garam masuk ke kelas anak muda untuk belajar tentang pemanfaatan media sosial. Pembelajaran di perusahaan, seperti mentoring, coaching dan bahkan sistem pembentukan kelompok, perlu menghasilkan hal-hal beyond learning. Perlu ada ‘aha’ exitement di setiap karya, sekecil apapun. Setiap individu perlu menjadi pembelajar, tidak peduli usia dan posisi. Rasa ingin tahu dan ingin mencari jawaban perlu tumbuh di setiap sudut divisi dalam perusahaan. Kemampuan mendapatkan, mengumpulkan, dan memaknai informasi harus merupakan kegiatan ilmiah sehari hari. Tidak perlu ada laboratorium untuk menemukan hal baru, karena  yang terpenting adalah keberanian untuk mencoba yang belum pernah dilakukan dan menciptakan sesuatu yang belum ada. Support dan engagement dari sahabat, rekan kerja, bawahan, dan atasan akan menjadi kekuatan untuk menerjang hal-hal yang konvensional ini. Artinya, engagement yang baru bukanlah engagement biasa; sekarang waktunya untuk knowledge engagement

Dimuat dalam KOMPAS, 1 Agustus 2015

 

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com