was successfully added to your cart.

NILAI SUKSES

NILAI SUKSES

Beberapa orang akhir akhir ini sibuk dengan jabatan yang ia pangku. Sebentar sebentar kita mendengar ancaman pencopotan, penunjukan, pengangkatan atau pergeseran. Bayangkan apabila jabatan diwarnai dengan hawa politik, apalagi kalau sampai disertai ancaman reshuffle. Betapa akan sibuknya beberapa individu  mewarnai perjuangan mereka bukan dengan berkarya sesuai dengan jabatannya, tetapi dengan strategi mempertahankan posisi jabatannya. Bisa jadi mereka lupa mendefinisikan apa makna jabatan, apa tugas dan tanggung jawabnya, apa sasaran, dan siapa yang akan menikmati keberhasilannya. Bahkan ada yang begitu ditunjuk sebagai menteri, langsung membuat syukuran besar besaran, seolah ia kejatuhan rejeki nomplok. Padahal seperti petuah Paman Ben, paman dari Peter Parker sang Spiderman: with great power comes great responsibility. Ukuran kesuksesan rasanya memang sudah berbeda dengan keadaan 50 tahun yang lalu di mana kejujuran, integritas, kesederhanaan, pengorbanan masih mendapat posisi yang terhormat di kalangan masyarakat. Sekarang ini banyak sekali yang menilai materi sebagai  ukuran sukses yang dominan. Berapa rumah yang sudah  dimiliki, apa mobil yang dikendarainya, apakah gadgetnya merupakan keluaran terbaru. Jabatan lengkap dengan segala atribut kesuksesannya sering membuat orang silau, lupa pada beban tanggung jawab yang diemban, lupa pada mereka-mereka yang menaruh harapan padanya untuk membawa kehidupan menjadi lebih baik.

CEO pribadi 

Kita harus ingat bahwa terlepas dari berbagai faktor eksternal yang bisa menjadi penentu nasib karir kita, kitalah CEO pribadi karir kita sendiri. Setinggi apapun jabatan kita, kepuasan pekerjaan tetap ada di tangan kita sendiri. Ada yang merasa lebih puas bila ia berada di organisasi milik pemerintah, di mana stabilitas dan keamanan lebih terjamin. Sementara orang lain, senang berkarir di perusahaan kecil di mana ia dapat mengambil peranan penting dalam proses perkembangan, pengambilan resiko, dan kemajuan perusahaan. Keduanya bisa sama-sama merasa bahagia walaupun bentuk dan ukuran suksesnya tidak sama. Ada orang yang meskipun dituntut untuk mencari pekerjaan lain yang bisa membawa rejeki yang lebih bagi keluarganya, tetap bertahan pada idealismenya untuk berkarir di pekerjaan yang ia anggap berguna bagi orang banyak. Inilah sebabnya dalam berkarir kita perlu menjaga dan meningkatkan kesadaran tentang keberadaan kita, tingkat kepuasan kita dan apa yang sesungguhnya kita cari di masa depan, mempertanyakan kembali nilai-nilai apa yang kita anggap terpenting dalam hidup kita. Ada yang menjunjung tinggi profesi, ada juga yang menganggap uang sebagai sasaran hidup utama, tetapi ada juga yang mementingkan integritas dan sikap profesional dalam hidupnya.

Tanggungjawab interpersonal 

Dalam kehidupan di masyarakat, jarang sekali ada kesuksesan yang murni atas upayanya sendiri; apakah ia artis, ilmuwan ataupun atlit. Hampir semua orang sukses karena ia mendapat dukungan dari orang lain. Kita bisa menganggap bahwa kita memang mandiri dalam mengatur karir kita, tetapi hal tersebut tidak pernah lepas dari kontribusi orang lain.  

Kita perlu bertanya, apakah kita cukup memanusiakan orang di sekitar kita secara seimbang dengan cara kita memandang diri kita sendiri. Apakah kita mencatat, bahwa setiap bawahan juga mempunyai kekuatan mereka sendiri, cara sendiri serta nilai-nilai yang dia junjung tinggi. Artinya untuk bisa mendapatkan hasil yang optimal dalam hubungan ini, mau tidak mau kita perlu memahami dan menggarap kualitas diri mereka yang mendukung kita ini. “The first secret of effectiveness is to understand the people you work with so that you can make use of their strengths” . 

Hal lain yang juga sering dilupakan orang dalam berkarir adalah kewajibannya untuk berkomunikasi. Orang yang sudah menduduki jabatan yang tinggi biasamya merasa berhak untuk memilih apakah ia mau  berkomunikasi atau tidak dengan orang lain, khususnya kepada bawahannya. Kapan konflik dapat diselesaikan juga tergantung dari kesediaannya. Terkadang, alih-alih menyelesaikan konflik, banyak orang cenderung menghindar sambil berharap konflik itu akan selesai sendiri, atau bahkan ia malah tidak menyadari akan adanya konflik di lingkungan bawahan. Hal ini  bisa disebabkan karena ia memang tidak pernah bertanya dan berbicara dari hati ke hati dengan bawahannya.

Organisasi sekarang tidak lagi tumbuh subur bermodal kekuasaan semata. Organisasi tumbuh dari rasa percaya. Orang yang percaya satu sama lain tidak perlu saling suka, asal mereka mengerti peran dan keadaan satu sama lain, serta mempunyai tujuan yang sama. Tengok duet gubernur DKI dengan wakilnya. Mereka tidak sama dan tidak pula selalu sejalan bukan? Bertanggung jawab untuk berkomunikasi, bukan sekedar penting, tetapi merupakan keharusan. 

Jadi marilah kita kenali ukuran kesuksesan diri kita pribadi  serta tingkatkan komunikasi dengan mereka yang ada di sekeliling kita, karena merekalah kunci kesuksesan kita. 

Dimuat dalam KOMPAS, 27 Juni 2015

 

 

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com