was successfully added to your cart.

AGENDA SUMBER DAYA MANUSIA

AGENDA SUMBER DAYA MANUSIA

Siapa sih yang tidak menyadari pentingnya sumberdaya manusia? Pimpinan mana yang berani mengatakan bahwa kesuksesannya tidak terletak pada orang-orangnya? Istilah intangible asset pun sudah cukup populer di kalangan manajemen. Dalam organisasi-organisasi yang mapan, departemen pengembangan SDM dilengkapi dengan personel yang lengkap, mulai dari yang berfungsi merekrut, mengupayakan performance management sampai kepada membina hubungan karyawan dan perusahaan secara legal. Kita bisa melihat adanya evolusi fungsi divisi SDM sepanjang abad ke-20. Dari penamaan departemen yang dulunya lebih dikenal sebagai bagian personalia sampai menjadi departemen HRD ataupun human capital sekarang ini. Perkembangan pun terus terjadi. Dari minimnya penerimaan terhadap wanita bekerja, sampai adanya fasilitas day care dan ruang bagi ibu meyusui. Dari sekedar mencatat kehadiran dan pendisiplinan karyawan, mempercanggih cara-cara rekrutmen, sampai meningkatkan motivasi, tingkah laku dan budaya organisasi. Ada organisasi yang memasang target keras pada departemen SDM nya baik dari rekrutmen, evaluasi kinerja maupun intensifnya pelaksanaan pelatihan-pelatihan. Namun di pihak lain, para pelaku pengembang sumber daya manusia seringkali mengeluhkan sulitnya menarik komitmen para pimpinan terhadap kegiatan-kegiatan divisi SDM. “Acara saya selalu dinomorduakan,” demikian keluhan salah satu manajer SDM. Betapa banyaknya pimpinan perusahaan yang selalu hadir dalam rapat-rapat bisnis namun sulit sekali dimintai keterlibatan pada event-event budaya dengan berargumen “ Yang bisnis lebih mendesak untuk jalan." Jadi, secara umum kita memang perlu mengakui, bahwa kita sendiri sering tidak yakin kalau pengembangan manusia akan berujung pada pengembangan bisnis. Sasaran pengembangan sumberdaya manusia memang harus berdampak pada laba perusahaan. Jangan sampai ada stigma “HR doesn’t do numbers”. 

Mitra bisnis tulen 

Jarang sekali kita melihat, menyadari, bahkan berani mengambil sikap dan tindakan terhadap pengelola sumberdaya manusia perusahaan dengan bobot sama pentingnya seperti terhadap keputusan bisnis itu sendiri. Kita bisa melihat, apakah pejabat HR yang ditempatkan di unit bisnis, juga dilibatkan dalam rapat penentuan pelepasan kredit di bank atau strategi sales di perusahaan dagang? Apakah kita yakin bahwa para praktisi HR memiliki pemahaman yang sama dengan praktisi bisnis lainnya? Apakah kita mempersyaratkan para praktisi HR memiliki pengetahuan bisnis mulai dari membaca neraca, laba rugi sampai kepada managing people di lapangan? Sementara itu bisakah kita membayangkan bagaimana sulitnya seorang pimpinan pusat pelatihan mengatur kurikulum pelatihan bila ia tidak pernah turun menangani bisnis di garis depan? Bagaimana ia bisa mengkritisi kesesuaian metoda dan materi pelatihan yang diberikan dengan kebutuhan di lapangan. Bukankah bisnis memang dijalankan oleh manusia? Dan bukankah kita memang mau mencetak talenta yang dapat menguasai bisnis di masa depan? Alangkah borosnya bila pengembangan sumber daya manusia ini kita serahkan pada orang orang yang bersikap steril dan tidak menghayati bisnis sama sekali. Tanggung jawab para profesional HR di perusahaan sebagai mitra bisnis adalah mengisi organisasi dengan manusia yang cukup, efektif dan siap menghadapi tantangan masa depan. Bila tidak, organisasi sendiri yang akan menderita. 

Manajemen talenta   

Saat ini, masalah manusia memang sudah terangkat ke permukaan. Betapa kita melihat pemerintah sulit menempatkan profesional-profesional yang mumpuni untuk menangani suatu departemen, lembaga atau BUMN. Para calon  MT dan ODP sendiri juga mencari perusahaan atau profesi yang dipandang cool oleh mereka. Karenanya, organisasi juga harus berstrategi kuat untuk menarik talenta-talenta yang bagus dari institusi-institusi pendidikan. Untuk dapat bersaing secara global, operasi organisasi pun harus mengglobal lebih dari sekadar berbahasa Inggris. Organisasi terpaksa atau harus berinisiatif untuk melakukan hal-hal baru yang lebih kompleks dan membutuhkan pengetahuan baru agar manusia-manusia di dalamnya siap menghadapi masa depan yang begitu cepat berubah. Masihkah kita merasa bahwa fokus akan talenta ini harus kita nomor duakan ketimbang  teknologi dan finance? Seorang praktisi HR harus mampu mengkaitkan antara talenta dengan pengembangan bisnis masa depan perusahaan, bukan sekedar terhadap apa yang sedang terjadi saat ini. Mereka perlu menyiapkan para difference makers. Google adalah contoh baik dari perusahaan yang dapat menentukan dengan tepat minat talenta muda untuk dapat menjadi pionir perusahaan di masa mendatang. Calon karyawan diminta mempresentasikan proyek idamannya. Karyawan pun dapat meluangkan 10% waktunya untuk mengembangkan proyek pribadi yang menarik minat mereka. Proyek yang menarik akan dibeli perusahaan, dan karyawan akan memiliki proyek itu dengan bangga. Apalagi yang bisa lebih baik dari karyawan yag merasa bangga dan memiliki perusahaan?

Dimuat dalam KOMPAS, 20 Juni 2015

 

 

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com