Keriaan dan kebahagiaan hari wisuda hanya akan berlangsung sehari. Perayaan sesungguhnya akan keberhasilan kita dalam menempuh pendidikan, meraih prestasi, bukan dibuktikan melalui kemewahan gedung wisuda maupun kebesaran seragam toganya, namun ditunjukkan dalam seberapa cepat kita dapat berkarya dan meraih prestasi di kehidupan nyata. Jadi bagi adik-adik yang sedang berada dalam euforia selesainya menempuh pendidikan, kita perlu menanamkan mindset bahwa kehidupan karir yang sesungguhnya baru dimulai.
Di sinilah segala kemampuan kita diuji, tidak hanya secara tertulis melalui secarik kertas ijazah, namun juga kemampuan daya tahan, sikap tidak lekas putus asa, kesungguhan hati yang akan menunjukkan kualitas diri kita sebagai seorang yang siap menghadapi tantangan dunia kerja. Tidak mungkin kita sudah putus asa setelah lamaran kerja ditolak berkali- kali. Apalagi mengeluhkan tidak adanya pengalaman kerja, sementara kita memang belum pernah bekerja. Kita seharusnya bisa menelaah, kelebihan apa yang bisa ditonjolkan seorang ‘freshgraduate’ sehingga ia bisa mempunyai daya saing yang kuat di antara teman-temannya. Mengapa yang satu lebih cepat direkrut oleh perusahaan bahkan kadangkala ia mendapatkan tawaran menarik dari beberapa perusahaan sekaligus, sementara yang lain tidak juga kunjung mendapatkan respons meskipun sudah berpuluh – puluh lamaran dan proses seleksi ia ikuti. Sesungguhnya, penting untuk diingat oleh para fresh graduate bahwa mereka tidak bersaing dengan orang-orang berpengalaman, namun justru bersaing dengan rekan-rekan sebayanya. Perusahaan yang membuka kesempatan bagi fresh graduate untuk melamar pastilah memahami bahwa mereka belum memiliki pengalaman bekerja secara formal. Namun kesiapan seorang fresh graduate untuk memasuki dunia kerja dapat dilihat dari sikapnya menghadapi wawancara, pengalamannya dalam ‘mengisi’ dirinya sendiri selama duduk di bangku sekolah di luar tugas – tugas pendidikannya yang menempa dia individu yang lebih matang dalam membangun relasi dengan orang lain, serta bagaimana ia memahami ‘bisnis’ organisasi tempatnya melamar sehingga ia siap berkontribusi terhadap pengembangan bisnis tersebut.
Secara kuantitatif persaingan pasti lebih keras karena jumlah lulusan setiap tahunnya semakin bertambah dengan perbandingan jumlah lowongan pekerjaan yang jauh lebih sedikit karena perusahaan juga terus melakukan efisiensi. Jadi meningkatkan daya saing, berupaya agar menonjol, dan menarik hati perekrut adalah hal terpenting.
Tonjolkan diri
Bagaimana dengan angka yang dihasilkan selama belajar di universitas? Angka tersebut memang menjadi bahan pertimbangan , tetapi mengingat derajat kesulitan yang berbeda-beda di setiap perguruan tinggi, maka lembaga perekrut biasanya tidak semata mengandalkan angka prestasi belajar. Mau tidak mau, upaya dan kesiapan mental si fresh graduate memang perlu ditempa secepat mungkin, bahkan ketika masih di bangku kuliah
Selain rekor nilai dan angka pendidikan, sebetulnya kita bisa meningkatkan daya saing di antara teman-teman kita. Kita bisa bertanya pada diri sendiri sukses-sukses kecil apakah yang sudah pernah tercatat dalam sejarah karir kita. Terkadang, kita lupa atau bahkan tidak menyadari kejadian dan peristiwa yang pernah kita menangkan, namun tidak kita simpan dalam benak kita, apalagi secara tertulis. Padahal nyata-nyata formulir lamaran kerja meminta kita untuk mencantumkan pengalaman prestasi, kepemimpinan dan berorganisasi yang pernah diraih. Kita pun tidak bisa menyepelekan media sosial yang menjadi sarana bagi kita untuk berkenalan, berkawan, menjadi anggota komunitas, bertatap muka, bahkan berlatih untuk bersosialisasi. Kebiasaan ini memupuk kompetensi kita untuk berhubungan dengan orang lain, berorganisasi, dan berkolaborasi. Ini akan menjadi modal untuk memberi nilai lebih pada rekor kita.
Sikap itu super penting
Pernah ada teman yang menerangkan mengapa ia memilih seorang fresh graduate dibanding dengan calon lain yang berpengalaman. Ia mengatakan bahwa calon tersebut terkesan “serba mau”. Kita lihat bahwa calon ini memiliki potensi untuk bisa mengalahkan rekannya yang berintelegensi lebih tinggi karena sikapnya. Hal seperti inilah yang sering tidak disadari oleh para fresh graduate. Di lain kesempatan, pernah ada seorang calon karyawan yang tidak merespons panggilan berikutnya dalam proses seleksi karena ia merasa panitia rekrutmen tidak profesional ketika ia disuruh menunggu berjam-jam dan ternyata interviu hanya berlangsung kurang dari 30 menit. Sampai saat ini ia belum juga menemukan pekerjaan yang tepat untuk dirinya.
Kita memang tidak boleh memelihara sikap putus asa, justru sebaliknya mengembangkan sikap terbuka dan fleksibel. . Apa salahnya menunggu berjam-jam untuk suatu pekerjaan yang kita ingini dan sukai? Lagi pula, perusahaan memang leluasa memilih para calon dan menginginkan sikap fleksibel, tuntas, dan berani susah. Oleh karenanya, sebagai calon karyawan, bahkan nantinya ketika sudah menjadi karyawan dan manajemen puncak, kita perlu membiasakan sikap ”Under promise and over deliver”.
Memang dalam proses rekruitmen pewawancara bisa terpengaruh perasaan: bisa jatuh cinta atau sebaliknya tidak suka. Ini seringkali disebabkan ‘rasa’ atau naluri’ yang datang dari pancaran chemistry antara si pewawancara dengan yang diwawancara. Seandainya kita punya kebiasaan bersikap manis ke orang lain, maka getaran positiflah yang terpancar, dan proses interviu biasanya berjalan mulus, dengan kesempatan untuk meraih hasil positif lebih besar. Jadi sejak remaja, ‘being nice’ perlu kita pelihara: silaturahmi, senyum, menolong, dan ringan tangan yang memang tidak dipelajari disekolah mana pun. Selain menyenangkan, sikap ini juga bisa mengurangi ketegangan kita.
Kemampuan lain adalah memprioritaskan pekerjaan yang ada seninya tersendiri. Ini perlu kita cek, tanyakan, bahkan amati di lingkungan kerja kita yang baru. Dengan bersiap mengerjakan pekerjaan yang penting dan urgent ketika dibutuhkan, kita terkesan sebagai orang terampil. Walaupun tidak semua pekerjaan kita suka, tetapi dengan memilih dan mendahulukan tugas yang penting, kita mempunyai kesiapan mental yang bisa berpengaruh positif pada diri kita. Kita lihat ‘kewarasan’ dan kedewasaan tidak selamanya sejalan dengan usia. Kita perlu berorientasi pada solusi dengan tidak mengeluh terus dan membiarkan masalah terbuka baik dalam tugas, pekerjaan, bahkan hidup pribadi sehari-hari. Sehingga kita akan terkesan sebagai orang yang lebih dewasa, positif, dan bertanggung jawab. Nah, mari betulkan CV dan portofolio kita dengan menyisipkan sikap positif, suka bekerja dan kematangan di dalamnya.
Dimuat di KOMPAS, 10 Januari 2015