was successfully added to your cart.

EMPOWERED

Oleh 11 Agustus 2014 Articles
EMPOWERED

Tiba tiba terasa, semangat oktan tinggi, yang tampak modern,  beredar di kalangan para profesional dalam pesta demokrasi pilpres baru-baru ini . Kita banyak berteori soal semangat dan motivasi. Tetapi situasi di Indonesia ini adalah salah satu contoh situasi ketika semangat dan gairah datang dan menular tanpa kontrol oleh siapa pun. 

 Dapat  dikatakan bahwa tiba-tiba seolah ada api yang berkobar sebagai akibat dari sekam yang sudah lama membara dan hampir padam. Kita jadi bertanya tanya, ”Inikah empowerment yang sering dikaji, disebut sebut para filsuf , yang dirasakan sebagai kekuatan sakti, yang bisa menciptakan produktivitas, loyalitas pelanggan, efektivitas, dan penjamin masa depan?” Rasa memiliki negara,  jiwa kebangsaan, dan cinta tanah air,  yang tadinya sangat dikeluhkan oleh kita-kita sendiri, mendadak sekarang tumbuh tanpa kuliah atau pelatihan. Bahkan keadaan ini  bisa kita anggap sebagai cikal-bakal produktivitas negara yang kita idam-idamkan.   Gejala ini membangkitkan optimisme, bahwa bangsa kita benar-benar bisa menjadi bangsa yang kompetitif dan tidak selamanya nomor buntut dalam persaingan dan profesionalitas.  Yang jelas, ada kepuasan besar, dengan prinsip dan pilihan yang ternyata tepat dan diperjuangkan. Semua berharap agar situasi ini berkelanjutan. Namun demikian, kita tetap harus waspada, apakah empowerment ini akan terus bergaung,  berlanjut,  dan bernafas panjang? 

Beberapa ahli psikologi sosial yang mengamati gejala empowerment ini , berusaha mengingatkan pada kita beberapa hal.  Satu hal yang paling penting adalah bahwa empowerment bukan kegiatan massal. “Ini tidak sama dengan perjuangan untuk mempertahankan hak” . Empowerment adalah sepenuhnya pilihan individu untuk mengerjakan sesuatu yang lebih. Bayangkan, betapa Jay Subiyakto memberanikan diri untuk memanjat layar tinggi hanya untuk mensukseskan kumpul-kumpul di Gelora Bung Karno. Ini sepenuhnya keinginan pribadi. Empowerment juga tidak bisa dipengaruhi media sosial , ataupun poster poster gerakan simpatisan. Pribadi yang menggerakkan dirinya , sudah mengolah kehendak di dalam dirinya, dan me-‘nawaitu’-kan niat untuk berprestasi, terlepas dari keinginan dan konsensus dengan  orang lain. 

Dalam suatu kesempatan,  Ibu Teresa dari Kalkutta pernah berkata, “Janganlah menunggu para pemimpin; lakukanlah sendiri, dari satu pribadi kepada pribadi lain”. Inilah akar dari Empowerment, yang tidak menuju pada loyalitas buta , tetapi lebih mengarah kepada kemandirian berpikir. 

Siapkan kemandirian berpikir

Bila kita memperhatikan  ‘posting’ di media sosial, kita sebetulnya bisa membedakan  antara solidaritas yang diwarnai oleh emosi dengan empowerment murni yang merupakan hasil penggarapan diri individu. Banyak individu yang lelah berada di dalam era tanpa kreativitas serta tanpa perjuangan yang utuh dan mati matian, sehingga tenaga untuk bergerak  dan berkarya sudah lama tidak ‘all-out’. Individu-individu ini, sebetulnya lebih meng-empower’ dirinya dan mendambakan wadah yang bersih dan suportif. Kita harus membedakan kelompok yang ‘empowered’ seperti ini, dengan kelompok yang sering menggolongkan dirinya dengan  individu yang tergabung sebagai ‘people power’. Individu yang ‘empowered’ adalah bukan individu pembebek, yang mau digerakkan dengan slogan-slogan semata atau bahkan honor . Kelompok yang empowered ini bertenaga karena rasa percaya bahwa akan terjadi perubahan. Tentunya dengan kekuatan yang tancap gas begini, kita juga perlu waspada tentang kiprah teman-teman kita ini. Ada profesional yang sudah benar- benar mumpuni di bidangnya, ada pula yang masih setengah jalan. Hal inilah yang perlu diperhatikan pemimpin.  "Empowerment rock" ini perlu ditangani dan dimanfaatkan dengan seksama. “Full power”  yang penuh kemandirian yang ada merupakan aset yang sangat berharga, tetapi arah  dan tujuan  perlu dikreasikan pemimpin agar tidak mengecewakan. 

Pemimpin perlu memposisikan dirinya sebagai seorang coach, yang memberikan ruang gerak yang leluasa bagi individu-individu untuk berkreasi dan memaksimalkan daya profesional mereka, sembari tetap memberikan pengayoman dan kesempatan untuk berefleksi dan kontrol guna pengembangan yang lebih baik. Tut wuri handayani adalah slogan yang tepat untuk menggambarkan peran pemimpin ini. 

Tantangan baru yang ‘tidak biasa’ 

Kini saatnya pemimpin membuktikan kemampuan dirinya untuk  menyediakan wadah pada profesional muda yang sangat ingin berkarya, namun  mengalami hambatan macam-macam. Bukan saja hambatan  di negara sendiri, tetapi juga yang  sudah bersifat global. Persaingan dengan eksekutif luar yang sudah didepan mata , membuat kita senewen. Pemimpinlah yang perlu menciptakan kesempatan. Tantangan yang diberikan pun harus unik dan sungguh berbeda, agar terlihat menarik. Gagasan seperti tol laut, kartu pintar , kartu sehat, bank petani , ‘drone’ pengawasan , membuat orang berapi-api untuk merealisasikannya. Budaya eksekusi ini menarik teman teman yang empowered. Inilah yang pantang dikempeskan. Tentunya kita tidak selesai dengan konsep blusukan saja, tetapi kita perlu menghadapi tantangan dengan sungguh-sungguh menjadi kreatif, inovatif, dan transparan, sehingga empowerment yang sudah eksis benar benar bisa “pecah”.  

Berangkat dari sini kemudian para pemimpin berusaha membuat dan merumuskan rencana jangka panjang, menengah dan pendek dengan lebih cermat. Spirit berubah sudah ada. Transparansi dan kritik sudah dibiasakan. Tinggal keberanian pengambilan keputusan para profesional, yang menumbuhkan executive mindset yang produktif. Dengan adanya kebebasan penjalaran informasi melalui internet dan media massa, momentum  Magna Carta baru sudah terjadi dan buy-in kebanyakan kaum profesional sudah terjadi.  Tinggal bagaimana pemimpin mengorkestra para profesional pintar untuk memajukan negeri yang penuh potensi ini.  Tepatlah yang pernah disampaikan seorang penulis , Blaine Lee, "The great leaders are like the best conductors - they reach beyond the notes to reach the magic in the players." Hasil empowerment yang diorkestra oleh pemimpin ini yang biasanya membelalakkan mata kita, membuat kita ternganga sekaligus merinding, seakan-akan keajaiban terjadi, padahal itulah daya dan kekuatan  individu profesional yang nyata dan mendasar saja. 

Dimuat di KOMPAS, 9 Agustus 2014

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com