was successfully added to your cart.

IT'S ALL ABOUT PEOPLE

IT'S ALL ABOUT PEOPLE

“Namun, dalam beberapa bulan terakhir, perbedaan pilihan politik seakan menjadi alasan untuk memisahkan kita. Padahal kita pahami bersama, bukan saja keragaman dan perbedaan adalah hal yang pasti ada dalam demokrasi, tapi juga bahwa hubungan-hubungan pada level masyarakat adalah tetap menjadi fondasi dari Indonesia yang satu.”

Demikian sepotong isi pidato  Bapak Presiden Terpilih Republik Indonesia terpilih periode 2014 – 2019 seusai ditetapkan sebagai pemenang oleh Komisi Pemilihan Umum. Beliau meyakini bahwa kekuatan sebuah negara bukan hanya terletak pada ketahanan nasionalnya, kekayaan alamnya, atau bahkan kemajuan teknologinya,  namun yang terutama justru pada manusia – manusia yang ada di dalamnya. Tentu saja angka penting, tentu saja sistem penting, pun teknologi penting, namun tanpa manusia – manusia yang kuat sebagai penunjangnya semua ini akan menjadi obsolete dan segera negara kita akan tertinggal dari negara – negara lain yang menempatkan manusia sebagai aset terbesarnya. Kita lihat bahwa negara – negara yang dinilai paling berbahagia dalam UN World Happiness Report (Denmark, Norwegia, Swiss, Belanda, dan Swedia) adalah negara-negara dengan tingkat ekonomi yang sangat baik dan ternyata yang menempatkan manusia sebagai poros utama terpenting dengan mengembangkan worklife balance  dan membangun lingkungan kerja yang sangat humanistik.

The Story of Purpose

Pesta demokrasi kali ini benar-benar berbeda dengan yang pernah kita alami selama ini. Berapa banyak mereka yang dahulu menyatakan diri golput kali ini dengan penuh semangat datang ke TPS, bahkan terlibat penuh semenjak awal kampanye, selama proses pemilihan bahkan sampai ikut memantau dan mengawal proses penghitungan suara. Sebuah pesta demokrasi yang penuh keriangan dengan begitu banyak relawan yang benar-benar secara sukarela bekerja secara sporadis menyumbangkan tenaga, waktu dan keterampilannya masing-masing untuk mengusung calon pilihannya menuju kemenangan. Jumlah relawan yang katanya bahkan melebihi kader dari partai koalisi itu sendiri, terdiri dari petani, nelayan, pedagang, pegawai swasta, seniman hingga anggota beragam komunitas dan organisasi. Apa yang membuat mereka semua rela bekerja siang malam, bahkan mungkin melebihi kerasnya mereka mengerjakan pekerjaan mereka sendiri?  Tidak lain tidak bukan keyakinan mereka yang membuat mereka percaya bahwa apa yang mereka kerjakan ini adalah demi sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri, yaitu demi Indonesia baru yang lebih baik. 

Viktor Frankl, seorang ahli psikiatri, mengeluarkan sebuah teori mengenai makna hidup hasil permenungannya selama menjadi tahanan dalam kamp Auschwitz. Ia menyatakan bahwa manusia dapat menemukan makna hidupnya melalui cinta, pekerjaan dan penderitaan. Pekerjaan yang dimaksudkan di sini adalah situasi  manakala manusia mampu berkarya. Kerja karenanya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari manusia. Pekerjaan harus mampu memberikan manusia otonomi yang cukup untuk menjadi kreatif dan menampilkan performa terbaiknya. Misalnya, seorang pegawai call center yang bekerja penuh dengan SOP-SOP yang baku sekalipun, membutuhkan adanya kesempatan untuk belajar, berkembang dan membantu pelanggan. Hal inilah yang bisa membuat ia ‘happy”. Sense of purpose inilah yang digunakan oleh Steve Jobs ketika ia merekrut John Sculley dari Pepsi untuk bergabung bersamanya di Apple, “Do you want to spend the rest of your life selling sugared water or do you want a chance to change the world?”.  

Tanggung jawab untuk menciptakan sense of purpose ini tidak melulu berada di pundak para pemimpin, namun organisasi secara keseluruhan perlu mengembangkan blue print yang komprehensif untuk membangunnya. Kita harus mengomunikasikan visi dan misi organisasi, melatih seluruh insan yang ada di dalam organisasi untuk bernafas selaras dengan nilai-nilai organisasi . Tentunya ini semua dimulai dari proses mencari orang-orang yang tepat yang sesuai dengan nilai – nilai ini. Banyak organisasi berusaha untuk me-re-engage manusia-manusianya. Industri finansial mendefinisikan ulang misi dan nilai-nilai organisasinya; perusahaan farmasi mengubah diri dari perusahaan “obat” ke perusahaan “kesehatan”. Ini adalah sebagian respons dari keinginan bahwa manusia adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri.  Kita tidak lagi hanya ingin individu – individu menjadi engaged . Kita ingin mereka sampai “married” di mana lebih jelas jelas dibutuhkan  komitmen yang lebih  penuh.  Seperti kata pepatah Jawa, “Urip iku urup”, maka individu-individu sebagai manusia perlu memberikan manfaat, sekecil apapun kepada sesama, organisasi, perusahaan, bahkan pemerintah dan negara. 

Manusia adalah “Produk”nya

Hari – hari saat seorang pemimpin terobsesi terhadap keuntungan material semata akan segera berakhir. Saatnya kini organisasi menyadari bahwa tugas seorang pimpinan adalah menginspirasi individu untuk berkontribusi. Karyawan masa kini tidak lagi menginginkan karir semata, melainkan lebih kepada mendapatkan “nilai” dari karyanya. Para millenial yang disebut  gen Y yang begitu menyita perhatian para pemimpin organisasi belakangan ini dengan segala keunikan mereka menginginkan pekerjaan yang lebih menuntut kreativitas, lebih mudah, lepas dari beragam aturan yang menurut mereka tidak perlu, namun juga memberikan makna yang lebih mendalam. 

Untuk memahami mereka kita perlu melihat mereka sebagai customer kita sehingga kita berusaha untuk menggali kebutuhan mereka dan menempatkan mereka sebagai prioritas utama organisasi. Riset menunjukkan lebih dari 70% para Gen Y ini ingin menjadi seorang enterpreneur dan memiliki perusahaan mereka sendiri. Mereka melihat kekuatan dari perkembangan teknologi internet yang demikian cepat dan bahwa tidak selamanya organisasi yang besar memberikan jaminan stabilitas ekonomi. Jadi,  bilamana kita ingin memotivasi para Gen Y ini, kita perlu memberikan mereka kesempatan untuk membangun, berinovasi dan mencipta. 

Selain itu, Gen Y percaya dengan adanya keterbukaan dan transparansi di setiap titik. Kita lihat betapa kuatnya pergerakan anak-anak muda ini dengan crowdsourcing¬-nya memanfaatkan open data KPU  ketika mereka mengawal penghitungan suara dalam pemilu kemarin.

Belajar dari para milenial alias gen Y ini, kita perlu sadar betapa uniknya mahluk tertinggi ciptaan Allah ini. Salah salah memang seorang pemimpin tidak bisa mengendalikan manusia, yang merupakan satu satunya produk organisasi yang tak lekang dimakan jaman. Kita tidak bisa lagi “mempertahankan” manusia, kita hanya bisa “menarik” mereka. Kita tidak lagi bisa “meng-engage” mereka, namun kita bisa “menginspirasi dan mendukung” mereka. Kita tidak lagi hanya “melatih” mereka tapi lebih dari itu kita harus membuat mereka “mampu belajar” dan “memberikan mereka kesempatan untuk berkembang”. 

Mudah mudahan Bapak Presiden terpilih, yang banyak didukung anak muda, tetap akan menyadari bahwa terlepas dari  fokus perbaikan pada sektor finansial, manusia tetap dipentingkan karena manusialah pemainnya sekaligus produknya. 

 

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com