Ada sesuatu yang unik yang menemani tim Jerman menjadi juara dunia FIFA World Cup 2014 di Brazil. Pelatih Bierhoff dibantu oleh perusahaan SAP menciptakan platform digital Match Insight, yang bisa dimanfaatkan oleh para pemain untuk berkomunikasi secara digital. Pelatih pun bisa membuat program latihan yang lebih simpel namun efektif untuk para pemain. Bierhoff menunjukkan betapa hebat analisa yang dilakukan oleh aplikasi ini. Misalnya saja dalam sebuah latihan dengan sepuluh orang pemain yang berlatih, alat ini dapat memberikan sekitar tujuh juta titik data untuk dianalisa dalam hitungan 10 menit. Statistik tiap pemain bisa dengan mudah dipantau dengan aplikasi ini sehingga membantu pelatih untuk memberikan porsi latihan yang tepat, memilih pemain mana yang akan diturunkan dalam sebuah pertandingan, tergantung dari pemain yang akan turun di pihak lawan. Kekuatan dan kelemahan tim , kerjasama anggota tim, maupun tim lawan dan setiap individu pemain diperhitungkan di kamar ganti.
Penggunaan GPS untuk mengukur stamina setiap pemain Jerman juga salah satu langkah yang bisa membuktikan bahwa kita sedang memasuki era baru dalam pertandingan olahraga. Mereka siap dan mempunyai data mengenai kekuatan tim Brasil tanpa Silva dan Neymar. Dalam pertandingan olahraga masa depan, bukan cuma kekuatan pemain yang diadu, melainkan juga kecanggihan inovasi teknologi .
Bagaimana dengan kerja tim di lingkungan perusahaan, organisasi ataupun politik. Bisakah kita memasang GPS di pinggang setiap manajer kita untuk mengukur kekuatan daya pikir, emosi dan pengaruhnya ke kinerja tim? Juga tantangan presiden kita yang baru, untuk memilih para pemain timnya, para menteri, para kepala staf, dan jajaran eksekutif pengurus negara lainnya? Kita mendengar adanya koalisi, kooperasi, saling mendukung dalam pembentukan tim kabinet baru. Kita sudah mendengar tidak akan ada istilah “bagi-bagi kursi’, dan menjanjikan di tunjuknya para profesional berpengalaman yang mumpuni di masing masing bidang serta instansi untuk segera dapat berkinerja tanpa banyak cing cong lagi. Bagaimana dengan kerjasama antar individu individu ber-Ego besar ini? Apakah kita bisa menjamin persatuan dari orang orang berbagai disiplin, faham, ideologi dan latar belakang ini?
Rasio plus-minus
Tentunya sulit bagi kita mendapatkan anggota tim yang ‘dari sananya’ sudah prima. Seorang ‘coach’ tim hoki mengatakan bahwa dalam membentuk tim , kita tetap harus memulai dengan menghitung. Mungkin inilah yang dilakukan oleh para ahli sepak bola ketika membuat program Match Insight itu. Sebelum kita memfokuskan pada tujuan bersama, seorang pemimpin perlu mempelajari kekuatan dan kelemahan anggota timnya dahulu. Lengkap dengan konflik yang akan ditimbulkan dalam mempersatukan tim ini. Tidak bisa ada dua ego yang tidak mengalah. Tidak boleh ada energi negatif yang dipelihara terus-terusan. Setiap kepribadian perlu dipertimbangkan, karena setiap kepribadian perlu berpartisipasi dalam kohesi kelompok. Inilah tantangan pemimpin. Pemimpin harus menciptakan energi positif yang berfokus pada kepribadian individu selama ini. Seorang pemimpin yang tidak pernah mempedulikan pengembangan pribadi anggotanya, apakah itu individu anggota tim pramuka, pendaki gunung, artis ataukah anggota kabinet, pada suatu saat akan mengalami hambatan ketika menghadapi situasi yang sangat menantang, politis dan sulit.
Team Chemistry
Berkaca pada dunia olah raga, ‘chemistry’ tim juga memang sudah menjadi pembicaraan yang penting. Pemain yang mewakili negara masing masing, dapat dikatakan berasal dari tim sepakbola yang berbeda. Tak jarang pelatih yang mengasuh juga berasal dari negara dan kultur yang berbeda pula. Namun ketika sudah mengenakan kaos tim nasional, pemain yang profesional sudah pasti mengesampingkan perbedaan-perbedaan ini, karena sebagai timnas mereka memiliki tujuan dan kepentingan nasional. Di sinilah peran pelatih sebagai manager dan coach. Sebagai manajer ia bertanggung jawab penuh atas pengelolaan teknis tim, dan sebagai coach ia harus mampu mengelola hati para pemain, memastikan chemistry yang terjalin kuat.
“Chemistry” dihasilkan oleh anggota tim yang sadar bahwa konflik internal harus digarap. Tidak bisa ada individu yang menolak untuk berpartisipasi. Tiap individu perlu mengeluarkan enerjinya untuk mengolah chemistry kelompok. Tiap individu harus mengorbankan dan menekan ‘power struggle’ nya agar tim tidak terpilah pilah. Hanya dengan kontrol diri , sekaligus motivasi untuk menyumbangkan kinerjanya, maka sebuah tim dapat mengambil manfaat dari tokoh tokoh individual yang kuat tadi.
Merekat kepribadian
Belakangan ini, masyarakat luas bisa banyak mempelajari kepribadian. Kita banyak menyaksikan individu yang berbalik ideologi. Ada yang demikian menggebu gebu sampai bersumpah untuk melakukan hal yang sangat mustahil dilakukan. Ada yang saling menghina , untuk memperoleh simpati. Seorang pelatih atletik mengatakan : “Setiap pemimpin, tidak bisa lepas dari fokusnya pada ‘sikap’ pemainnya, dan ajakan untuk berfikir ke tujuan yang sama dahulu.” Sikap seseorang itu akan tercermin dari perilaku dan kata katanya, dan akan mempengaruhi ‘mindset’ tim selanjutnya. Bila hal itu tidak diperhatikan dari awal proses pembentukan tim, maka kinerja tim tidak bisa diharapkan akan melejit. Bukankah dalam latihan ketentaraan , sikap dalam kehidupan sehari hari juga menjadi dasar dari kinerja selanjutnya? Tantangannya adalah bagaimana kita bisa menyatukan ‘mindset’ dan ‘spirit’ dalam waktu singkat , di antara individu dari berbagai instansi, pengalaman, dan ideologi.
Seorang ahli mengatakan, bahwa seberbedanya orang, ada hal yang universal yang langsung bisa digelitik dalam setiap individu. Pertama tama , entusiasmenya. Dengan keyakinan bahwa setiap individu bisa menggalakkan ‘passion’ nya sepenuh hati, untuk mencapai misi yang mulia , maka energi positif akan beredar, dan melipatgandakan kekuatan tim. Suasana respek dan kondusif lebih mudah tercipta, bila memang setiap anggota tim menyadari dan mendukung misi kelompok. Hal yang juga penting adalah integritas. Sepanjang setiap anggota tim , transparan dan teraba integritasnya , maka ‘code of ethics’ dengan cepat bisa berkembang , sehingga kemudian, konflik, debat, perbedaan pendapat bisa berlangsung tanpa agenda yang tercemar dan bahkan bisa membuat dinamika kelompok yang progresif. Bukankah indah bila kita dalam tim yang kompetitif, yang sedang dilanda krisis, atau dalam situasi pasca konflik politik mendengar kalimat kalimat : “Kami bisa bantu apa?” “Apa yang kita pelajari dari situasi kemarin?” “Bisakah kita duduk bersama untuk mendalami proyek bersama?”
Dimuat di KOMPAS, 26 Juli 2014