was successfully added to your cart.

BERPIKIR STRATEGIS

Di masa pemilihan calon presiden seperti ini, sebagai orang awam, kita jadi lebih sering mendengar kata “strategi” diungkapkan saat membahas manuver dari partai-partai politik. Kita yang biasanya tidak berminat dengan politik pun, sedikit banyak mulai mengamati bagaimana partai-partai berstrategi untuk memperoleh “kemenangan”. Ada yang berkomentar bahwa  ada partai yang menunggu “di tikungan”, ada juga yang menganalisis bahwa pada detik-detik terakhir akan ada partai yang berbalik arah pula. Ya, partai politik jelas harus pandai berstrategi, misalnya dengan berkoalisi untuk memenangkan suara terbanyak ataupun memenangkan “agenda” partainya secara jangka panjang. Di sisi lain, perusahaan atau pimpinan organisasi pun jelas perlu pintar berstrategi, untuk memenangkan kompetisi bisnis, meraih pelanggan sebanyak-banyaknya, bahkan juga untuk “survival” perusahaan.

Dari penelusuran asal katanya, “strategi” dulu diartikan sebagai seni perang seorang jenderal dalam memimpin pasukan, berupaya meraih kemenangan dengan situasi dan sumber daya yang tersedia. Dari sini, kita bisa menyimpulkan bahwa berstrategi bukan sesuatu yang sudah jelas standar prosedur ataupun rumusnya, tetapi justru tindakan mencari jalan keluar atau taktik untuk memenangkan peperangan, atau di jaman sekarang, persaingan. Kita juga perlu sadar bahwa kesadaran untuk memikirkan tindakan strategis, tidak semata menjadi tanggung jawab pimpinan perusahaan saja, tetapi harus bisa menyebar ke pimpinan divisi, bahkan langsung ke tiap-tiap individunya. Kita bisa saja sangat produktif, fokus pada penyelesaian proyek, dan berfokus pada kinerja kita, tetapi apakah kita juga meluangkan waktu untuk berpikir, mengamati dan menganalisis apa yang sedang kita lakukan, untuk kemudian mengubah, membelokkan upaya dan mencari jalan yang lebih efisien? Bayangkan apa jadinya bila kita menjalankan aktivitas rutin kita, yang sudah direncanakan setahun sekali, tanpa banyak menelaah, mengkoreksi, dan memperbaikinya. Situasi  seperti ini  bisa aman-aman saja, bila dunia ini memang statis. Padahal, kenyataannya saat ini, industri, kompetitor, dan pelanggan, semuanya berubah, tanpa permisi. Melakukan hal hal yang sudah-sudah saja, jelas akan sangat berisiko.

Di Indonesia, tokoh-tokoh seperti Ignasius Jonan, Basuki Tjahaja Purnama, dan Tri Rismaharini merupakan segelintir orang yang mampu mengartikulasikan berpikir strategis ke dalam tindakan sederhana yang memberi dampak nyata. Jonan, misalnya, menegaskan kembali hakikat PT Kereta Api yang sebagai organisasi pelayanan publik yang bergerak dalam bidang transportasi. Ia melakukan segala upaya untuk kembali membangkitkan ‘khittah’ PT Kereta Api sebagai moda transportasi pilihan yang aman dan nyaman. Berbagai manuver, yang tidak ‘kepikiran’ oleh pendahulunya dikerjakan Jonan, yang sebetulnya tidak selamanya langsung berkaitan dengan alat transportasinya sendiri. Perbaikan tempat parkir, pengamanan pedagang kaki lima, dan pembersihan stasiun, merupakan prioritas Jonan. Inilah tindakan yang oleh Jonan terlihat akan mempunyai dampak langsung terhadap operasional sekaligus untuk kepentingan jangka panjang, yang sementara oleh orang lain mungkin dinomorduakan.  

Menghubungkan Ide, Rencana dan Sumber Daya

Kita pasti bisa mengamati bahwa ada manuver pemimpin atau manajemen perusahaan yang tidak berstrategi, reaktif, asal tabrak, sehingga organisasi tidak maju, bahkan mengalami kemunduran. Di sisi lain, ada perusahaan yang telah menetapkan rencana jangka panjang, serta membedakannya dengan rencana jangka pendek, namun tetap tidak berhasil juga memenangkan kompetisi pasar. Bagi perusahaan yang telah menetapkan rencana tahunan, bisakah kita katakan bahwa perusahaan ini berstrategi?. Berpikir strategis adalah menciptakan kaitan antara ide, rencana, dan individu-individu, yang tidak selamanya terlihat oleh orang lain. Hal penting lain dalam berpikir strategis adalah memilih jalan mana yang akan diambil dan mana yang tidak diambil. Kita tahu, semua pilihan, pasti mengandung risiko dan konsekuensinya, tetapi yang jelas, memilih memang sudah menjadi tuntutan jabatan dari setiap profesi. 

Orang yang strategis, melihat dunia seperti ‘web’ atau ‘jaring’ yang menghubungkan ide-ide, individu dan kesempatan, yang akan membuat mereka berpikir lebih maju lagi. Individu yang strategis tertarik untuk membuat koneksi yang lebih intensif. Saat sebuah organisasi ingin mengganti perangkat lunaknya dengan sistem yang lebih baru, terkadang manajer IT tidak menyadari bahwa divisi lain, misalnya pelayanan pelanggan, juga sedang membenahi standar pelayanannya. Mengingat pekerjaan IT tidak berkaitan dengan garda depan, bisa saja manajer IT ini menjalankan upaya penggantian sistem, tanpa berkomunikasi dengan divisi lain. Padahal bila ia meluangkan waktu sejenak untuk berdialog dengan divisi pelayanan pelanggan tersebut, ia tidak perlu bekerja dua kali. Ini baru contoh dari tindakan strategis yang sederhana. Bila saja hubungan dan komunikasi antar divisi digalakkan, ada kemungkingan perusahaan bisa mendapatkan masukan, memperoleh vendor lain untuk kepentingan pembaharuan perangkat lunaknya, dan bahkan masukan-masukan lain yang tidak disangka-sangka. 

Berorientasi Masa Depan

Banyak cerita pelajaran mengenai pemikiran strategis, yang justru menuai kritik dan celaan dari kolega terpercaya yang tidak memiliki keyakinan yang sama. Apa yang dialami Steve Jobs di Apple Corporation merupakan salah satu contoh nyata. Ia sempat digulingkan oleh para kolega yang tidak yakin dengan apa yang dilakukannya. Beruntung bahwa Steve Jobs tidak mundur begitu saja, namun dengan keyakinan terhadap visi-misi mengenai desain dan kesederhanaan yang akhirnya membuat ia Apple kembali menelurkan produk-produk inovatif seperti Iphone dan Ipad. 

Kita juga perlu ingat bahwa tidak selamanya strategi dilakukan dalam besaran organisasional dengan budget besar dan berjangka tahunan. Terkadang, tindakan kecil dalam rencana besar, bisa membuat organisasi mengalami kemenangan. Tindakan memilih hubungan baik dengan mitra kerja tertentu untuk kepentingan masa depan, merupakan suatu tindakan strategis. Memindahkan seorang junior untuk dipasangkan dengan senior yang berpengalaman, dengan memberi tanggung jawab lebih, juga adalah tindakan strategis. Kita juga harus sadar bahwa berpikir strategis bukanlah tujuan akhir, namun berpikir strategis merupakan bagian dari langkah yang diambil untuk menjaga agar tujuan tercapai.  Individu maupun organisasi, yang sering disebut oleh Arie De Geus sebagai Living Organism, sama-sama memiliki tujuan positif yang ingin dicapai. Hanya saja, yang perlu dengan jelas dijawab adalah  apakah kita tahu apa yang ingin dicapai? Seberapa kita mengetahui sumber daya yang diperlukan dan yang sumber daya yang kita miliki. Dan, mengingat strategi adalah berpikir jangka panjang, relakah kita jika upaya yang kita lakukan memerlukan waktu untuk mencapainya,  sehingga bukan kita yang menikmatinya? 

Dimuat di KOMPAS, 17 Mei 2014

 

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com