was successfully added to your cart.

PERANG DINGIN

Saat kecil, kita pasti diajarkan ilmu “sapu lidi”: “Bersatu kita Teguh, Bercerai kita Runtuh”. Menarik memang bila kita melihat dalam organisasi, apakah itu partai politik ataupun perusahaan yang berorientasi bisnis, kita masih terus mengeluhkan dan berjuang untuk betul-betul bisa bersinergi. Terbukti betapa sinergi ini bukan hal yang sepele untuk dilakukan, bahkan perlu diagendakan terus menerus. Dalam sebuah simulasi bisnis, ketika antar tim tidak segera melihat kebutuhan untuk bersinergi, seorang peserta bertanya, “Apa latar belakang keingingan individu untuk tidak bekerjaama? Bukankah jelas-jelas organisasi memiliki tujuan yang sama”. Saat kita telaah, kita bisa melihat bahwa terkadang pendorong untuk tidak bekerja sama itu tidak diciptakan di perusahaan. Kita tahu bahwa antar divisi di peruashaan tidak bersaing memperebutkan “kue” dalam pasar yang sama. Kita pun bisa melihat bahwa atasan tidak hendak mengadu domba. Jadi, mengapa ada kehendak untuk bersaing secara internal dan bahkan mengalahkan pihak lain, sementara sebetulnya mereka itu bukan musuh? 

Perang dingin bukan saja dikenal terjadi antara Amerika dan Rusia dulu, saat negara-negara adidaya itu berebut pengaruh di dunia. Di perusahan kecil pun, perang dingin bisa terjadi. Kita bisa merasakan perang dingin  pada saat divisi satu dengan yang lain berjuang keras mencapai target, tanpa berbagi informasi. Situasi ini pun bisa berkembang tidak antar divisi saja, tetapi juga antar individu. Dari segi ‘rasa’, kita merasakan ketegangan dalam interaksi sehari-hari, dan akan memanas apabila muncul konflik kepentingan. Sering kita dengar isu mengenai si A si B yang tidak terlalu pandai tetapi pandai mendekati atasan, misalnya. Kita pun kerap mendengar keluhan bahwa ada “likes dan dislikes” atasan sehingga rasa iri beredar dan berkembang tanpa kontrol. Bahkan, keadaan bisa meruncing sampai tumbuh praktik-praktik intrik, berkelompok yang tidak sehat, tidak asertif, bahkan kadang-kadang mengeluhkan hal-hal yang tidak benar adanya. Di mana-mana, di dunia ini, situasi seperti ini terjadi. Kita semua sering merasakannya. 

Perusahaan dengan kualitas manusia-manusia yang dengan sengaja melanjutkan perang dingin ini, pastilah benar-benar tidak sadar bahwa persaingan pasar di luar sangat kejam. Sikap memikirkan diri sendiri akan menyebabkan kita kehilangan ‘passion’ untuk merebut pasar, bahkan menghambat kemajuan diri pribadi kita. Kepekaan kita melihat momentum di pasaran jadi tumpul. Kerugian lebih besar bila pekerjaan kita sebetulnya menuntut kita untuk melakukan ‘networking’ di luaran. Energi kita untuk banyak bergaul pastilah akan terkuras bila kita terus mempertahankan perang dingin di tim internal. Kita pasti akan selalu ketinggalan kereta. Di jaman modern begini, di mana kesempatan terbuka lebar, komunikasi sangat dimungkinkan untuk dilakukan dengan transparan, pasti ada yang bisa diperbaiki. 

Keberbedaan yang Positif

Di dalam organisasi, kita pasti bisa melihat bahwa setiap individu atau kelompok memiliki ‘modal’ dan ‘karakteristik’ yang berbeda-beda. Ada pihak yang memang memiliki akses lebih pada informasi penting, ada yang tidak. Ada pihak yang memiliki tim lebih besar, namun ada yang lebih di jalur spesialis karena memiliki keahlian khusus. Terkadang, kita sendiri yang kemudian menciptakan suasana pahit dengan tidak disengaja, bila kita merasa tidak memiliki “sumber daya” sekuat pihak lain. Sebaliknya, pihak yang memiliki “sumber daya” atau “modal” yang besar, bisa juga merasa paling penting, paling berperan dalam keberhasilan organisasi, mengabaikan kontribusi pihak lain dalam mencapai keberhasilan. Kita memang harus selalu ingat bahwa perkembangan pasar global ini menyebabkan kita harus merangkul keberbedaan sambil menguatkan kualitas kita yang ‘beda’ pula. Diversity atau keberagaman bukan menuntut orang lain untuk mengikuti gaya pribadinya. Sebaliknya, keberagaman ini perlu kita angkat secara elegan dengan mengembangkan sikap saling menghargai.

Dalam skala individu, kita perlu menyadari bahwa ada orang yang lebih bagus dalam hal tertentu daripada kita. Pasti ada orang yang mempunyai kedekatan tertentu dengan orang lain. Pasti ada kelebihan orang lain, yang diperolehnya secara di sengaja atau tidak disengaja. Pasti ada orang lain yang lebih beruntung daripada kita. Ini kenyataan hidup. Sebaliknya, kita pun harus yakin bahwa kita pun spesial, tidak perlu sibuk membandingkan diri dengan orang lain, karena kesibukan inilah yang membuat kita tak mampu berkembang. Perasaan negatif inilah cikal bakal tidak bisanya kita mempercayai kekuatan diri, tidak mengembangkan potensi diri dan tidak bisa berkekuatan untuk keluar dari lingkaran getir yang kita buat sendiri. Kita perlu ingat bahwa kitalah yang bertanggung jawab atas ‘happiness’ diri kita, Itu sebabnya kita perlu mengembangkan penghargaan pada diri sendiri, tidak pesimis, mengembangkan sikap tulus dan berusaha untuk berada di luar lingkaran negatif seperti ini. 

Dewasakan diri   

Sinergi hanya bisa dimungkinkan bila individu di dalam organisasi menyadari kebutuhannya untuk selalu mendewasakan diri. Hal ini krusial karena untuk bersinergi kita perlu kesiapan untuk bertoleransi lebih banyak. Langkah pertama adalah menjadikan kegiatan mawas diri sebagai agenda rutin. Kita perlu bertanya pada diri sendiri: “Tuluskah komunikasi saya pada rekan sekerja? Terbukakah kita melihat beda pendapat? Bagaimana perasaan kita melihat orang lain sukses, atau saat melihat ia gagal? Apakah kita dalam pemikiran dan kegiatan sehari-hari lebih banyak memikirkan rasa untuk “diterima” atau membuat kontribusi signifikan? Kita perlu sadar bahwa meskipun bekerja di perusahaan yang sudah punya nama, kita semua tetap harus berjuang untuk membuat keunikan dan terobosan di pasar.  

Kita perlu sadar bahwa fokus kita adalah memperjuangkan kualitas. Untuk itulah perlu sadar bahwa jalan terbaik adalah berkoalisi dengan orang lain, bukan menyerang. Sikap yang perlu dikembangkan adalah fokus pada tanggung jawab untuk bersama mencapai tujuan. Ujian bagi kematangan dan kedewasaan kita adalah saat kita mampu untuk melihat dan memahami ketidaksempurnaan orang lain, kemudian justru mengambil hal positif dari kekuatannya, dan saling mengisi. Bila rekan mempunyai kekurangan, kita perlu juga belajar bersikap asertif, tidak agresif tapi juga tidak ‘pasif-agresif’. “Rasa’ tidak suka memang manusiawi, tetapi kita bisa rajin menyetel persepsi kita, sehingga kita akan terbiasa mengubah sudut pandang kita. Kita perlu terus mengeluarkan tenaga ekstra untuk mencapai atmosfir kerja yang nyaman.     Sinergi adalah penyusunan kekuatan dari individu-individu dewasa, yang mengaduk kekuatan dan kelemahan menjadi positif dan produktif.

Dimuat di KOMPAS, 19 April 2014

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com