“Leadership is rarely a solo ride”.
Budaya tiap-tiap perusahaan mengenai leadership memang berbeda-beda. Kebanyakan perusahaan fokus mengembangkan pimpinan hanya pada individu-individu pilihan saja, dan membiarkan individu sisanya untuk berkonsentrasi semata pada tugas-tugasnya. Namun, di Unisys, sasaran perusahaan adalah bukan menciptakan 25 pemimpin, tetapi 2500 orang pemimpin! ”Bila kita ingin mempunyai kekuatan di lingkungan bisnis, kita harus berfokus pada pengembangan pemimpin”, demikian ucap CEO Unisys.
Pengalaman menunjukkan bahwa suksesi yang berfokus pada beberapa “bintang” perlu kita tinggalkan. Kita lihat bahwa beberapa perusahaan raksasa di Indonesia, yang sudah mencalonkan beberapa ’putra mahkota’ pilihan, akhirnya perlu merekrut calon-calon baru sampai akhirnya menemukan pendobrak yang cocok. Tentunya kita bisa bayangkan kerugian perusahaan ini dari segi kesempatan dan waktu yang sudah tersia siakan.
Saat suksesi tidak menjadi perhatian, bisa jadi atasan tanpa sadar ‘membunuh’ kepemimpinan bawahan, misalnya saja melalui pelecehan psikologis, tidak memberikan kesempatan pada anak buah untuk menjadi berani dan mengambil resiko, atau tidak jelasnya kewenangan, akuntabilitas dan tanggung jawab. Bisa kita lihat, ada kantor berisi bawahan yang kurang pede semua, karena tidak ditumbuhkannya ‘rasa’ kepemimpinan sebagai semangat dalam organisasi.
Dari Unysis, kita lihat bahwa perusahaan bukan saja menciptakan beberapa pemimpin, tetapi siap berbudaya “kepemimpinan”. Bisa jadi, ada juga ungkapan sinis terhadap perusahaan ini: “Too many chiefs, no Indians”, terlalu banyak kepala, tidak ada buntutnya. Namun, untungnya bagi perusahaan seperti Unysis adalah mereka bisa terhindar dari riuh-rendah gembar-gembor kurangnya pemimpin bagi organisasi, yang bolak-balik dikeluhkan banyak organisasi, bahkan juga oleh negara kita. Mengingat, perusahaan yang hanya ‘task-oriented’ pada akhirnya akan mengalami kesulitan dalam menentukan dan membelokkan sasaran strategiknya dan beradaptasi. Yang jelas, kita sebetulnya bisa mem-”benchmark” lembaga-lembaga yang mempunyai keyakinan bahwa melalui kuatnya pertumbuhan kepemimpinan, perusahaan akan lebih produktif dan kreatif.
Perencanaan dari “TOP”
‘Teknologi’ suksesi sebenarnya tidak bisa dipisahkan dari rencana strategik perusahaan. Ada perusahaan yang sudah demikian nyamannya berada dalam comfort zone sehingga menyerahkan teknologi suksesi ini pada manajer SDM-nya. Padahal perusahaan seperti GE dan IBM memprioritaskan proyek ini pada board of directors-nya dan memperhatikan proses suksesi ini sampai tembus di level supervisor sekali pun. Manajemen puncak perlu terlibat pada sesi-sesi diskusi kalibrasi talenta yang perlu diadakan paling sedikit 6 bulan sekali . Diskusi-diskusi seperti ini, tanpa disadari juga bisa meningkatkan rasa kompak , kerja tim , tumbuhnya saling percaya, bahkan ”kemesraan” di antara manajemen perusahaan.
Pendekatan “Work in progress”.
Mengisi sebuah jabatan dengan orang yang lebih junior sebenarnya sudah dilakukan bertahun-tahun, dan sering mengalami kegagalan. Terutama bila kita sama-sama mengharapkan bahwa si pemegang jabatan baru adalah seorang “superman”, yang membawa “terobosan terobosan“ baru. Sering tumbuh ungkapan sinis “Ternyata si bintang tidak melakukan apa apa tuh…”.
Bila kita memberi kesempatan kepada si anak muda untuk ’bertugas’ di jabatan baru, maka lingkungan perlu melihat bagian tersebut sebagai bagian yang sedang “dalam perbaikan”. Ada peluang untuk perbaikan dan ada kondisi yang tidak sempurna untuk beberapa saat. Ia pun perlu mendapatkan mentoring dan coaching intensif dari para seniornya untuk menjamin kesuksesan. Dengan demikian, bisa kita harapkan berkurangnya acara hengkang para ’calon bintang’, yang turnover-nya akhir-akhir ini sudah mencapai 30% lebih besar dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu.
Projek projek ”Ad-hoc”
Pendekatan yang juga sudah dikenal dan mudah dilakukan adalah menugaskan karyawan bertalenta untuk menyelesaikan proyek-proyek ad hoc perusahaan, seperti pembenahan stok, pembuatan system IT untuk proses bisnis tertentu, ataupun perbaikan proses bisnisnya. Dengan demikian perusahaan bisa menjaga fokus strategiknya, bisa berfokus pada kompetisi, sementara memberi kesempatan pada calon-calon pemimpin untuk mengambil resiko, mencari solusi dan berpikir strategik. Kesempatan ini akan membuat potensi dalam organisasi lebih “terlihat”. Para karyawan pun bisa lebih merasakan gairah dan dinamika perusahaan dan mempunyai ’rasa’ atas pencapaian sasaran .
Jangan menunggu godot
Bahwa ada perusahaan yang tidak memikirkan suksesi memang perlu jadi pertimbangan setiap karyawan, apalagi bagi mereka yang merasa berenergi besar dan bertalenta kepemimpinan. Mengeluh dan bersikap apatis sampai kapan pun tidak akan membawa hasil. Hal yang bisa kita lakukan adalah membuat usulan yang “workable”, sehingga bila ide diterima dan kita yang disuruh mengerjakan, kita sanggup mengerjakannya. Upaya agar “terlihat” lagi-lagi adalah murni usaha si karyawan.
(Ditayangkan di KOMPAS, 9 Desember 2006)