Sejak belajar Psikologi di bangku kuliah, saya diajarkan bahwa manusia itu unik. Faktor yang kuat seperti DNA sekalipun tidak dapat mencetak manusia yang sama. Faktanya, jika kita bandingkan diri kita dengan saudara bahkan kembaran kita sekalipun hasilnya tidak benar-benar sama. Bagaimana kita berpikir, berbicara, bertindak dan gerak-gerik tubuh kita memperlihatkan perbedaan yang nyata. Perbedaan ini yang menentukan seseorang dalam bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain. Dalam keseharian hal ini kita kenal dengan “sifat” seseorang dan dalam psikologi dikenal dengan istilah “kepribadian”.
Bahasan mengenai kepribadian seakan tidak ada matinya, berbagai ahli mengeluarkan alirannya masing-masing, berbagai penelitian telah dilakukan dengan mengkaitkan kepribadian didalamnya. Lalu bagaimana kaitannya dengan metode coaching yang sedang maraknya di dunia per-HR-an?
“Coaching” memiliki kata dasar “coach”. Menariknya dari istilah ini, ternyata berasal dari nama sebuah desa kecil di Negara Hungaria, “Kocs”. Di masa lampau desa ini terkenal akan produksi gerobak atau kereta kuda yang digunakan untuk mengangkut manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya. Dari istilah “Kocs”, gerobak atau kereta kuda merupakan metafora dari proses coaching, yaitu membawa seseorang dari satu kondisi sekarang ke kondisi yang diinginkan. Saat ini metode coaching digunakan oleh berbagai organisasi yang menginginkan performa karyawannya meningkat sehingga berdampak pada pencapaian dan kemajuan organisasi.
Demi mencapai perbaikan atau pengembangan coachee, disadari ataupun tidak, fokus coaching lebih pada “Apakah masalah orang yang akan saya coach?” dibandingkan “Orang seperti apa yang akan saya coach?”. Padahal gambaran coachee juga penting untuk digali. Ibaratnya dalam dunia kedokteran, kita memperkecil kemungkinan untuk memberikan treatment yang sama untuk penyakit yang sama terhadap orang yang berbeda. Mengapa? Untuk menghindari alergi atau efek samping yang tidak diharapkan. Lebih jauh lagi, hasil penelitian Bolen, Nei & Fuhrmeister (2014) menunjukkan bahwa pemahaman coach terhadap karakteristik kepribadian dan nilai-nilai coachee dapat meningkatkan efektivitas coaching.
Hogan Assessment memberikan informasi mengenai kekuatan dan area pengembangan seseorang sekaligus gambaran kepribadiannya. Sebagai contoh, apabila kita mendapatkan gambaran coachee yang tidak ramah, kurang suka bergaul atau menarik diri, maka kita perlu membina hubungan yang cukup nyaman dan akrab terlebih dahulu di awal proses coaching. Kita tidak bisa terburu-buru atau langsung masuk ke dalam diskusi mengenai kekuatan dan area pengembangan. Bisa-bisa nantinya coachee akan berbicara secukupnya sehingga kita kurang paham dan sulit membantu lebih jauh lagi. Selain itu, proses coaching juga akan berjalan dengan kurang terbuka dan canggung.
Dengan hasil Hogan Assessment, kita sebagai coach menjadi lebih siap, lebih percaya diri dan lebih “berisi” untuk menghadapi orang yang akan kita coach.
*catatan
coach : orang yang memberikan coaching
coachee : orang yang diberikan coaching
Sumber:
http://www.hoganassessments.com/sites/default/files/uploads/Coaching_Personality.pdf