was successfully added to your cart.

PSIKOLOGI KERENDAHAN HATI

PSIKOLOGI KERENDAHAN HATI

Seminggu sudah berlalu, tetapi euforia sebagian rakyat Indonesia, khususnya teman-teman Katolik, masih tetap terasa sampai sekarang. Dalam kunjungan bersejarahnya ke Indonesia, Paus Fransiskus tidak hanya mencuri perhatian karena pidatonya yang inspiratif, tetapi juga dengan tindakan-tindakannya yang mencerminkan karakteristik kepemimpinan yang jarang ditemui saat ini, yaitu kerendahan hati.

Mulai dari pemilihan pesawat komersial, mobil yang ditumpanginya, jam tangan, sepatu, sampai kamar menginapnya sungguh mencerminkan kesederhanaannya. Bandingkan dengan mobil mewah para pejabat negara pada perayaan 17 Agustus kemarin di IKN, hingga kepongahan para pemamer gaya hidup mewah atau para selebritas dengan pesawat jet pribadi, barang bermerek, dan keasyikan kegiatan flexing, tanpa rasa, seolah hidup di negeri dongeng ketika rakyat lainnya masih kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Kerendahan hati bukanlah citra kelemahan

Dalam hidup sehari-hari, terkadang kita mencampuradukkan antara rendah hati dengan rendah diri sehingga melihatnya sebagai suatu kelemahan mereka yang tidak percaya diri.

Namun demikian, dalam perspektif psikologi modern sebagaimana dikemukakan dalam penelitian Hogan Assessments, kerendahan hati atau humility adalah kekuatan psikologis yang lebih sustain dibandingkan dengan karakter yang tampil lebih dominan seperti arogansi.

Karakter-karakter dominan mungkin merupakan jalan paling cepat untuk langsung menuju puncak karier, karena menarik perhatian banyak pihak sehingga sering dipandang sebagai sebuah kekuatan dalam budaya populer. Sementara itu, kerendahan hati menawarkan jalan menuju kesuksesan yang lebih stabil dan tidak terlalu terlihat.

Pemimpin yang rendah hati biasanya mencapai status mereka dengan mendorong pertumbuhan orang lain, terlibat dalam pendampingan, dan menciptakan jaringan pengikut yang berkemampuan tinggi, loyal, dan antusias.

Bob Hogan mendefinisikan humility sebagai “kebebasan dari kesombongan atau arogansi”. Humility bukanlah kelemahan atau penolakan terhadap diri sendiri. Ini adalah kesediaan untuk menyerahkan diri kepada sesuatu yang “lebih tinggi”, menghargai orang lain, dan mengenali batas kemampuan atau otoritas seseorang yang berdampak pada terciptanya iklim kerja yang kolaboratif dan inovatif.

Penelitian yang dilakukan Hogan juga menunjukkan bahwa kerendahan hati berkontribusi terhadap kesejahteraan psikologis karena pemimpin yang rendah hati cenderung lebih puas dengan pekerjaan mereka. Penelitian dari Bradley Owens, Universitas Bringham Young, pun menunjukkan, tim dengan pemimpin yang rendah hati memiliki kinerja yang lebih baik.

Humility memainkan peran penting dalam kepemimpinan karena beberapa alasan. Pertama, pemimpin yang rendah hati lebih terbuka terhadap umpan balik dan kritik. Mereka memiliki sikap bahwa ia tidak memiliki semua jawaban dan ia selalu dapat belajar dari orang lain. Hal ini membuatnya lebih bebas untuk terus mencari informasi dan perspektif baru.

Kedua, pemimpin yang rendah hati dapat membangun hubungan yang kuat dengan anggota tim mereka karena mampu menciptakan lingkungan yang nyaman untuk berkolaborasi dan berbagi ide.

Ketiga, pemimpin yang rendah hati cenderung lebih fleksibel dan adaptif. Ia tidak takut untuk mengubah arah jika sesuatu tidak berjalan dengan baik dan selalu belajar dari kesalahan. Hal ini memungkinkannya untuk tetap melangkah maju di dunia yang terus berubah ini.

Banyak pemimpin hebat dalam sejarah yang menunjukkan humility dalam gaya kepemimpinan mereka. Salah satu contoh terkenal Mahatma Gandhi, yang memimpin gerakan kemerdekaan India dengan pendekatan tanpa kekerasan.

Gandhi dengan kesederhanaan hidupnya selalu menempatkan kebutuhan rakyatnya di atas segalanya dan menghargai orang lain termasuk bawahannya atas kontribusi mereka. Bill Gates pun dikenal sebagai pemimpin yang senantiasa belajar dari kesalahan serta terbuka terhadap masukan. Dalam kesibukannya, ia tetap berusaha mengenal karyawannya secara pribadi dan hadir untuk keluarganya.

Pada intinya, pemimpin yang rendah hati berfokus pada organisasi mereka bukan pada diri mereka sendiri. Pemimpin yang rendah hati dapat menertawakan diri sendiri dan mengakui kekurangan mereka. Mereka tidak peduli dengan keuntungan atau pengakuan pribadi.

Pemimpin yang rendah hati menekankan sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri. Mereka dapat menjadi kompetitif tapi demi tujuan yang lebih besar dari keuntungan diri sendiri. Sebagaimana dikatakan CS Lewis, “Kerendahan hati bukan berpikir lebih rendah tentang diri sendiri, melainkan berpikir lebih sedikit tentang diri sendiri.”

Humility dalam kepemimpinan sehari-hari

Melihat bahwa kerendahan hati ternyata merupakan karakter kepemimpinan yang sangat penting, kita jadi bertanya-tanya bagaimana memulainya? Kita memang bisa memulainya dengan gaya hidup sederhana, seperti ikut-ikutan menggunakan mobil Kijang Innova, tapi ini baru awal dari ragam perilaku yang bisa kita terapkan.

Menurut Dr Franziska Frank, penulis The Power of Humility in Leadership, Influencing as a Role Model, ada beberapa prinsip dan langkah yang bisa diambil.

Pertama, kita perlu memulai dengan kesadaran diri. Dalam film The Two Popes, tampak gejolak batin Paus ketika masih menjadi kardinal. Ia hampir mengundurkan diri, tapi pada titik baliknya ia melangkah dan mengambil tanggung jawab besar ini dengan penuh kesadaran diri. Ia berfokus pada apa yang terbaik untuk umat dan organisasinya, bukan pada egonya.

Pemimpin yang rendah hati tidak merasa perlu untuk selalu benar atau mendapatkan semua pujian. Ia rajin mengulas kinerja masa lalu dan mencari umpan balik tambahan. Menjadi rendah hati diperoleh dengan introspeksi yang jujur.

Paus dengan terbuka berani mengakui kesalahan yang dilakukan para pemuka Katolik dan meminta maaf. Sementara sebagian besar pejabat negara berusaha mencari pembenaran kesalahan mereka dengan alasan yang tidak masuk akal.

Tentunya membangun sikap ini memerlukan keteguhan hati dan komitmen. Bukan hanya pada awal ketika kita belum memiliki apa-apa. Ujian sesungguhnya justru dimulai ketika kita memiliki kekuasaan yang besar.

"Dengan kekuatan besar, ada pula tanggung jawab yang besar." - Peter Parker

EXPERD   |   HR Consultant/Konsultan SDM

Diterbitkan di Harian Kompas Karier 14 September 2024

#experd #expert #experdconsultant #hr #hrconsultant #psikologi #kerendahan #hati

For further information, please contact marketing@experd.com