Seorang penerjemah profesional mengeluhkan orderan yang jauh berkurang saat ini akibat mesin-mesin kecerdasan buatan (AI) yang dengan mudah dapat dioperasikan oleh siapa pun. Ini adalah satu dari sekian banyak disrupsi yang terjadi akibat kemajuan teknologi.
Keterampilan-keterampilan teknis yang sarat dengan pengolahan data, perumusan, dengan cepat digantikan oleh teknologi yang jauh lebih murah bahkan gratis. Untungnya, keterampilan yang berhubungan dengan manusia, tetap sulit untuk diduplikasikan oleh mesin.
Kekuatan-kekuatan manusiawi untuk menjalin hubungan, kreativitas, berempati, kepemimpinan, tidak bisa begitu saja dimasukkan pada rumus ataupun coding–coding pemrograman. Kita melihat pekerjaan dokter saat ini pun banyak dibantu oleh kemajuan teknologi. Hasil laboratorium yang semakin tajam, basis data yang lengkap mengenai obat-obatan sampai alat-alat operasi yang meringankan pekerjaan tangan dokter.
Namun, tanpa keterampilan bertanya, mendengarkan keluhan pasien, dan mengaitkan hasil laboratorium dengan cerita pasien mengenai rasa sakit, gaya hidup, dan keterangan lainnya; dan semata-mata berpegang pada hasil laboratorium dapat menghasilkan diagnosis yang tidak tepat.
Cerita-cerita seperti inilah yang banyak kita dengar dari pasien yang memutuskan berobat ke negeri tetangga. Bisa dikatakan, perlengkapan kedokteran kita tidak kalah canggih, tetapi kemampuan dokter untuk berempati dan memberikan perhatian penuh terhadap permasalahan pasienlah yang membuat mereka rela untuk menempuh perjalanan jauh. Bahkan, kalau perlu, membayar lebih daripada berobat di negeri sendiri.
Banyak studi mengatakan bahwa kebutuhan kemampuan manusiawi nonteknis justru akan berkembang sebanyak 2,5 kali lipat pada 2030 nanti. Banyak sikap dan pendekatan yang harus kita asah dalam menghadapi masa depan ini agar kita bisa tetap berada di atas segala kemajuan dan perkembangan yang tercipta.
Perkuat cara pikir
Ada ahli yang mengatakan bahwa saat kita merasa sudah mengoptimalkan fungsi otak kita untuk berpikir secara maksimal sampai hampir tidak bisa berpikir lagi, sebenarnya kita hanya menggunakan sekitar 40 persen kapasitas otak. Apalagi bila kita hanya menggunakannya untuk mengerjakan rutinitas harian dengan cara yang sama, tanpa repot-repot berpikir pengembangan apa yang bisa dilakukan.
Apa added value yang kita miliki dibandingkan dengan robot yang lebih presisi dan bekerja tanpa lelah? Padahal, otak kita hidup dan bisa dikembangkan lebih jauh, misalnya dengan mengaktifkan cara berpikir kita.
Pertama, berpikir kritis. Kita perlu bertanya pada diri kita, apakah kita sudah biasa membedakan antara pendapat dengan fakta melalui analisis, evaluasi, interpretasi, dan sintesis informasi sehingga sampai pada penemuan kesimpulan yang jauh lebih kaya. Berpikir kritis akan membuat kita lebih dekat dengan kebenaran yang ada.
Selain berusaha mengkritisi data dan fakta yang ada, kita juga perlu menggenjot otak untuk menemukan jalan lain yang berbeda, bahkan unik. Kita perlu memaksa diri untuk melihat sesuatu dari perspektif yang berbeda, di luar aturan, sistem, ataupun norma yang sudah ada untuk melakukan pemecahan masalah ataupun mengembangkan hal baru.
Kita perlu membiasakan diri untuk mencari alternatif lain dalam pilihan solusi yang dimiliki. Kesediaan berkolaborasi juga akan membuka pikiran kita bahwa pihak lain yang memiliki pemikiran yang berbeda, tetapi justru akan saling melengkapi agar mendapatkan gambaran yang lebih utuh akan permasalahan yang ada.
Keyakinan “tak ada rotan akar pun jadi” selalu kita tanamkan. Kita berusaha mengerahkan pancaindra kita untuk memperhatikan lingkungan sekitar dengan lebih tajam, mempertanyakan asumsi kita sendiri, sampai melakukan mind mapping yang lengkap sebelum mengambil keputusan.
Dengan memperkuat kedua cara berpikir ini, kita akan memperkuat intuisi, penilaian, dan empati melalui pengolahan informasi yang tidak bisa dikejar algoritma. Kita akan lebih kuat berimajinasi dan berpikir lebih kontekstual dalam menarik kesimpulan data dan fakta.
Keyakinan lama yang mengatakan bahwa berfokus tanpa teralihkan akan memberikan hasil yang lebih baik, tampaknya perlu ditelaah lagi. Saat ini kita mengenal istilah ambidextrous yang menunjukkan bahwa mereka yang memiliki keterampilan untuk dapat berpikir zoom in zoom out, mikro sekaligus makro, melakukan cognitive shifting dengan gesit akan lebih mampu beradaptasi dengan perubahan yang semakin cepat terjadi.
Kelenturan cara pikir ini ibarat air yang mengalir dan menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada. Es batu yang keras sulit memasuki wadah yang berbeda perlu dihangatkan agar mencair dan bisa lebih fleksibel. Demikian juga latihan-latihan berpikir dapat menghangatkan otot otak kita untuk menjadi lebih lentur.
Genjot kekuatan emosi dan sosial
Pernahkah kita mendengar cerita seorang ibu yang sanggup menghentikan mobil yang akan menabrak anaknya? Tindakan ini rasanya tidak mungkin dilakukan dalam keadaan normal. Rasa takut maupun panik yang kita rasakan dapat memompa kumpulan energi yang tidak disangka-sangka, apalagi untuk orang yang sangat kita cintai.
Kekuatan emosi seperti inilah yang tidak mungkin dimiliki oleh teknologi mana pun juga dan sulit dikalkulasikan oleh rumus-rumus canggih sekalipun. Pemahaman mengenai ragam emosi manusia, budaya yang begitu beragam merupakan monopoli manusia yang bila dilatih dan dikuatkan akan menjadi keunggulan utamanya.
Latihan dan penguatan fungsi manusiawi kita ini sama seperti penguatan otot. Semakin dilatih semakin kuat, semakin digunakan dalam kehidupan sehari-hari juga semakin lentur. Dengan cara berpikir yang luas dan emosi yang tangguh, kita juga berlatih untuk mempraktikkan etos kerja yang lebih intensif, antusias, dan mendalam.
Kekuatan-kekuatan ini akan membawa kemampuan kepemimpinan kita ke permukaan menjadi seorang pemimpin yang menginspirasi, membimbing sambil menyelesaikan masalah.
“Satu mesin dapat melakukan pekerjaan 50 orang biasa, tetapi tidak ada mesin yang dapat melakukan pekerjaan satu orang yang luar biasa.”
- Elbert Hubbard
EXPERD | HR Consultant/Konsultan SDM
Diterbitkan di Harian Kompas Karier 24 Februari 2024
#experd #expert #experdconsultant #hr #hrconsultant #manusia #kuat