Tetap optimistis, kita membuka tahun 2020 dengan banyak tantangan. Tepat ketika pergantian tahun, hujan yang seakan tiada hentinya mengguyur Kota Jakarta mengakibatkan hal yang sangat mengejutkan: banjir tidak hanya di tempat-tempat yang biasa terkena banjir, bahkan di tempat yang tidak biasa.
SUDAH pasti masyarakat menengok kepada para pemimpin dan menunggu apa yang akan dilakukan mereka sebagai solusi atas kemalangan ini. Sudah sewajarnya kita berharap bahwa pemimpin memiliki solusi yang lebih tajam daripada solusi kita, para rakyat yang merupakan followers.
Ketika seseorang dipilih menjadi pemimpin, ia diharapkan untuk dapat memberikan solusi. Untuk menghindari masalah timbul pada last minute, pemimpin seyogianya melakukan antisipasi. Pemimpin yang tidak siap dengan solusi cenderung tidak berpikir antisipatif.
Dengan banyaknya masalah yang dihadapi manusia dalam kehidupan ini, kita sering kali merasa tidak cukup waktuuntuk mencari solusi dan keluar dari masalah. Tanpa terasa, masalah kian bertumpuk sehingga kita terkadang memutuskan mengambil jalan pintas berupa solusi sementara atau bahkan tidak mencari solusi sama sekali. Pada akhirnya, kita sering kali tidak menuntaskan masalah dan tidak mendapatkan solusi yang mendasar. Kita terjebak dalam suatu siklus, hubungan sebab akibat, timbal balik yang tidak berujung: lingkaran setan. Pernahkah Anda mengalami situasi ini?
Mengapa orang menunda mencari solusi
Terkadang kita sebagai follower tidak sabar dan geregetan melihat pemimpin kita tidak segera keluar dengan solusi tertentu. Namun, pernahkah kita menelaah apa sebenarnya masalahnya dengan pencarian solusi ini?
Pemecahan masalah adalah cara berpikir yang sering disebut sebagai fungsi intelektual yang paling kompleks pada manusia. Ini adalah keterampilan kognitif tingkat tinggi yang bekerja ketika seseorang harus memindahkan suatu situasi dari keadaan tertentu ke sasaran yang diinginkan. Kesenjangan akan suatu keadaan ideal dengan realitanya inilah yang sering kita lihat sebagai situasi yang sederhana, tetapi ternyata mempunyai bermacam bentuk.
Terkadang situasi tidak terlihat jelas. Hal ini bisa terjadi karena pemimpin tidak terbiasa meneropong situasi dan akta-fakta secara teratur dan rinci, atau memang karena ini adalah pengalaman baru. Misalnya, seseorang yang mempunyai kapal, tetapi jarang menggunakannya, dan tiba-tiba harus mengendalikan kapal tersebut menghadapi badai. Bingung, bukan?
Contoh lain adalah situasi yang seperti memakan buah simalakama. Ada beberapa sasaran yang harus dipenuhi, yang masing-masing sasaran memiliki risiko dan konsekuensi tersendiri. Lantas si pengambil keputusan bingung, langkah apa yang akan diambil. Dalam kebingungan ini, pemimpin bisa saja terlihat seperti tidak mengambil keputusan.
Situasi lain yang sering membuat sulitnya mencari solusi adalah kompleksitas dari suatu situasi, yang ada berbagai hal yang harus dicarikan solusi sementara. Solusi juga tergantung dari berbagai aspek. Terakhir, situasi yang dinamis juga memberikan kesulitan tersendiri. Contohnya dalam kasus banjir Jakarta. Solusi harus dicari saat itu juga, padahal kendala untuk melaksanakan solusinya juga masih banyak. Pencarian solusi menjadi seolah berkejar-kejaran dengan situasi yang bergerak.
Lantas dengan memahami berbagai kendala dalam situasi, apakah kita lalu bisa memahami pemimpin dan membiarkan ia tidak mencari solusi? Tidak. Situasi pemecahan masalah sama dengan keadaan perang. Pemimpin harus segera menentukan bagaimana menghentikan, menyerang, ataupun menghindari gejala tertentu. Pemimpin bisa saja terlahir cerdas, tetapi dalam konteks kepemimpinan ini, kecerdasannya harus menggerakkan course of action. Kemampuan inilah yang harus diasah dan dipraktikkan sepanjang karier seorang pemimpin. Pengalaman gagal dan sukses sudah pasti akan terjadi, tetapi insight dari keberhasilan maupun kegagalan itulah yang menjadi modal ketajaman pengambilan keputusannya.
Bagaimana dengan kita?
Kita tidak bisa membiarkan diri menjadi individu yang hanya menunggu solusi muncul. Kita tidak perlu menunggu sampai saat kita menjadi pemimpin, baru kemudian belajar untuk giat mencari solusi. Kita harus memunculkan self-leadership dan mulai menjadi si pencari solusi. Lantas, kebiasaan apa yang dibangun pencari solusi?
Pertama, peka terhadap segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita. Kita perlu mampu menganalisis latar belakang masalah, penyebab suatu gejala, akibat dan dampaknya. Kedua, selalu awas dengan keberadaan sumber daya yang ada di sekitar kita. Pahami kekuatan setiap sumber daya yang ada dan apa yang bisa dimanfaatkan darinya. Ketiga, kita perlu mengerti peran-peran yang bisa dimainkan oleh setiap anggota tim kita atau orang-orang di sekitar, sehingga kita bisa menggerakkan mereka secara efektif. Dan, terakhir, kita juga perlu awas terhadap adanya hambatan, tantangan, bahkan serangan “musuh” atau kompetitor. Berpikir dari hulu ke hilir, tidak sekadar mengidentifikasi hambatan atau tantangan, tetapi juga kapan suatu hambatan bisa muncul.
Bila sudah terbiasa melakukan kegiatan-kegiatan di atas, dalam keadaan genting, kita tidak perlu lagi berlama-lama menganalisis semua unsur masalah dari nol. Kita sudah siap menyusun barisan untuk merancang course of action. Kita datang dengan solusi. Jadi, Andakah si pencari solusi itu?
Diterbitkan di harian Kompas karier 11 Januari 2020
#experd #expert #experdconsultant #solusi #solution