COWORKING space sedang menjamur di mana-mana. Sebuah tempat bekerja yang bisa disewa harian, mingguan atau bulanan bagi mereka yang tidak memiliki kantor tetap ataupun ingin suasana bekerja yang berbeda, tetapi membutuhkan fasilitas lengkap. Tempat ini memang bukan seperti kafe biasa yang sekedar menawarkan akses Wi-Fi, colokan listrik, dan makan-minum. Bahkan, ada coworking space yang dilengkapi sekretaris yang bisa meneruskan pesan dan kita juga bisa menggunakan alamatnya sebagai kantor kita.
Di kota-kota besar termasuk Jakarta, coworking space cenderung bertambah. Data menunjukkan adanya kenaikan sampai 30 persen setahun. Apakah gejala ini menunjukkan hal yang negatif? Sama sekali tidak. Perkembangan era saat ini dengan kemudahan teknologi yang menyebabkan orang bisa bekerja di mana saja, membuat variasi yang lebih banyak bagi pencari kenyamanan kerja yang berbeda dengan kehidupan berkantor 20 tahun yang lalu. Pekerja di abad ke-21 ini memang menghendaki cara kerja telecommuting; berpindah dari satu tugas ke tugas yang lain, dari satu kota ke kota yang lain. Gaya ini akhirnya membuat gaya bekerja kantoran yang penuh ketertiban dan belum komunal menjadi terasa sedikit ketinggalan zaman.
“Career fluidity”
Mau tidak mau kita sekarang memang perlu memperhitungkan aspirasi anak muda yang bukan mengejar job security lagi, melainkan ingin menentukan sendiri, kapan dan apa yang mereka kerjakan. Perjalanan karir sudah tidak berbentuk tangga lagi, tetapi bergerak seperti amuba yang bahkan bisa memecah diri mengerjakan beragam hal sekaligus. Budaya kerja seolah sudah bergeser ke arah outsourcing dan menolak perintah top down yang birokratif. Perusahaan yang ingin mempertahankan karyawannya perlu memasukkan unsur play di dalam suasana kantor, seperti komunitas bersepeda dan olah raga di sela-sela kegiatan kantor. Coworking space sendiri juga berlomba membuat tempatnya menjadi khas dan unik, sesuai dengan segmen pasar yang mereka kejar.
Sebetulnya, mengapa coworking space ini menjadi tempat yang lebih disukai daripada kantor konvensional? Meskipun mungkin masih ada di antara kita yang bekerja di kotak-kotak kubikal dengan tujuan untuk menjaga privasi dan konsentrasi, banyak individu sekarang yang membutuhkan udara segar, komunitas, dan suasana yang santai. Sebenarnya bila ditelaah lebih lanjut, suasana seperti ini bukanlah hal baru. Masih ingat masa-masa kuliah ketika kita biasa berdiskusi dan berpindah kerja dari kantin, perpustakaan sampai ke taman, ketimbang memanfaatkan ruang kuliah? Suasana inilah yang ditiru oleh Steve Jobs ketika beliau mendirikan kantor Pixar yang cair dan terbuka dengan tujuan agar kolegialitas dan poduktivitas meningkat.
Dengan bervariasinya pengguna coworking space, maka kemungkinan untuk networking menjadi lebih terbuka dengan latarbelakang, level, dan keahlian dari individu yang berbeda. Obrolan 5 menit saja sudah bisa mempertemukan seorang pemula start up dengan investornya. Masing-masing spesialis dalam obrolannya bisa bertemu dengan individu yang jalan pikirannya berbeda. Inilah yang sebenarnya merupakan cikal bakal inovasi.
Mengusir rasa sepi
Dengan semakin diakui bahwa gaya kerja dari jauh itu bisa efektif, dibandingkan menempuh jarak dan kemacetan, coworking space memang merupakan jawaban bagi banyak orang. Mengapa mereka tidak bekerja di rumah saja?
Beberapa studi mengatakan bahwa para pekerja jarak jauh ini sering merasa kesepian dan terisolasi karena interaksi interpersonal dan beberapa aspek sosial seperti pertemanan dan kesempatan makan bersama yang tidak ada lagi. Bahkan, ada penelitian yang mengatakan bahwa pada sepuluh tahun terakhir, gejala kesepian bisa dianggap epidemik karena jumlahnya yang terus bertambah. Coworking space menjawab keterbatasan ini dengan menjadi tempat “work alone together”.
Tantangan perusahaan besar: “Corpoworking space”
Dengan aspirasi anak muda yang ingin bekerja sambil ber-network dan bekerja di tempat yang terasa bebas ini, perusahaan-perusahaan raksasa tertantang untuk beradaptasi dengannya. Beberapa perusahaan telekomunikasi di Eropa bahkan sudah menyewa tempat pada perusahaan-perusahaan coworking space, untuk mengakomodasi para karyawan yang ingin bekerja dengan gaya ini. Sebaliknya, ada juga perusahaan yang meminta perusahaan coworking space untuk membangun tempat coworking space di area mereka yang sehingga bisa terbuka juga untuk orang luar dan menjadikan area mereka sebagai corpworking office.
Mereka menyadari bahwa belajar, membuat kontak interpersonal dan terinspirasi, hanya dimungkinkan terjadi dalam suasana seperti ini. Mereka akan mendapat keuntungan banyak bila coworking space internal ini berhasil mengundang orang-orang luar untuk bisa menjadi teman, komunitas, dan sumber inspirasi karyawannya. Perusahaan bisa membuat tempat yang terbuka, tetapi juga bisa membuatnya terbatas, dengan gaya invitation only.
Tentunya tujuan membangun corpworking office ini harus jelas. Dalam site itu diharapkan terciptanya transformasi, inovasi dan semangat melihat masa depan. Dalam hal transformasi, kita perlu sadar bahwa dunia kerja akan didominasi anak muda, maka mungkin kita bisa melihat bahwa situasi begini akan menjadi situasi kantor masa depan, yaitu seorang trainee bisa mengobrol bebas dengan CEO perusahaan. Dalam hal inovasi, kita berharap bahwa percampuran pemikiran banyak individu akan mengubah cara pikir lama dan seragam dari sebuah kantor yang sistemnya sudah terlalu mapan menjadi lebih dinamis. Sementara untuk pandangan ke masa depan, yang pastinya tidak bisa dikembangkan melalui pelatihan saja, diversifikasi stakeholders yang biasa ditemui dalam coworking space ini bisa mencetuskan ide-ide cemerlang yang tidak terpikirkan sebelumnya.
Jadi, corpworking space bukan sekedar desain fisik interior ruangan dengan warna-warni kursi, tetapi justru siapa yang juga ditemui dalam bekerja itu dan apa yang dibicarakan yang menjadi tujuan utama. Produktivitasnya terlihat dari apakah betul suasana ini mengarahkan diversifikasi yang menimbulkan inspirasi.
Dimuat dalam harian Kompas, Sabtu 6 Oktober 2018