BANYAK orang membuat resolusi sebagai aktivitas rutin tutup tahun. Banyak juga orang berusaha menuruti kegelisahan karena menyadari bahwa jalan panjang yang perlu ditempuh semakin tak jelas. Namun , ada pula yang mengambiL langkah cerdik, daripada implementasi resolusi tidak terjadi, mereka membuat resolusi kecil, yang bukan seakan-akan quantum leap.
Seorang teman, yang merupakan managing director, sebuah perusahaan yang dimiliki sebuah keluarga, suatu ketika ingin sekali membuat perubahan di mana-mana. Karena tidak didengar dan merasa tidak berdaya, ia membuat resolusi uantuk dirinya sendiri, “Saya mau lebih kurus 5 kilogram supaya tampak menarik dan tidak terlihat dalam keadaan bingung.” Baginya, hal ini relatif lebih mudah daripada komitmen yang “wah”, tetapi sulit terlaksana. Bahkan, komitmen perubahan yang 100 persen di bawah kontrol pribadi kita pun sering kali tidak berhasil.
Banyak perubahan dilakukan dengan tangan besi yang konsisten. Sayangnya, sikap diktator ini tidak lagi popular. Perubahan sekarang diharapkan dilakukan oleh orang-orang intelek, yang penuh pemahaman, kesadaran dan memang merencanakan perubahan sesuai irama, dan target pribadinya. Mudahkah itu? Sulit, tetapi kita lihat, banyak juga orang yang berhasil. Banyak yang berhasil menurunkan berat badan sampai 40 kilogram, juga berhenti merokok. Jadi, ilmu menjalankan resolusi ini memang ada walaupun pelaksanaannya sering sulit tercapai. Apalagi karena resolusi biasanya dibuat tanpa mencantumkannya di dalam kontrak yang mengandung hukuman.
Resolusi mengandalkan perubahan kebiasaan
Dalam ilmu psikologi, tingkah laku yang tergolong kebiasaan adalah tindakan yang sudah secara otomatis dilakukan, hampir tidak diperintah oleh otak. Tindakan ini hanya mendapatkan sinyal dari lingkungan. Misalnya, ada seseorang merasa perlu terus mengunyah ketika ia sedang mengerjakan tugas yang menegangkan. Hal ini juga terjadi pda banyak perokok. Begitu berpikir keras, mereka otomatis menyalakan rokoknya. Kebiasaan lain juga banyak yang positif, seperti mencuci tangan, beribadah 5 waktu, minum air putih ketika bangun tidur, dan mematikan alarm. Ada kebiasaan yang terbangun, bukan oleh diri sendiri, melainkan hasil deraan semasa kecil atau sebagai akibat dari pendidikan sekolah, tetapi juga ada kebiasaan yang terbangun pada masa dewasa, bahkan menggantikan kebiasaan lain.
Mengapa orang sering sulit membentuk kebiasaan baru?
Para ahli psikologi mengatakan bahwa kebiasaan, terutama yang baru memang perlu dibentuk, tidak hanya melalui perubahan, tetapi juga kemudiaan pembiasaan dan setelahnya sampai berjalan otomatis. Bahkan, ketika perilaku otomatis itu sudah terjadi, kebiasaan ini harus dilanjutkan, dan akan lebih sukses bila individu sudah mengalami situasi yang mendatangkan keuntungan baginya. Misalnya, bila berat badan seseorang turun dan kemudian sudah bisa menggunakan pakaian yang lebih seksi dan dipuji oleh banyak orang, biasanya ia lebih mudah mempertahankan kebiasaan barunya.
Namun, banyak orang sudah berkoar tentang kebiasaan barunya ketika ia baru saja melakukan perubahan, padahal belum terjadi proses pembiasaan apalagi yang bersifat otomatis. Inilah hal yang sering menyebabkan kegagalan. Jadi, resolusi memang sangat rentan gagal karena sebenarnya definisi perubahan perlu disertai rencana perubahan kebiasaan yang nyata dan terukur. Resolusi berhenti merokok, misalnya, sebenarnya perlu didefinisikan lebih jelas, misalnya, “Mulai sekarang, setiap berpikir keras, saya akan mengonsumsi permen karet.”
Langkah pembentukan kebiasaaan baru
Kita melihat bahwa perilaku kita tetap merupakan respons dari stuasi lingkungan. Banyak orang , karena merasa tidak penting, tidak mempelajari kapan dan bagaimana reaksinya itu bekerja. Seorang yang kelebihan berat badan, banyak mengatakan bahwa ia sudah diet. Bahkan, tidak sedikit yang mengikuti lebih dari satu jenis diet. Banyak yang bisa berhasil untuk sementara waktu, tetapi kemudian terjadilah yang disebut sebagai yoyo effect, kembalinya kondisi sebelum resolusi. Apa yang menyebabkan hal ini? Kebiasaan buruklah yang kembali terjadi. Inilah pangkal tolak mengapa perubahan sulit dicapai. Banyaknya perubahan yang suskes diawali dari kekuatan individu pembaca lingkungan. Perlu diketahui pada saat apa kebiasaan buruk mulai timbul dan bagaimana ia menggantinya dengan kebiasaan yang baik. Seorang teman tahu persis bahwa ia tidak pernah makan kenyang dan hal ini mengizinkan ia makan di sela sela jam makan. Ketika diberi nasihat untuk makan lebih kenyang pada jam makan sehingga bisa menghentikan aktivitas ngemil, dengan mudah ia membiasakan perilaku makan sehat dengan sukses, hal yang juga sangat membantu adalah bila kita mempunya teman yang bisa saling mengingatkan, apalagi kalau agendanya sama.
Sejahterakan diri sendiri
Upaya membuat resolusi sebenarnya tidak pernah terlepas dari upaya menyejahterakan diri. Namun, hal ini sering kita lupakan. Bahkan, dalam pencapaian resolusi, ada di antara kita, yang menyiksa diri sendiri. Kita seolah-olah memaksa diri dengan keras dan menjadikan perubahan sebagai sebuah hukuman. Kita lupa bahwa diri kita, pada akhirnya menganut “pleasure principle”, yaitu ingin kembali kepada apa yang comfortable. Kalau cenderung melihat perubahan dari sisi-sisi negatifnya saja, sulit bagi kita untuk bertahan dalam perilaku yag bari. Sebaliknya. Kita perlu membangun asosiasi yang lebih kuat antara hal-hal positif yang diterima dengan kebiasaan baik yang ingin dikembangkan. Mari menjadikan perubahan sebagai sebuah proses yang enjoyable karena memikirkan buah manis yang akan kita dapat setelah melaluinya.
Dimuat dalam KOMPAS, 7 Januari 2017