BELUM lagi selesai mempermasalahkan golongan milenial, kita sudah merasakan perlu mempersiapkan pemimpin-pemimpin baru yang berasal dari golongan muda ini. Hampir di semua instansi, proses persiapan tengah dilakukan. Di dalam pengarahan-pengarahan pun sudah disebutkan, anak-anak muda ini akan dipercepat proses kematangannya untuk menjadi pemimpin.
Kurikulum sudah disiapkan. Kelas-kelas dibuat berjenjang. Bahkan, para calon direktur pun dipersiapkan sedemikian rupa untuk menguatkan kepemimpinannya, baik dengan pemahaman sistem yang lebih mendalam, talk-show para pemimpin sukses, maupun kunjungan ke proyek proyek yang berhasil. Pertanyaannya, apakah cara-cara konvensional ini akan menghasilkan percepatan yang signifikan?
Zaman sekarang, produk produk baru, baik jasa on line maupun off line, bermunculan tanpa bisa dikendalikan iramanya. Teknologi pun demikian. Tantangan pemimpin, bukanlah sekadar menangani manajemen sistem internal dan manajemen sumber daya manusia secara konvensional lagi. Setiap pemimpin juga harus mengikuti irama perubahan global dan memanfaatkan teknologi yang pas. Bila tidak, penilaian, pengambilan keputusan yang berpengaruh pada kemajuan lembaganya akan tetap konvensional dan tidak mengalami perubahan. Seorang pemimpin di masa sekarang dituntut untuk menggerakkan organisasinya untuk mendaki kurva dengan energi ekstra, dan timing yang tepat. Tidak boleh terlambat.
Sudah tidak zamannya lagi, dalam organisasi, individu dipromosikan hanya karena mengerjakan tugasnya dengan baik. Perilaku ini belumlah mencerminkan kapasitas pemimpin. Saat ini, seorang pemimpin dituntut untuk bergerak terdepan dan selalu memikirkan perubahan yang perlu dilakukan. Pemimpin baru harus mampu menyerap tren yang berlaku dan cepat mengadaptasikan organisasi dengan situasi yang diperkirakan akan terjadi. Ia perlu mempunyai kemampuan riset yang ekstra. Bisa saja ia membelokkan segmen pasar, memperbaiki layanan, mengganti perangkat lunak dari yang menyeluruh menjadi kecil tetapi terintegrasi, atau melihat kebutuhan untuk mengganti “platform" komunikasi di organisasinya. Mungkinkah kita mengadaptasi cara-cara lama untuk menjadi pemimpin baru? Apa yang sebetulnya menjadi agenda penting seorang pemimpin era sekarang?
Buang "long-game" strategy
Kita pernah berada dalam era conscious capitalism, ketika semua yang bergabung dalam perusahaan akan di cekoki nilai, tujuan , passion dan idealisme yang memang perlu disebarkan. Selain itu, paket remunerasi menarik, dijadikan magnet bagi para talenta muda. Zaman ini sudah berlalu. Semua orang sudah tahu bahwa golongan milenial sangatlah berbeda. Dasar motivasinya beda, demikian pula cara berkomunikasi dan cara mereka membuat keputusan. Sebuah studi mengatakan bahwa dalam 3 tahun terakhir ini 25 persen dari para CEO kelas dunia mengumumkan perubahan sense of purpose di perusahaannya, dengan tujuan mempengaruhi dan memperluas impact-nya ke masyarakat. Ini hanya bisa dilakukan kalau seorang pemimpin pandai menerjemahkan apa yang ingin dilakukan perusahaan, dan bagaimana melakukannya, dalam bahasa dinamisnya para milenial.
Bentuk sukses para milenial sudah beda, bukan sekadar mendapat beasiswa dari perusahaan untuk meraih pendidikan tinggi. Mereka sudah melihat contoh-contoh sukses dari cara belajar yang berbeda. Norma-norma, ketika dunia sudah flat dan bisa dijangkau, ketika flavor of the day adalah perubahan, sudah dianggap biasa oleh para talenta ini. Mungkinkah kita menjadi pemimpin yang tidak mengumandangkan perubahan? Pemimpin baru adalah pemimpin yang merangkul chaos dan merasa nyaman dengan kegaduhan krisis. ”Strategy is a constantly moving target.”
"Perspective management"
Hal yang penting dilakukan oleh para pemimpin sekarang adalah mendengar, menyerap, dan mengobservasi bagaimana anggota tim, pelanggan, atau orang di sekitar kita memersepsi situasi sekitar. Ada orang yang melihat dari kacamata ketidakpastian, ada yang melihat situasi sebagai kesempatan, ada pula fokus pada risikonya, sementara yang lain melihat keberuntungannya. Cara mencari data, memilah, dan membaca persepsi orang sekitar inilah yang perlu menjadi panduan dalam mengendalikan organisasi.
Di sini diperlukan mental imagery yang tajam, yang justru menjadi kekuatan anak-anak muda sekarang. Ia perlu melipatgandakan keproaktifannya, bahkan perlu memperkuat tindakan majunya. Seorang pemimpin juga perlu memperhitungkan berbagai cara untuk membangun trust, khususnya di dalam situasi-situasi sekarang yang cenderung minim interaksi personal. Di sinilah seorang pemimpin perlu percaya bahwa pengembangan smiles and sunshine bisa membawa keuntungan. Penguasaan kemampuan-kemampuan ini akan menciptakan organisasi yang inovatif, sigap menghadapi perubahan, menyenangkan sebagai tempat bekerja, dan pada akhirnya menjadi organisasi terunggul. Tempat setiap orang merealisasikan potensi maksimalnya, dan bergerak selaras dengan arah organisasi.
Dimuat dalam KOMPAS, 3 September 2016