Sewaktu kecil ketika ditanya apa cita-citanya, sebagian anak mengatakan ingin menjadi dokter, guru, pilot, atau bahkan presiden. Beranjak dewasa, cita-cita seorang individu tampaknya tidak lagi sesederhana itu. Apa yang mereka cari dalam hidup ini menjadi lebih kompleks. Ada yang mengejar materi, ada yang mengejar pangkat dan jabatan, ada yang mengejar ketenaran, ada juga yang mengejar kenyamanan dan ketenangan. Ada juga yang berubah, setelah menikah, atau bergaul di lingkungan tertentu. Dan lucunya saat ini tampaknya semakin banyak orang yang mengejar sesuatu tanpa memahami apa yang mereka cari.
Banyak orang kalap mengejar pangkat dan status, yang sebenarnya bergaji lebih rendah daripada pekerjaannya yang sekarang. Ada yang mengejar kekayaan hingga tujuh turunan, padahal rasanya harta yang dimilikinya saat ini pun sudah bisa menghidupi lebih dari tujuh turunan. Di sisi lain, kita melihat petugas negara seperti tim Basarnas yang menjalankan tugas dengan gaji kecil padahal melakukan pekerjaan penuh risiko yang bahkan bisa mencelakakan nyawanya.
Ada juga pendemo-pendemo yang sering tak jelas asal usulnya, memperjuangkan isu yang belum tentu dipahaminya, di tengah gosip pembagian uang dan nasi bungkus. Demi nasi bungkuskah ia berdemo? Demi sesuap nasikah seseorang bekerja? Apa yang dicari oleh mereka yang hendak menjadi wakil rakyat sampai-sampai kalau perlu mengorbankan banyak harta bendanya untuk suatu bidang di luar kompetensinya? Apa betul untuk memperjuangkan suara rakyat atau sekedar demi menerima gaji dan honor kehadiran yang belum tentu lebih besar dari harta yang dimiliki sebelumnya? Bagaimana mungkin seseorang dapat memperjuangkan suara rakyat bilamana ia sendiri tidak secara bersih memahami apa yang ia cari?
Perjelas apa yang dicari
Apa Jang Kau Tjari, Palupi sebuah film garapan Asrul Sani yang terpilih menjadi film terbaik Festival Film Asia 1970 menggambarkan seorang wanita yang tidak pernah merasa bahagia dalam hidupnya, berpindah kekasih dari satu pria ke pria lainnya. Sementara suaminya rela hidup melarat demi mempertahankan nilai kejujuran dan kebenaran. Apakah ini penyakit umum di masyarakat sekarang, yang terus gelisah di tengah gelimang materi dan kemajuan teknologi yang membantu kemudahan hidup?
Abraham Maslow dalam teori hirarki kebutuhannya mengungkapkan bahwa motivasi individu dalam melakukan sesuatu didorong oleh tingkat kebutuhannya. Pada tahap pertama individu akan berusaha memenuhi kebutuhan yang bersifat mendasar dan survival seperti sandang, pangan dan papan. Baru setelah itu terpenuhi, individu akan bergerak ke tingkat selanjutnya yaitu rasa aman, kemudian berlanjut pada kebutuhan sosial seperti silaturahmi, berkomunitas yang akan membawanya pada tingkat berikutnya untuk diterima oleh orang lain dan membangun kepercayaan dirinya, sampai akhirnya aktualisasi diri di mana individu mengerjakan sesuatu dengan passion tanpa mempedulikan upah, penghargaan ataupun untung-ruginya.
Menurut Maslow, pemenuhan kebutuhan ini harus bergerak dalam tingkatan mulai dari bawah sampai ke atas. Meskipun sampai saat ini teori Maslow ini merupakan salah satu teori yang cukup sering menjadi acuan, tidak sedikit kritik yang dilontarkan kepadanya. Antara lain yang dikemukakan oleh Graham & Messner (1998) yang menyatakan, selain tidak cukupnya data empiris untuk mendukung teori ini, terlalu sempit rasanya menggeneralisasi semua orang memiliki tipe kebutuhan yang sama dan akan bergerak ke arah yang sama. Situasi yang berbeda dapat mendorong individu untuk memiliki kebutuhan yang berbeda.
Ada orang yang jauh dari berkecukupan, tetapi tidak segan berbagi dengan orang lain. Ada yang sudah kaya tetapi tetap merasa miskin dan ingin lebih kaya lagi. Ada politikus yang berusaha melakukan money politics demi kemenangan partainya. Syeda Ghulam Fatima pemimpin Bonded Labour Liberation Front tidak hanya harus menjual rumahnya, ia bahkan disiksa dan ditembak dalam perjuangannya agar setiap pekerja di pedesaan Pakistan memiliki akses terhadap bantuan hukum.
Demi apa, buat apa?
Orang bisa berjuang mati matian demi ideologinya. Bisa juga demi nama baik keluarga ataupun demi harga diri. Bahkan demi membela negara. Yang salah adalah bila individu sama sekali tidak tahu mengapa ia memperjuangkan sesuatu, bahkan tidak bisa berjujur diri sehingga sulit merogoh alasan mendasar dari perjuangannya.
Mempermudah membuat keputusan
Roy Disney pernah berucap, ”its not hard to make a decision, once your values are clear”. Kita sebetulnya menyia-nyiakan hidup bila dalam berupaya, dan beribadah, kita lupa menelaah demi apa kita melakukan sesuatu. Orang boleh memikirkan dirinya sendiri, sampai batas tertentu, tetapi bentuk tanggung jawab seseorang akan terlihat bila ia sudah berjuang demi lingkungan yang lebih luas, orang lain, perusahaan, pemerintah atau negara,ataupun nilai-nilai yang lebih luhur lagi seperti pelestarian lingkungan dan kebenaran. Itulah sebabnya kejelasan nilai ini perlu dijadikan pegangan. Begitu kita tahu apa yang sedang kita bela, tidak sulit bagi kita untuk membuat keputusan walapun keputusan itu tidak populer sekalipun. "Know what you stand for."
Dimuat dalam KOMPAS 7 November 2015