was successfully added to your cart.

SINERGI KELAS DUNIA

By September 19,2014 Articles
SINERGI KELAS DUNIA

Beberapa headline di surat kabar belakangan ini sering menyebutkan kata sinergi yang terasa begitu membesarkan hati. Semua orang tahu bahwa sinergi itu indah , dan akan menghasilkan ‘lebih’. Bahkan Aristoteles pernah berkata, “The whole is greater than the sum of its parts”.  Buat kita di Indonesia, sinergi bukanlah hal baru. Kita lihat betapa budaya gotong royong di desa-desa sudah berjalan harmonis dari dulu. Contoh riil adalah sistem subak yang merupakan sinergi ‘magic’ karena sudah berjalan ‘begitu saja’ tanpa harus dirancang lagi. Begitu juga di bidang olah raga, kita tahu bahwa tim yang tidak bersinergi  pasti kalah. “Synergy is a team sport, and teaming is a synergy sport.  The two go hand in hand.” Jadi untuk berlaga di persaingan bisnis maupun bisnis antar negara, mustahillah kita dapat bekerjasama tanpa mempertimbangkan sinergi. Kita pun tidak bisa lagi mau memilih sinergi seperti apa yang terbaik untuk kelompok kita. Tidak ada pilihan antara bersinergi betul, yang adalah sinergi kelas dunia, atau tidak bersinergi sama sekali. Tidak ada juga opsi lain berupa sinergi yang setengah-setengah. Betapa kita sekarang sering menyaksikan perusahaan perusahaan lokal yang kecil namun  kompak sehingga mampu berkiprah secara internasional. Sebaliknya  perusahaan-perusahaan raksasa, yang orang-orangnya berpolitik secara internal, bertengkar satu sama lain, berebut jabatan, saling serang, dan saling membela diri tidak akan sempat maju ke kancah persaingan. Bagaimana pula dengan kabinet baru yang sedang disusun oleh presiden terpilih yang  menggaung-gaungkan sinergi? Dapatkah  kehendak sinergi mengalahkan kepentingan partai, kelompok atau ego-ego para penguasa? Bisakah kita memperbaiki keadaan negara kita tanpa sinergi para profesional, politisi, birokrat, polisi, dan militer? Adakah pilihan lain, yaitu menanggalkan kepentingan diri dan bersinergi untuk kepentingan yang lebih besar, alias demi rakyat, bangsa, dan negara? Sinergi adalah elemen utama kesuksesan! Namun banyak juga yang bertanya-tanya,  mengapa begitu sulit mengupayakannya?

‘Apa’ dulu baru ‘siapa’

Dalam dunia yang semakin membuat sistem kepemimpinan paternalistik tidak laku lagi, kita tidak bisa lag mengandalkan satu orang, yang berada di pucuk pimpinan, memikirkan segala sesuatu untuk kita semua, sedangkan kita tinggal mengikuti arahan saja.  Tidak ada pemimpin yang sanggup untuk mengubah organisasi bila tidak didukung oleh tim yang kuat, yaitu tim yang memiliki misi dan kompetensi yang mumpuni juga. Itulah sebabnya fokus kita dalam membentuk tim tidak terletak pada upaya memilih ‘siapa’ yang akan mengemban tugas tertentu, tetapi ‘apa’ tujuan akhir yang ingin diraih bersama dan ‘apa’ saja yang akan dikerjakan dan agar kolaborasi dapat bergerak dalam derap yang seirama. Dengan menentukan aturan main terlebih dahulu, setidaknya kita sudah melakukan seleksi para calon pemain, setidaknya motivasi dan keinginan mereka untuk bekerja sama.

 Change management, yang sudah seyogyanya dicanangkan oleh para pemimpin, merupakan gerakan ‘full-force” yang secara total melibatkan seluruh komponen. Maka gagallah para pemimpin yang tidak siap menghadapinya atau yang hanya berpegang pada operasional kegiatan saja. Kesiapan seluruh jajaran harus digalakkan di setiap lini, disertai dengan filosofi strategis dan sasaran untuk bergerak maju, serta urgensi berubah yang lebih kuat dibandingkan politik internal yang sering menghambat. Sayangnya kesadaran tersebut terkadang timbul ketika momentum justru sudah berlalu. Pada saat itulah kita tersadar, bahwa kita sudah terlampaui oleh para kompetitor dan pemain-pemain yang tadinya tidak kita pandang sebelah mata. Lihat saja negara seperti India yang tadinya begitu sulit berkembang, tiba-tiba menunjukkan laju perkembangan yang luar biasa, terutama dalam teknologi informasi. Negara ini dipenuhi orang-orang yang menyadari bahwa inilah waktunya untuk memajukan diri dengan produk ‘otak’ mereka. Pendidikan tinggi teknologi informasi digalakkan dan rasanya tidak ada area yang tidak dipenuhi dengan programmer dan ahli teknik informatika.  

Hindari ‘asumsi’

Hal yang paling perlu kita perhatikan adalah bahwa sinergi ini tidak datang dengan sendirinya. Demikian pula kitapun harus berani menghitung ongkos dari upaya bersinergi. Sinergi bukan tidak cukup dilakukan hanya berdasarkan teori. Dalam teori hitung, 1 + 1 = 2.  Sinergi dapat membuat 1 + 1 = 10, 20, bahkan 100 jika berhasil, namun membuat 1 + 1 = 0, atau bahkan minus jika berakhir dengan kegagalan. Dan sebagian besar penyebab kegagalan tersebut adalah kita lupa jika sinergi sebesar apa pun tetap melibatkan individu-individu.

Terkadang individu yang sudah tidak cocok satu sama lain tetap kita paksakan untuk bersinergi.  Setelah waktu yang cukup lama terbuang, kita baru menyadari bahwa sinergi tidak berhasil juga. Kita tetap perlu memperhatikan expertise dan know-how. Tidak bisa kita menempatkan seseorang yang tanpa keahlian di jabatan tertentu, kemudian mengharapkan bahwa sinergi akan mengangkatnya untuk berprestasi secara alamiah. Asumsi-asumsi seperti ini perlu kita catat dan hitung. Ada karakteristik manusia  yang memang siap bersinergi dan sebaliknya ada manusia-manusia yang memang belum matang untuk mendedikasikan dirinya bagi kelompok. Mereka masih berorientasi pada diri sendiri, kepentingan diri dan kelompoknya, namun belum bisa mengorbankan dirinya bagi kepentingan yang lebih besar. Orang-orang ini penuh misteri dan membuat suasana tim tidak bisa ditebak. Padahal sinergi adalah proses alamiah yang tidak bisa dimonitor dan dikontrol prosesnya. Pemimpin bisa mengawal sinergi melalui transparansi, namun rasa suka juga perlu dimiliki antar anggota tim untuk memudahkan sinergi itu bertumbuh.

Sedari awal kita sudah harus memilih individu-individu yang memang bisa dipercayai niatnya untuk bersinergi. Salah paham memang mungkin terjadi dalam proses yang berjalan, namun akan bisa diatasi bila digarap oleh mereka yang berniat untuk membangun kelompoknya. “Every individuals may have superior talents and exceptional skills, but at the end it takes two to tango.”

Dimuat di KOMPAS, 13 September 2014

For further information, please contact marketing@experd.com