Pernahkah bertanya pada karyawan atau anggota tim Anda, apa target dan tantangan utama tim dan perusahaan? Baru-baru ini, seorang eksekutif di sebuah perusahaan, bertanya pada para manager-nya, untuk menyebutkan tantangan utama perusahaan. Ia sangat ‘suprised’ karena ternyata setiap manager mempunyai jawaban yang berbeda. Ia baru menyadari, ibaratnya, manajer-manajer ini berada dalam satu kapal tetapi mendayung dengan cara dan tujuan yang berbeda beda. Padahal, tanpa tujuan yang jelas, bagaimana mungkin para manager dan seluruh karyawan ini bisa bahu-membahu, merapatkan barisan atau memperkuat “alignment”? Fred Smith, Chairman Federal Express mengaatakan: "Alignment is the essence of management.". Tanpa koordinasi dan kerjasama, berat sekali proses untuk mencapai sasaran kita, bukan?
Sebetulnya, cukup banyak perusahaan yang menyadari pentingnya penyusunan visi, misi dan strategi yang jelas. Data menujukkan bahwa 65% organisasi mempunyai strategi yang jelas dan disepakati bersama. Hanya saja, tidak semua karyawan, sampai ke jajaran bawah memahami strategi tersebut. Data tersebut menampilkan fakta mengejutkan, yaitu hanya 14% strategi yang benar-benar dipahami sampai ke jajaran paling bawah. Lebih jauh lagi, disebutkan bahwa kurang dari 10% organisasi sukses menjalankan strategi yang ditetapkan. Apa penyebabnya? Ya, ‘alignment’ yang buruklah yang menyebabkan perusahaan kesulitan untuk mengeksekusi strategi yang sudah dibuat. Betapa mahalnya kerugian yang harus dibayar bila kita masih menganggap enteng pentingnya “alignment”.
Bukan “dosa” baru bahwa kita terkadang mengecilkan peran ‘kerjasama’ dalam tim. Kita terbiasa melecehkan harmoni, antara individu dan tim. Kita merasa tidak membuat kerugian dengan berkonsentrasi pada kinerja kita, berfokus pada penyelesaian tugas, menutup mata pada kesulitan divisi lain. Jadi, tidak adanya alignment tidak selamanya terlihat dari konflik. Bisa saja tim masing masing, atau individunya tidak berkonflik, namun terasa hambar, tidak ada inspirasi. Hal yang juga sering tidak ada adalah ‘shared ownership’ terhadap tujuan bersama. Padahal, dengan adalah harmoni, kita tahu betapa tim bisa tiba-tiba mengkoneksi kekuatan dan bisa melihat ‘shared purpose’ tim sehingga tidak terjadi overlapping. Persetujuan ada, tetapi tidak aktif. Kita semua tahu bahwa ‘alignment’ itu bagus, tapi kita sering tidak tahu cara meningkatkannya. Ketika kita tahu betapa alignment ini mutlak perlu, pertanyaan kita selanjutnya tentu adalah: Apa yang sudah atau akan diupayakan untuk memperkuat alignment?
Berkonsentrasi pada perilaku
Banyak eksekutif ataupun manajer senior yang “hemat” dalam mengkomunikasikan strategi, misalnya, dengan menggunakan kata singkat seperti: “Cost Reduction”, atau “Change Management”. Dalam kenyataanya, banyak karyawan yang tidak segera bisa memahami apa yang dimaksud dengan pesan sesingkat ini. Disini kita bisa langsung melihat bahwa kata-kata ini saja tidak cukup. Strategy harus dikomunikasikan secara komprehensif, sehingga yang mendengar tidak hanya bisa memahami, tetapi juga merasa memiliki, komit dan merasa bertanggung jawab terhadap tindakan yang sudah disepakati. Sungguh sayang bila kita merekrut orang-orang pintar yang berinisiatif, namun kontribusinya rendah dan kemampuannya tidak dimanfaatkan karena tidak adanya “alignment”.
Kita mungkin pernah mendengar, bagaimana Julius Tahiya dulu menagih komitmen karyawan Bank Niaga setiap 6 bulan sekali. Code of conduct dibaca bersama dan ditandatangani bersama. Kita bisa melihat bahwa komitmen pun perlu dicek secara berkala. Untuk menjaga alignment, kita selalu harus berpikir, bukan sekedar untuk mencari solusi, namun menemukan celah untuk mendapatkan ‘buy in’ dari setiap jajaran. Dengan keyakinan yang kuat dari setiap indidu dalam organisasi kita baru bisa menumbuhkan ‘alignment”
Temukan Musuh Bersama
Kita semua tahu, bahwa mandat perusahaan itu berubah-ubah. Kita tidak bisa menggunakan mandat yang sudah usang untuk mengatur tingkah laku tim kita. Dengan kesibukan yang padat, kita tanpa sadar sering terdiskonek dengan dunia luar, padahal dunia luar juga mencakup pelanggan atau nasabah kita juga. Kita pasti akan surprise, bila kita cermat mau memperhatikan apa yang terjadi di luar organisasi. Kegiatan benchmarking, mendengar suara pelanggan, sesungguhnya bisa menjadi stimulus untuk mengkomunikasikan strategi, langkah dan peluang kita untuk merapatkan barisan. Dalam sebuah kegiatan penyimpulan, seusai sesi observasi dunia luar ini, banyak peserta yang mengaatakan bahwa mereka tidak bisa men-“deliver on time”, karena ada bagian yang dianggap sebagai ‘bottle neck’. Nah, padahal mereka sebetulnya perlu melakukan analisis. Musuh bersama itu ada di lingkungan kita, bisa perubahan tren sosial, industri, keadaan pelanggan, keadaan ekonomi, dan masih banyak lagi. Bila kita hanya berkutat pada hal-hal yang sifatnya internal, kita bisa jadi kehilangan kesempatan untuk menemukan “musuh bersama” yang membuat kita merapatkan barisan.
Kita bisa melihat perubahan situasi terjadi setiap saat. Artinya, kita tidak bisa pasif ataupun menjadi pelaksana kegiatan saja. Kita perlu aktif berpikir, memahami perubahan, dan meyakini perlunya untuk siap berubah dan berkontribusi. Situasi merger, akuisisi, dan aliansi, dan segala macam bentuk kolaborasi sekarang sudah menjadi ‘tren’ , tetapi menuntut cairnya hubungan antara satu divisi atau perusahaan dengan entitas lain. “Change management’ harus lebih gesit, dan harus lebih lincah lagi. Kita perlu ingat bahwa tidak adanya alignment tidak sama dengan ‘kehendak’ untuk bekerja sama. Alignment adalah suatu niat yang dikejawantahkan. Alignment mengeluarkan energi dan menentukan prioritas.
(Dimuat di Kompas, 23 November 2013)