Dapatkah Anda “meramalkan” individu dalam satu jam? Seorang pimpinan lembaga dengan yakin mengatakan bahwa ia bisa menganalisa individu yang ia temui dalam sejam dan bisa mengambil keputusan apakah individu tersebut tenaga yang tepat atau tidak untuk organisasinya. Sebaliknya, hal yang lebih sering kita temui adalah individu yang sudah makan asam garam mengurus manusia, tetapi tidak pernah berani menilai, menentukan dan memutuskan apakah seseorang itu produktif dan perlu dipertahankan atau tidak. Ini tentu dua kondisi yang sangat berbeda. Seorang psikolog mengatakan bahwa individu yang biasa mengurus orang lain adalah pakar psikologi dengan sendirinya. Mengapa?,Karena ia pasti mengenali sifat manusia, sikap yang menentukan sukses dan gagalnya individu, maupun nilai-nilai seperti integritas, loyalitas dan sebagainya. Jadi, sangat disayangkan bila ada orang, apalagi pimpinan, yang tetap tidak menunjukkan urgensi untuk meningkatkan kemampuan mengenal orang-orangnya.
Dalam berbagai pelatihan yang mengajarkan “people management”, kita bisa melihat banyak orang yang nampaknya tidak terbiasa ‘mengurus’ orang sampai mendalam. Saya melihat sulitnya orang untuk mendalami aspek kemanusiaan, terutama tentang dirinya dan pengalaman pengalamannya. Nampaknya di era yang serba maju, sarat teknologi, dengan segala kesibukan kita sering melupakan hakekat diri kita sendiri sebagai manusia. Bila kita sendiri tak pernah menelaah diri kita, siapa kita, apa kurang lebih kita, bagaimana pula kita bisa menilai orang lain, apalagi secara akurat? Padahal, di dunia kerja, kita perlu sekali menggunakan nalar kita mengenai ilmu kemanusiaan untuk mendorong, memahami, menjiwai manusia lain. Helen Keller, penulis tunanetra pernah menulis: “Character cannot be developed in ease and quiet. Only through experience of trial and suffering can the soul be strengthened, vision cleared, ambition inspired and success achieved.” Jelas orang harus secara serius menyediakan waktu untuk memahami kehidupan, hubungan interpersonal, perkembangan karakter dan kepribadian, baik dirinya sendiri dan juga tentang orang di sekitarnya. Inilah yang sering disebut-sebut orang sebagai ketrampilan hidup atau lifeskills. Kita menguasai ketrampilan kehidupan ini tidak secara akademis, tetapi justeru melalui pengalaman, kesulitan, tantangan, kesuksesan, dan menjadikan semua pengalaman ini sebagai batu-batu loncatan
Kekuatan Perspektif
Seorang teman begitu rendah hati, bahkan tidak pernah berpikir mengenai kerhasilannya. Ia perlu sering diingatkan teman-temannya bahwa ia sudah berprestasi banyak. Namun, ia tetap tidak merasakan hal ini, bahkan selalu merasa bahwa ia harus terus berjaga-jaga agar tidak terpuruk. Dampaknya adalah ia lebih melakukan tindakan-tindakan preventif daripada progresif. Kita lihat bahwa kemajuan dan kekuatan seseorang bisa dilihat secara berbeda-beda oleh beberapa individu. Hanya dengan mengubah perspektif saja kita bisa membuat individu bersemangat atau murung. Itulah gunanya seseorang berlatih untuk mempertajam perspektifnya, sambil selalu melakukan pengecekan tentang obyektivitas persepsinya. Kita bisa memilih bagaimana kita berpikir, merasa dan menyikapi berbagai hal yang berkenaan dengan tantangan hidup yang kita alami. Kita bisa optimis dan menaruh harapan positif, namun kita pun bisa melihat situasi yang sama secara pesimis. Orang yang berniat mendewasakan diri biasanya mempertanyakan apa yang ia pelajari dari setiap kejadian: “Apa yang saya pelajari dari kejadian ini? Apa yang terpenting sekarang?”. Individu yang ingin terus berkembang juga akan terus menelaah karakternya, terutama yang terkait dengan situasi sosial yang ia temui, “Apakah saya harus pasrah? Bila saya berusaha mencari jalan keluar, apakah saya akan mendapat solusi yang lebih baik?”. Semakin banyak dan berkualitas pertanyaan pada diri sendiri, semakin berkualitas pula jawaban yang kita peroleh.
Kekuatan persepsi individu juga menentukan kemampuannya menangkap isyarat-isyarat sosial yang terjadi di sekitarnya. Kita bisa tersinggung karena orang tidak membalas telpon yang tidak diangkat atau sebaliknya sabar menunggu dengan pikiran positif bahwa yang bersangkutan sedang sibuk. Kita bisa tersinggung ketika pelanggan memaki-maki kita karena pelayanan atau produk yang diberikan perusahaan kita tidak sempurna, namun dalam situasi yang sama kita pun bisa berempati saat menghadapi pelanggan komplain, tidak merasa terluka karena meyakini bahwa menghadapi keluhan pelanggan adalah peran pekerjaannya. Perspektif yang luas, bisa mengurangi kesalahpahaman yang menguras energi. Beginilah cara seseorang memperkaya life skills-nya.
Bersahabat dengan Diri Sendiri dan Orang Lain
Kita tentu pernah juga menemui individu yang tidak punya sahabat atau teman dekat, bahkan sampai pasangannya pun tidak ‘akrab’ dengannya. Bisa kita bayangkan betapa kesepian hidup orang seperti ini, terutama bila ia mengalami kesulitan, misal sakit atau saat menemui kesulitan di pekerjaan. Ia ibarat manager yang tidak punya ‘board of directors’ yang bisa dimintai pendapat atau berbagi akuntabilitas. Kita perlu ingat bahwa ketrampilan hidup juga mencakup kemampuan kita untuk memilih waktu yang tepat untuk mencari dukungan dan nasihat dari orang-orang yang kita percaya. Seorang tokoh, Daniel Amen, menyebutkan: “Normal people have problems. The smart ones get help.”
Dorongan berprestasi dan berkompetisi yang sekarang menjadi sangat dekat dengan dinamika hidup kita, kerap menyeret kita untuk terus mendera diri agar tidak lelah dan terus maju. Adakalanya kita sampai lupa menyempatkan waktu untuk me-reward diri sendiri dan membawa diri kita untuk bisa lebih merasakan ‘inner peace’ serta menghirup udara yang lebih segar. Self compassion ini sangat dibutuhkan untuk me-‘recharge’ diri sendiri agar kita selalu kuat melakukan dialog dengan diri kita untuk memperbaiki diri. Kita mungkin perlu mengingat pesan yang diumumkan di setiap pesawat sebelum tinggal landas, “Tolonglah diri sendiri, agar anda kuat menolong orang lain”. Lifeskills adalah kemampuan menyehatkan karakter kita, agar kita bisa menilai, mengamankan, menolong, bahkan meng’coach’ orang lain.
(Dimuat di Kompas, 5 Oktober 2013)