was successfully added to your cart.

Know Your Self

Konflik dalam kehidupan kerja, jelas adalah dinamika natural. Seorang teman yang menghadapi konflik dengan teman di sekitarnya, merasa terheran-heran mengapa orang-orang disekitarnya begitu tidak organized, kurang disiplin. Ia sampai membaca, mendalami ciri-ciri kepribadian orang-orang di sekitarnya ini, dan lalu menyimpulkan bahwa ia berada di ‘tempat’ kerja yang salah, karena tidak cocok dengan karakteristik orang di sekitarnya. Siapa yang paling benar dalam situasi ini? Tentu saja, dalam pandangan teman saya ini, dialah yang benar dan orang-orang lain di sekitarnya lemah. Apakah orang lain mempunyai pendapat yang sama? Ya, orang lain mungkin juga menyaksikan bahwa teman-temannya tidak ‘organized’. Namun, bila seseorang dikelilingi oleh manusia-manusia lain yang penuh kekurangan dan ia mengeluh terus mengenai hal ini, alangkah kesepiannya hidupnya. Hal yang paling menyedihkan adalah bahwa yang bersangkutan sama sekali tidak mempunyai ‘rasa’ bahwa ia pun harus memperbaiki diri atau paling tidak belajar menyesuaikan diri. Apakah kita tidak menyadari bahwa setiap pribadi perlu mawas diri, mengenali dirinya sendiri dulu sebelum sibuk menganalisa orang lain? Seorang filsuf mengatakan: “Know thyself and all will be revealed.” Bisa dikatakan, orang yang sadar diri, dan orang yang mawas diri dan mengenal dirinya sendiri, sebenarnya juga mempunyai enerji untuk menjadi lebih mandiri, lebih kuat dan bahkan mempunyai daya persuasi yang lebih kuat.  

Saat sekarang, kita menyaksikan orang dengan mudah menyangkal kenyataan yang sudah telak-telak bisa dilihat kasat mata. Banyak orang yang berkulit tebal, seolah-olah tidak mempunyai rasa malu, misalnya saat terpergok tidur saat rapat  ataupun tertangkap basah melakukan pelanggaran sosial atau moral. Mengapa banyak orang yang sekarang sudah tidak memperhatikan tentang penilaian orang tentang dirinya, tidak mempunyai ‘touch’ dengan eksistensi diri, nilai-nilai yang dianut, bahkan fakta kesalahan yang menyangkut dirinya? Sebetulnya apa yang sekarang ini hilang? Mengapa kita semakin sulit menemukan tokoh ataupun orang-orang yang memiliki kepribadian kuat, tahan godaan dan mempunyai keberanian untuk menerobos ketidakbenaran? Bila akhir-akhir ini tumbuh istilah manajemen KYC (Know Your Customer) dan KYB (Know Your Business), namun kita terus mempertanyakan mengapa kepemimpinan demikian sulit berkembang, adakah kita juga memikirkan untuk mengkampanyekan KYS: Know Your Self? Padahal banyak sekali literatur dan penulis, salah satunya Adam Smith, yang menyebutkan: "The first thing you have to know is yourself. A man who knows himself can step outside himself and watch his own reactions like an observer."

Pengetahuan dan penyadaran tentang diri sendiri jelas adalah sumber enerji yang berkekuatan sangat besar. Orang yang sadar diri, lebih bisa menyadari batas-batas kebutuhannya dan menerimanya. Orang dengan  “sense of individuality” kuat, tahu persis apa yang dia mau, dan bisa lebih kuat bertahan pada prinsipnya. Dengan demikian, daya persuasinya juga bisa lebih besar. Kita tidak lagi berbicara tentang apa yang sering ditanyakan tentang pengetahuan diri, seperti hobi, pilihan warna, kesukaan kuliner dan lain-lain. Kita yang sudah dewasa sebenarnya perlu tahu hal-hal yang lebih kontroversial, lebih dalam dan lebih kritikal, seperti kekuatan dan kelemahan kita, kecenderungan reaksi kita dalam keadaan kritis dan bila menghadapi orang lain, lawan, kawan ataupun mitra.  

Menjadi manusia berkepribadian

Konsumerisme, materialisme, kebutuhan hidup, kebutuhan sosial yang menekan, membuat kita terkadang tidak percaya bahwa kepribadian yang kuat bisa membuat kita sejahtera.  Bukan karena kita bisa mendapatkan lebih banyak pemasukan uang, misalnya, tetapi justru membuat kita menyadari batas kebutuhan kita. Kita bisa melihat bahwa belakangan ini muncul sosok-sosok yang langsung menjadi “media darlings”, karena cerita-cerita yang tidak ada habisnya mengenai tokoh-tokoh ini.  Kita tidak bisa memungkiri bahwa kepribadian yang kuat dari tokoh-tokoh inilah yang memungkinkan mereka disegani sekaligus disukai.

Bila kita ingin berkepribadian kuat, kita perlu berani melihat keberbedaan pandangan kita secara ‘clear’ dan obyektif. Dari keberbedaan ini, kita bisa memahami diri kita dan mengenal apa yang kita pentingkan dalam hidup ini. Itulah nilai yang menjadi dasar prinsip hidup kita. Prinsip hidup kita ini perlu kita yakini dan sukai betul, sehingga kita mendapatkan sense of self-worth yang solid. Dengan demikian, kita mulai percaya pada diri sendiri, berani bertanggung jawab, menghargai orang lain dan bisa mengkontrol diri. Mudahkah mendapatkan wawasan mengenai  “bright side”, “dark side” dan nilai-nilai apa yang kita anut ini? Meski kita bisa memanfaatkan assessment untuk mendapatkan gambaran mengenai diri kita, sebenarnya kita pun juga perlu melakukan eksperimen dengan diri kita dan pengalaman-pengalaman kita, serta melakukan dialog-dialog dengan pasangan atau teman baik mengenai konflik, perasaan dan pengalaman kita. Pada saat inilah kita siap untuk maju dalam karir, meraih cita cita, bermitra dengan orang lain, dan tidak takut untuk bergerak secara mandiri, menonjol di antara orang lain, bukan karena yang kita punya tetapi karena diri kitanya.

Laboratorium Diri

Adik saya, hampir bercerai karena merasa tidak cocok dengan suaminya. Mereka selalu tidak berada dalam mood yang sama untuk berkomunikasi, mengobrol, bahkan saat-saat beristirahat. Adik saya merasa kebutuhannya tidak terpenuhi, sebaliknya suaminya pun tidak merasa bersalah. Setelah berusaha mendalami latar belakang keberbedaan ini, masing-masing pihak menyadari bahwa mereka memang berbeda dan tidak mudah menyamakannya. Adik saya adalah ‘morning person” yang ‘menyala’ di pagi hari, bersemangat pada jam 5 subuh. Sementara suaminya adalah ‘evening person’ yang bisa tahan tidak tidur dan meng-enjoy hidupnya lewat tengah malam. Bayangkan, apa jadinya bila pasangan ini tidak ‘menemukan dirinya sendiri’.

Diri kita adalah laboratorium diri kita sendiri yang paling ampuh. Kitalah yang menciptakan keberadaan kita. Kitalah yang bernegosiasi dengan keadaan, godaan, kata hati dan mengatur kehidupan kita sesuai selera dan nuansanya. Kita sebenarnya bisa membuat pilihan yang lebih bermutu dalam hidup kita, asal self awareness kita tetap menjadi jangkar sasaran hidup kita. Kita bukan mesin yang tumbuh dan menjalani hidup secara ‘autopilot’, dan tidak tahu ‘destiny’ kita. Orang yang berkepribadian tidak akan terkalahkan di kompetisi manapun.

(Dimuat di Kompas, 31 Agustus 2013)

 

For further information, please contact marketing@experd.com