Seorang ahli mengatakan:”Mindset is everything.”. Ada orang yang mengembangkan “fixed mindset”, yaitu bagaikan mengukir kualitas diri kita dan orang lain di sebuah batu. Melihat situasi sebagai hal yang tetap, kaku, tidak pernah berubah. Sekali pemalas tetap pemalas, sekali pecundang tetap pecundang. Sebaliknya, orang yang mengembangkan “growth-mindset”, meyakini bahwa upaya kita bagaikan menanam benih, pasti akan tumbuh dan menghasilkan hal yang positif. Kualitas-kualitas seperti kepandaian dan pengetahuan adalah modal dan titik awal, sementara sukses akan muncul setelah berbagai upaya untuk terus didorong, dijaga, diperbaiki dengan tekun. Contoh cara pikir orang dengan fixed mindset adalah mereka melihat ‘jembatan sudah dibangun’, titik. Mereka akan sangat terkejut dan merasa dunia runtuh, bila tiba-tiba melihat ada baut pengikat jembatan hilang dan terlepas, apalagi kalau tiba-tiba ambruk. Sebaliknya, Pada orang yang bermindset ‘growth’, maka ketika jembatan selesai dibangun, cerita barunya dimulai. Hal yang dipikirkan adalah, bagaimana menjaga agar pemakai jembatan menikmati kelancaran? Bagaimana agar ‘maintenance’ irit? Kapan dilakukan pengecekan kekuatan jembatan? Bagaimana supaya baut tetap kencang? Dan, masih banyak hal yang perlu dikembangkan dan diantisipasi supaya “the show go on”. Sungguh dua cara pikir yang berbeda dengan dampak yang juga bertolak belakang, bukan? Jadi, masihkah kita terus bersungut-sungut dan membiarkan diri kita mengembangkan “fixed mindset” dan bukan “growth mindset”?.
Bugarkan mindset
Para ahli yang berusaha mengenali aspek sukses yang ada dalam diri John R Simplot, pen-supply kentang ke Mc. Donald’s yang lari dari rumahnya ketika berusia 14 tahun, dan mahasiswa drop out dari Harvard, Bill Gates, yang melakukan ‘startup’ dengan modal dengkul, ternyata hanya menemukan bahwa keduanya mempunyai satu kesamaan, yaitu mereka tidak pernah membayangkan kegagalan, yang ada hanya: “maju terus”. Orang bermindset “growth” bukannya tidak pernah gagal, tetapi cara memandang kegagalannya yang berbeda. Mereka sangat berfokus pada tujuan akhirnya, sehingga kegagalan hanya dilihat sebaagai penghambat sementara, yang kalau digarap dan diperbaiki bisa dilewati bahkan menjadi pelajaran.
Dalam situasi hukum yang tak jelas, yang baik dan buruk tersamar, bencana alam yang mengancam, memang sulit bagi kita untuk tidak sesekali diselimuti oleh mindset yang negatif alias fixed. Ada CEO atau pemimpin yang bermindset ‘fixed’ dan senang dikelilingi oleh orang-orang yang setuju dan mendukungnya. Padahal, bayangkan betapa tidak kreatifnya keputusan-keputusan yang dibuat tanpa beda pendapat. Kabar gembiranya, kita sebenarnya bisa memutarbalik ‘mindset’ kita. Problem mindset ini, karena adanya di pikiran, juga bisa dengan mudah kita belokkan. Anak-anak yang diyakinkan bahwa mereka bisa mengembangkan kapasitasnya, ternyata lebih berprestasi daripada anak-anak yang sering hanya dinilai pintar. Anak-anak yang ketika mengerjakan “puzzle” selalu mencoba cara yang sama, bisa dipengaruhi untuk mencari jalan lain. Mahasiswa yang ‘tidak berani’ mempelajari bahawa asing baru, bisa diyakinkan bahwa ada saja mahasiswa lain yang berani belajar bahasa Korea, misalnya dari titik nol.
Hanya dengan ‘growth mindset” kita bisa mengembangkan sumber daya manusia di perusahaan. Kita tidak bisa terpaku pada hasil psikotesnya pada waktu direkrut, namun kita perlu meyakini bahwa perekrutannya adalah awal dari pertumbuhan karirnya. Dengan demikian goal atau target yang tinggi akan dipandangnya sebagai sasaran demi pertumbuhannya dan bukan sebagai momok yang menakutkan.
Mengindrai Mindset Sendiri
Banyak orang tidak menyadari mindset-nya sendiri. Bahkan, banyak orang membantah bila diingatkan bahwa isi pikirannyanya menghambat kesuksesannya. Padahal, semakin orang tidak menyadari bahwa pendekatan dan upayanya dipengaruhi jalan pikirannya, semakin ia tidak bisa mengkontrol ‘mindset’-nya. Bila kita mencoba hening, sebenarnya isi pikiran dan katahati kita bisa kita dengarkan. Saat menghadapi tantangan, apakah kita berpikir “Jangan-jangan gagal nih”, atau “Pasti gagal...pasti gagal”, atau,”Dasar.....”. Bila ‘self talk’ ini kita sadari, kita bisa menghambatnya dan bahkan mengatakan pada diri sendiri “Ini belum terlambat.., kamu bisa”.
Orang dengan mindset ‘fixed’ terkadang sampai percaya bahwa mereka tidak punya pilihan. Padahal, sekecil apapun dampak dari tindakan, jarang sekali orang yang betul-betul dihadapkan pada tidak adanya pilihan. Growth mindset akan memerangi ketidakyakinan dan pesimisme, sebagaimana kita yakin akan terbitnya matahari esok pagi. Bila kita peka terhadap ‘fixed mindset’ kita, kita bisa mendorong diri untuk berbuat dan berkembang. Kesulitan harus kita rangkul sepenuh hati. Kegagalan perlu diresapi sambil kita mendengarkan kritik, sehingga kita pun kuat untuk bergerak maju. Ingat, “Basketball wasn’t easy for Michael Jordan and science wasn’t easy for Thomas Edison.”.
(Dimuat di KOMPAS, 25 Februari 2012)