Di jaman sekarang kita tidak bisa hanya menetapkan target keuntungan atau angka penjualan saja, karena kesuksesan perusahaan sangat tergantung pada pencanggihan proses bisnis, pelayanan pelanggan dan pembelajaran manusianya. Di sinilah letak keberbedaan seorang pemimpin. Pemimpin yang efektif mampu mengatur ambisinya untuk menentukan titik akhir dari lomba di mana timnya berperan serta. Tugasnya adalah menggambarkan “point mark” yang spesifik dan terukur dan dimengerti oleh seluruh anggotanya, bahkan dijadikan obsesi oleh anggota timnya.
Nyatanya tidak mudah bagi seorang pemimpin untuk menggambarkan sasaran yang tepat. Baru akhir-akhir ini kita melihat ada menteri yang berani dan jelas-jelas mencanangkan bahwa di tahun 2012, negara kita menjadi negara perikanan.Bila sasaran
sedemikian pentingnya bagi kinerja, bagaimana mungkin banyak organisasi bisa berjalan tanpa sasaran yang yang jelas? Dalam sebuah pertemuan dengan sekumpulan board of directors yang menginginkan dilaksanakannya pengukuran kinerja obyektif, beberapa direktur saling menatap ketika kami sampai pada tugas untuk menetapkan sasaran yang konkrit dan mendetil. “Kalau tidak dibuat, bagaimana mungkin kita bisa ‘menghitung’ kinerja?”, demikian komentar kami. Ternyata banyak pemimpin, yang pandai-pandai sekalipun, segan untuk mencanangkan sasaran secara konkrit dan mendetil. Di satu sisi, mempublikasikan sasaran ini akan mendorong anak buah untuk mengejar sasarannya. Sebaliknya, bila sasaran tidak tercapai, hasilnya pun akan serta-merta menampar muka kita. Ketakutan akan kegagalan inikah penyebab tidak jelasnya sasaran selama ini? Atau semata kurangnya ambisi untuk maju? Atau apakah memang falsafah hidup pemimpin yang memang berkehendak untuk sekedar mengalir sejalan dengan waktu dan situasi?Menyukai
SasaranEfektivitas kinerja melalui penetapan sasaran bisa kita lihat dalam kegiatan lari pagi. Banyak sekali orang yang tidak berusaha mengukur kinerjanya secara cermat baik
, melalui hitungan jumlah langkah, kalori, waktu ataupun detak jantungnya. Akibatnya, keinginan untuk memacu kegiatan olah raga ini jadi tidak ada. Ujung-ujungnya kebiasaan sehat ini bisa jadi membosankan. Ada orang yang berpuluh tahun tetap beraktivitas dengan tempo yang sama. Padahal, dengan menentukan sasaran, dalam segala hal, kita jadi membiasakan diri bahkan menikmati perlombaan dengan diri sendiri. Hari ini berjalan 30 menit, dengan membakar 200 kalori. Bagaimana dengan besok? Masakan targetnya sama terus? Dengan sasaran yang kian berat, biasanya individu akan merasakan kesulitan, hambatan, gangguan baik dari luar diri sendiri, juga dari dalam. Namun, tantangan ini tentu sekaligus menjadi momentum yang baik bagi kita untuk melatih diri dan menjadi sekelas lebih pandai. Juga, menempa mental agar lebih kuat menghadapi berbagai ujian.Hal yang sama juga terjadi di perusahaan. P
impinan perusahaan dan unit kerja perlu mengeksplorasi semua kemungkinan baru, sehingga timnya selalu melihat tantangan baru di depan mata. Keluhan bahwa target selalu naik tidak ada habisnya menunjukkan bahwa target tersebut tidak diperjelas sehingga belum ‘dimiliki’ bawahan. Perusahaan, departemen atau bahkan negara dengan anggota atau rakyat yang paham sasaran akan otomatis bergerak ke satu arah. Gerakan dan derapnya inilah yang akan membangkitkan motivasi di dalam diri individunya.Sasaran sebagai
Sarana Menghargai DiriSemua orang pernah merasakan kegagalan. Namun, kegagalan terhadap pencapaian sasaran yang sudah dihitung
, biasanya bisa dihadapi dengan lebih tegar ketimbang kegagalan di mana kita sendiri belum mempunyai gambaran mengenai target kita. Inilah sebabnya banyak buku yang menekankan bahwa sasaran harus SMART (Specific, Measurable, Attainable, Realistic, Timely). Ini juga yang membedakan sasaran dengan mimpi yang lebih mengambang di awan. Sasaran yang baik menimbulkan dedikasi, arah, dan disiplin anggotanya. Sasaran menyebabkan setiap orang dalam kelompok terlatih untuk memecah sasaran ke dalam bentuk tindakan, mengoptimalkan agenda, merencanakan skedul, memantau deadline dan target pribadi serta lancar mengemukakan 3W (Will, What dan When)-nya sehari-hari. Motivasi individu perlu didorong baik dari dalam maupun dari luar. Dengan memberikan sasaran yang bermutu, tiap orang bisa menjadikan kegiatannya seolah perlombaan yang ‘fun’ dan bermakna.
(Dimuat di KOMPAS, 12 Desember 2009)