Pasang surutnya harapan bisa sangat internal
dan individual, sebagaimana negatif-positifnya kita memandang dunia. Namun tidak dipungkiri bahwa energi kita juga dipengaruhi oleh keadaan serta orang-orang di sekitar kita. Kita tentu pernah mengenal, seseorang yang bila ia memasuki ruangan, ruangan terasa hidup. Bila ia mengirimkan email atau sms, kita bisa merasakan bobot kekuatan di dalamnya. Kemampuan individu untuk membangkitkan energi dari orang di sekitarnya ini, sering terlupakan dalam aspek kepemimpinan, padahal kekuatan ini sangat diperlukan untuk mendorong dan menjaga stamina dan harapan kelompok dari hari ke hari. Bayangkan seorang pimpinan kelompok yang bertugas membawa kelompoknya mengarungi perjalanan yang sulit dan membahayakan. Tentu saja ia harus selalu menemukan jalan sambil menjaga semangat kelompoknya.Memelihara
Harapan dengan Langkah NyataBila ada menteri yang menggarmbarkan programnya dengan menyebutkan bahwa ia akan mengupayakan harga minyak stabil, maka kebanyakan orang akan ber
pikir:”Oh…minyak (minyak tanah, gas dan bensin) tidak akan naik lagi”. Tidak banyak rakyat Indonesia yang paham betapa perdagangan minyak dunia sulit dikontrol dan betapa ekonomi Indonesia sangat terpengaruh oleh transaksi ini.
Harapan rakyat atau karyawan yang diwujudkan dalam langkah-langkah nyata yang akan di tempuh tentu saja bisa memupuk harapan dan spirit positif yang memberi energi lebih, meskipun belum tentu berhasil. Setidaknya dengan memahami langkah-langkah yang akan ditempuh, kita bisa bersama-sama melihat realitas dan memonitor. Bahkan, rakyat pun bisa berempati dan memberi dukungan bila negara mengalami kesulitan. Bukankah ini yang kita inginkan? Dalam keadaan kritis, anggota masyarakat, karyawan serta rakyat bisa menyumbangkan spirit untuk maju, melindungi serta mengusung pemimpinnya.
Tularkan Sikap Optimis
Dalam kondisi ekonomi dunia yang depresif begini, para pengusaha, ekonom, bahkan pemimpin
negara dengan mudah terseret dalam sikap ‘gloomy’ berkepanjangan. Bisa jadi mereka tidak menyadari bahwa sikap ‘suram’ dan gundah ini akan membawa karyawan, bahkan rakyat yang tidak tahu banyak jadi turut bersikap pesimis. Mau tidak mau, pemimpin perlu mengedepankan sikap ‘can-do’ yang mengubah keadaan negatif menjadi positif. Kita tentu bisa mengajak orang untuk melihat tantangan di depan mata, seperti realitas pengangguran, sebagai momentum untuk refleksi dan penggantian arah strategi sumber daya manusia. Kita lihat, pemimpin yang optimis yakin pada adanya jalan keluar. Pemimpin yang kuat menularkan enerji biasanya tidak menghindar, tidak mencari-cari alasan atau sibuk memberi penjelasan mengapa sesuatu terjadi, melainkan langsung menyebutkan apa yang sedang dilakukan dan apa yang bisa digarap dengan langkah langkah yang pasti.Energi perlu
Di “Update” secara ‘Realtime’Adanya mekanisme komunikasi seperti ‘twitter’, BlackBerry, facebook dan lai
n-lain, menyebabkan bukan saja informasi, tetapi juga spirit dan sentimen, baik yang positif dan negatif, menyebar cepat bagaikan virus. Banyak perusahaan berusaha membendung media komunikasi ini. Bukan semata karena media ini bisa memecah fokus dan konsentrasi, namun juga karena menyadari bahwa kritik, protes, ketidaknyamanan pun bisa ‘seketika’ disebarluaskan melalui media ini.Di perusahaan teknologi seperti Google
, karyawannya malahan didorong untuk selalu kritis dan ‘update’ dengan semua kejadian. Proyek besar maupun kecil, pengalaman, perasaan bisa langsung dikomunikasikan dengan para pemilik, yaitu Larry Page dan Sergey Brin, seminggu sekali. Inilah tantangan baru yang lain bagi pemimpin di era kritis dan demokrasi begini. Selain harus senantiasa siap menjawab sikap skeptis, oposisi dan kritis, seorang pemimpin yang baik tahu benar bahwa adalah bagian penting dari tugasnya juga untuk membuat spirit dan harapan selalu hidup.
(Ditanyangkan di KOMPAS, 24 Oktober 2009)