Sadarkah Anda bahwa setiap harinya ada 1.000 situs web baru diciptakan? Sementara, setiap tahunnya, tidak kurang dari 30.000 jurnal hasil penelitian baru dipublikasikan. Ini adalah era ledakan informasi, di mana penyimpanan informasi, data dan buku tidak lagi bisa dilakukan secara statis di lemari arsip atau perpustakaan. Web sites sekarang lebih dinamis, bisa setiap saat berpindah lokasi, nama dan ukurannya. Jurnal pun sedemikian seringnya di-“update”, diubah, dikembangkan, bahkan dihilangkan. Jadi, selain bertambahnya informasi, perubahannya pun sulit diikuti jika individu tidak pintar pintar me-manage-nya.
Beberapa waktu yang lalu Unilever
Di level individu, tidak semua orang terbiasa dan trampil me-manage informasi yang dimilikinya. Tidak jarang kita temukan, seorang manajer bahkan direktur “ngawur”, mengabaikan informasi yang ada, ketika akan mengambil keputusan, atau menganalisa suatu gejala dalam situasi kerja. Sebaliknya, ada juga manajer atau direktur perusahaan berkutat dan terobsesi untuk mencari informasi sebanyak-banyaknya sehingga tidak produktif karena kerap terlambat mengambil tindakan.
Individu, mau tidak mau perlu mempunyai taktik untuk mengelola informasi yang ia butuhkan untuk dijadikan dasar pengetahuan pribadinya. Banyaknya informasi perlu disikapi oleh individu, agar ia bisa mensistematisir dan mengembangkan ‘knowledge management’ pribadinya.
Sadari Apa yang Kita Tahu
Terkadang kita kagum saat bertemu seseorang yang bisa berbicara tentang segala hal dengan mengaitkan pengalaman pribadinya, pengetahuan, bacaan, pengamatan atau juga jurnal yang serius. Orang seperti ini terasa ’encer’ dan ’knowledgable’. Ia adalah contoh orang yang memiliki ”personal knowledge management” yang baik.
Terkadang individu mengabaikan dan tidak menghargai pengetahuan subyektif yang dimilikinya, yaitu wawasan, kesimpulan pribadi, hasil intuisi, pengalaman pribadi, ekspresi, nilai, maupun keyakinan pribadi. Pengetahuan ini seringkali disimpan dalam memori yang sulit dijangkau ketika memikirkan sesuatu. Yang kerap lebih ditonjolkan adalah pengetahuan obyektif, yaitu pengetahuan yang didapat secara formal, sebagai hasil belajar, analisa, mengikuti seminar, dan lainnya. Biasanya pengetahuan ini mudah diekspresikan karena dilengkapi dengan data penunjang, rumus, dan definisi.
Individu yang ingin memanfaatkan ’knowledge’-nya secara utuh, perlu mempunyai strategi mentransformasi potongan-potongan pengetahuan, baik obyektif maupun subyektif, sehingga memiliki ’database’ yang seimbang.
Cari, Pilih, Pilah, Beri Judul Pribadi
Informasi tidak secara ’gratis’ disuguhkan kepada anda. Untuk itu, individu dituntut untuk memiliki kemampuan mencari, mem-‘browse’, dan mengakses informasi yang dibutuhkan. Kita perlu mengaktifkan semua daya dan panca indera untuk memperoleh informasi. Pasang kuping, pasang mata, menajamkan rasa dan mengamati lingkungan sekitar, sama kadar pentingnya dengan melakukan browsing.
Selanjutnya, menyimpan semua informasi yang anda temukan tanpa terlebih dulu memilih dan memilahnya adalah tindakan yang salah, karena informasi hanya berguna bila bisa dicari kembali. Informasi yang didapat, juga tidak akan berguna bisa kita tidak melakukan ’exercise’ dengan mengajukan ‘tanya-jawab’ pada diri kita sendiri, mengenai what, when, where, why dan how, bahkan ”what if” dan ”so what”. Kesimpulan dan hasil pengolahan ini adalah milik pribadi anda, paten anda, dan untuk itu, berilah judul pribadi terhadap semua informasi yang ingin anda simpan. Dengan sistematika ini, cara fikir kita baru bisa dikatakan utuh.
Manusia hanya bisa mengingat dan mengolah 7 poin besar dalam satu momen tertentu dan kita perlu mengatur apa yang ingin kita ingat dan apa yang ingin kita lupakan. Apakah setiap poin itu diisi dengan informasi yang baru atau basi, yang lengkap atau tidak lengkap, mentah atau matang, akan bergantung pada cara kita mengoperasikan otak kita. Dengan demikian otak juga menyediakan data yang ”fresh”, matang dan yang memang kita butuhkan.
Berpikir teratur, kontinyu, optimal dan efektif adalah tantangan intelektual abad ke-21 ini.