Agustus belum berlalu, suasana 17-an masih kental terasa. ‘Merdeka!!’ masih jadi topik hangat di mana-mana; di kantor, di arisan, di mall, dengan klien, di angkot, bahkan dengan teman perjalanan yang tidak dikenal. Tentu saja topik dan pekik ‘Merdeka’ di masa sekarang sudah jauh beda penghayatannya. Yang paling lazim saat ini, ucapan: ‘Merdeka !’, hanya sekedar jargon untuk sapaan keakraban dan silaturahmi.
Pekik ‘Merdeka’ para pejuang kemerdekaan memang sudah terdengar sayup sayup dimakan jaman, sehingga terdengar ”beda” dengan pekik ‘Merdeka’-nya profesional muda masa sekarang. Realitanya memang, kita yang hidup di masa sekarang, menikmati kebebasan dan kemerdekaan yang sudah ‘taken for granted’, sudah memang adanya begitu.
Apalagi dunia kantoran yang kondisinya sudah jelas-jelas beda dengan 61 tahun lalu, makna dan pekik ‘Merdeka’, lantas diikuti dengan pertanyaan, ‘So What?’. Kita sudah tidak tahu rasanya dijajah, sulit untuk membayangkan diperlakukan sebagai warganegara kelas dua di negara sendiri, bekerja mati-matian dengan upah sekedar “cukup buat makan”, sementara hasil kerja di-“mark up” secara gila-gilaan oleh bangsa lain. Belum lagi tidak adanya kesempatan belajar, tidak punya hak untuk bicara dan banyak lagi belenggu yang dirasakan generasi sebelum kita sekarang yang tidak lagi kita alami sekarang.
Merdeka dari Cemeti, Gantikan dengan Motivasi Diri
Cemeti kerja rodi kuli kontrak di Deli memang sudah tidak ada dan tidak kita kenal lagi. Tidak ada otoritas yang berkuasa memaksa kita untuk bekerja keras. Namun, dalam keadaan merdeka ini, kita tetap harus menuntut diri untuk bisa menghasilkan, bisa maju dan produktif. Kita perlu cemeti dalam bentuk baru, yang berfungsi untuk mendera diri dan memaksa untuk mendapatkan hasil yang optimal.
Cemeti baru ini mestinya berbentuk motivasi diri. Kita tidak bisa berharap orang lain memotivasi diri kita dan berteriak: ”Tolong, semangati kami...”. Sebaliknya, kitalah yang mesti menjaga kebugaran mental dan fisik, serta senantiasa membuat tantangan baru agar bisa mendorong mengembangkan diri, perusahaan dan negara.
Sembuhkan Mental Budak
Tiga ratus tahun dijajah, selama hampir 5 generasi turun-temurun, bangsa kita hanya bisa menurut, mengekor, diadu domba, tidak berdaya, dibuat bodoh, ditipu dan tidak diperkenankan untuk berinisiatif. Dengan kebebasan sekarang untuk memilih karir, mengikuti pendidikan, serta dibukanya keran-keran monopoli, setiap individu di bumi Indonesia perlu aktif mengambil setiap peluang, berani mengambil risiko, dan menyambut tantangan seperti layaknya para entrepreneur atau intrapreneur handal. Tumbuhkan POWER didalam diri, optimalkan enerji, kekuatan kepribadian, serta kembangkan daya saing dengan memanfaatkan kreativitas penguasaan informasi, referensi dan ekspertis.
Merdeka = Self Management
Bersamaan dengan kenyataan bahwa setiap insan Indonesia tidak lagi mendapatkan tekanan dari pihak atau manusia lain, maka yang ada adalah tanggung jawab untuk berdiri di atas kaki sendiri. Manusia merdeka akan terlihat dari arah tindakannya yang jelas, tidak menunggu diperintah, tidak menyalahkan atasan atau pihak lain bila tindakan ternyata terlalu lambat atau salah.
Hayati Kemerdekaan secara Modern, bukan ‘Semau Gue’
Teman saya sering menggunakan istilah ”Ini ’free country’” saat ia ingin bertindak ’semau gue’, seperti makan tanpa ’table manner’, dan mengkritik sembarangan. Pada masa sekarang, di mana tatanan sosial sudah demikian kompleks dan terbuka, maka tindakan menghalalkan segala cara, melanggar aturan, asal bicara bukan simbol kemerdekaan lagi.
Manusia modern yang merdeka dilatarbelakangi oleh batas-batasnya sendiri, sistem kontrol yang diciptakannya sendiri. Kita akan terlihat masih ’jadul’ (jaman dulu) bila bersikap defensif atau agresif. Ini adalah jaman di mana setiap individu dituntut untuk bersikap lugas, berterus terang, tahu aturan, bertata krama, tahu apa yang dikatakan sambil merespek orang lain seperti merespek dirinya sendiri.
Jaga Kemerdekaan Kita!
Bukan hanya batas kelautan, sumber daya laut, serta sumber daya alam lainnya yang perlu diwaspadai akan dicuri. Kitapun harus mewaspadai ancaman terhadap kepicikan, keteledoran, kemalasan, sebagai akibat dari kebebasan kita. Marilah bersikap sekritis mungkin terhadap hal-hal yang menyimpang dan merugikan. Jangan terlena pada kesuksesan yang baru saja tercapai, namun segeralah evaluasi dan kembangkan cara baru yang lebih baik lagi. Seperti dikatakan ungkapan lama: ”Mempertahankan lebih sulit daripada memperjuangkan.”