was successfully added to your cart.

WAWASAN INOVASI

WAWASAN INOVASI

KESADARAN dan seruan untuk berinovasi sudah mengumandang di mana-mana. Pada awal tahun ini, beberapa seminar dan workshop digelar untuk membangunkan semangat inovasi. Kita memang tidak bisa bertahan dengan cara-cara konvensional, bahkan ortodoks. 

Cara-cara tersebut bagus pada zamannya. Bisa kita bayangkan bila nenek kita masih bertahan menggunakan mesin ketik saat sekarang untuk surat-menyurat. Bukankah skenario ini sudah terlalu janggal untuk zaman sekarang? Kita sadari bahwa perusahaan yang berinovasilah yang sekarang maju. Tidak ada perusahaan yang ingin menjadi Kodak atau Blockbuster lagi. Benchmark-nya pasti Apple, Google, ataupun Netfix. Semboyan sekarang “innovate or die” memang sudah disetujui orang. Kita sudah terinspirasi, takut, bahkan khawatir memikirkan kelangsungan bisnis kita. Namun, bila kita lihat di sekitar, banyakkah orang yang sedang sibuk berinovasi, seperti halnya almarhum Steve Jobs, atau Larry Page, ataupun Mark Zuckerberg? Atau, apakah kita sudah menemukan cara tentang mengubah cara pikir kita, yang biasanya banyak menggunakan cara yang sudah ada, sudah mantap, dan tiba-tiba  harus mulai mempertanyakan semua hal dan mempertanyakan why not

Mungkin konsep inovasi ini masih perlu digarap lebih lanjut dengan beberapa prinsip action. Tidak cukup kita kagum pada inovasi bila kita sendiri tidak bergumul dan berusaha melakukan terobosan. Kita perlu mampu merealisasikan apa yang sudah kita cantumkan dalam presentasi-presentasi keren dalam kehidupan sehari-hari, terutama cara kerja kita. Situasi yang sering kita hadapi perlu bisa membangkitkan sense of urgency dari inovasi ini. Kita tidak bisa terlena dan berleha-leha untuk menemukan cara baru menanggapi keadaan pasar. Waktunya adalah sekarang. 

Pilar inovasi 

Kita sering menemukan ide cemerlang, tetapi dalam banyak situasi, ide tersebut kemudian sulit direalisasikan. Disinilah kita lihat bahwa dalam menginovasi orang sering menemukan kerumitan yang belum terbayangkan. Ungkapan go digital tentunya disetujui semua orang. Namun, bagaimana menggarapnya? Apakah kita memang bisa menggarapnya? 

Setiap lembaga dan perusahaan mempunyai sejarah dan riwayatnya masing-masing, yang kemudian akan menentukan apakah perusahaan itu bisa berinovasi atau tidak. Steve Jobs bahkan keluar dari Apple dan melakukan hal lain, kemudian kembali lagi, baru bisa berinovasi. Pabrik tua yang sudah menjalankan bisnisnya bertahun-tahun, tidak bisa dalam semalam menentukan perubahan, untuk menjadi perusahaan yang belia bergaya startup. Namun, kita harus percaya bahwa setiap perusahaan bisa berkembang. Perusahaan kopi Warung Tinggi kemudian dikembangkan menjadi salah satu kafe kopi pionir di indonesia, Bakoel Kopi. 

Di samping kompetensi untuk berpikir beda, kita juga membutuhkan obsesi yang tidak kecil. Kita perlu mempunyai tim, yang “membawa tidur” permasalahan dan mengeluarkan buah pikiran yang tidak sekali jadi. Untuk itu, kita pun bisa bertanya, apakah para pimpinan menyadari dan mengalokasikan kesabaran menunggu sampai para inovator ini mengeluarkan hasil produksinya. Ada pimpinan yang tidak sabar dan segera menganggap bahwa berpikir terus dan membuat kesalahan sudah merupakan kegagalan. Jatuh bangun adalah bagian dari inovasi. 

Dulu kita menyebutnya eksperimen. Eksperimen masa kini lebih bersifat just do it dan kesalahan dilihat sebagai bagian tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Kegagalan adalah hal biasa sejauh kita belajar dari kesalahan dan dengan cepat memperbaikinya. Kesadaran ini dapat membebaskan kita dari ketakutan mengambil risiko. Dunia bisnis saat ini menjadi sangat amat dinamis sehingga jika kita memutuskan untuk berhenti mengambil risiko, pada saat itulah kita mulai tertinggal. 

Wawasan bisnis

Kita sering berpikir bahwa berinovasi adalah memperbaiki produk dan jasa yang kita keluarkan. Banyak di antara kita yang berusaha keras, untuk menampilkan bentuk baru, bergaya baru, dan berusaha untuk menyegarkan penampilan. Hal yang sering kita lupakan, dan sering membuat kita shock, adalah kondisi, keadaan, dan bahkan siapakah sebenarnya target pasar kita yang baru. Kita sering terkecoh dan berpegang pada kebiasaan berfokus pada para pelanggan, alias pasar kita yang sekarang. Kita lupa bahwa mereka sudah bertumbuh, berkembang, dan bahkan sudah menjadi tua pula. 

Pasar bisa kita bagi 3. Pasar yang sudah kita kenal dan layani, pasar yang kita kenal tetapi belum terlayani, tetapi yang lebih penting adalah pasar yang sama sekali baru. Demikian pula dengan teknologi. Kita bisa menggunakan teknologi yang konvensional, dengan menganggap bahwa teknologi lain tidak cocok, atau terlalu mahal. Saat sekarang kita pun perlu sadar, bahwa ada teknologi baru. Untuk yang menemukan pasar baru, dan menguasai teknologi baru, kesempatan tentunya bisa 3 kali lipat, atau bahkan lebih bila dibanding dengan yang konvensional. 

“Problem solving”

Untuk menjadi inovatif kita tidak bisa sekedar “beda”. Menjadi inovatif dan berproduksi inovasi akan berongkos mahal. Oleh karena itu, kita perlu juga berpikir dulu: masalah apa yang sangat urgen yang harus diselesaikan? Masalah ini harus didefinisikan dengan benar. Kita ingat Steve Jobs sekembalinya ke Apple, mengajukan masalah kepada rekan-rekannya, untuk menciptakan produk “1.000 songs in my pocket” yang kemudian menghasilkan iPod. Tentunya definisi problem yang jenius begini tidak mudah dibuat orang. Namun, tanpa kemampuan mendefinisikannya, kita akan ngawur dan membuang energi. Hanya dengan definisi yang tepat, kemudian kita akan membuat strategi pengembangan yang tepat. 

Keterampilan untuk mendefinisikan problem bisa dilatih dengan cara mengajukan berbagai pertanyaan, membuka mata terhadap pola-pola yang ada di sekitar, sering berdiskusi, mengamati gerak para pesaing, dan tentu saja berinteraksi dengan pelanggan maupun calon pelanggan. Kehausan untuk terus mencari tahu dan menggali informasi untuk menemukan data-data yang kokoh guna merumuskan masalah sangatlah penting nilainya dalam proses berinovasi. Tentunya hal-hal ini pun harus dikombinasikan dengan pijar pikiran yang melampaui batas-batas, kegigihan mencari berbagai alternatif solusi, keberanian mengambil resiko, dan kemauan untuk belajar dari jatuh bangunnya usaha. Pada akhirnya, masalah haruslah diselesaikan dan peluang haruslah diraih untuk membuahkan hasil yang lebih baik.  

Dimuat dalam KOMPAS, 27 Februari 2016

 

 

For further information, please contact marketing@experd.com