was successfully added to your cart.

Tuntaskan !!!

Seorang eksekutif yang saya temui mengatakan: “Seharusnya kata akan di hapus dari perbendaharaan kata di Indonesia”. “Kalau tidak yang kejadian hanya ‘tar-sok’ (entar besok ) saja. Semua pekerjaan tidak terlihat hasilnya. Tidak tuntas”.


 


Simak sebentar pembicaraan di sebuah kantor mengenai telpon yang tidak berfungsi. “Rina, sudahkan kamu betulkan line-3?”


“Sudah , bu”


“Lah, kok belum berfungsi?”


“Ya, saya sudah lapor ke telkom. Orang telkom sudah datang. Orang dari supplier PABX sudah datang. Kotak pusat telpon gedung juga sudah diperiksa.”


“Tetapi telponnya belum berfungsi, toh”


“Oh ya, besok orangnya akan mengganti kabel”.


Perjalanan perbaikan telpon serasa tidak berujung. Tidak tuntas.


 


Pada tahun 2002, dalam best-seller-nya : ‘Execution: The Discipline of Getting Things Done’, Larry Bossidy & Ram Charan mengutarakan bahwa penuntasan sering terhambat karena proses intelektualisasi dan praktik berfilsafat sehingga fokus individu tidak terarah pada implementasi.  Mungkin dalam bahasa anak muda sekarang, inilah yang sering disebut ‘omdo’, omong doang, tidak “walk the talk”.  


 


Menjamur dan mendunianya fenomena menunda dan tidak menuntaskan pekerjaan ini merupakan celah buat kita untuk menjadi orang yang bekerja tuntas dan otomatis  membuat kita sangat kompetitif:


 


Mainkan!


Analisa masalah dan pengambilan keputusan sangat penting dilakukan dengan cermat. Di universitas kita diajarkan untuk melakukan analisa dengan baik. Namun, dunia kerja, memerlukan analisa hanya sebagai latar belakang dari tindakan nyata. Pada akhirnya, orang yang berkinerja terlihat dari ketuntasan pekerjaannya, bukan daya analisanya saja. ”Mainkan”, ”Pentaskan”, ”Laksanakan” hasil  analisa dan keputusan Anda, baru hasil nyata terlihat!


 


”Almost is not even ‘half done”


Kata bijak ini saya dapat dari ayah saya, yang mendengung-dengungkan hal ini bila kami menjawab “hampir”, bila ditagih mengenai penyelesaian tugas tertentu. Orientasi hasil sangat penting bila kita ingin membangun kebiasaan menuntaskan pekerjaan. Bahkan Lance Armstrong, juara dunia bersepeda, ketika ditanya apa hasrat utamanya bila ia tengah berlaga dalam kompetisi mengatakan:”Saya ingin cepat selesai”.  Ini bukti bahwa hasrat ’ingin menyelesaikan’ tugas adalah sangat positif dan perlu menetap di dalam diri individu yang ingin sukses.


 


Akuntabilitas


Dalam rapat, ketika seorang manajer mengatakan:”Seharusnya kita mempunyai stok lebih banyak….”. Saya kemudian bertanya, kepada siapakah dia berbicara, bukankah tantangan ada pada dirinya? Action plan harus dia buat, dan eksekusi juga di tangannya pula? Kita perlu hati-hati dalam melihat masalah. Siapa tahu sebenarnya bola ada di tangan kita, tetapi kita tidak menyadarinya. Bisa-bisa kita sudah tidak mempunyai “rasa memiliki” terhadap permasalahan yang menjadi tanggung jawab kita.  Sikap tidak akuntabel ini, bila diteruskan akan menimbulkan sikap tidak peka, tidak peduli, dan akhirnya membangun  ketumpulan persepsi,  reaksi tidak sigap dan lamban .


 


Hiduplah Di Dunia Nyata


Dunia kerja adalah dunia di mana hanya hasil nyata yang berlaku. Dunia kerja adalah dunia “action”. Selain itu, ungkapan  ‘waktu adalah uang’, memang sangat sesuai dengan prinsip bisnis. Dalam bekerja kita perlu trampil menggunakan ukuran waktu sebagai salah satu tolok ukur terpenting, di samping uang. Dalam pelaksanaan kerja, jangan terlalu banyak menanyakan ”mengapa?”, tetapi tanyakan: ”kapan”, “apa”, “berapa” dan “oleh siapa”. Kita pun harus bisa menggambarkan”action” secara spesifik  dan terukur, bukan analisa, apalagi: teori.


 


Tindak Lanjut Tidak Sama dengan Hasil


Di dalam dunia manajemen istilah ”follow up” dan ”follow through” sudah sangat lazim. Begitu lazimnya sehingga terkadang orang lupa berorientasi pada hasil. Upayakan semangat mengevaluasi hasil, sehingga tindak lanjut terdorong ke arah penuntasan. Evaluasi memang sering membuat kita ”mulas-mulas”, khawatir dan cemas. Tetapi inilah satu-satunya jalan untuk membuat diri kita terbiasa mengukur kinerja. Kebiasaan mengevaluasi kinerja membuat kita berani gagal, dan juga lebih berani dalam mengambil risiko.  


 


Ketika seorang eksekutif kawakan ditanya apa faktor penting dalam  ”work life balance” dirinya, beliau menjawab: ”Kalau kerja saya tuntas”. Hanya dengan rasa lega karena semua tugas sudah tuntas dan selesai-lah, mental dan fisik kita benar-benar bisa  merasa relaks dan bahagia.

For further information, please contact marketing@experd.com