was successfully added to your cart.

MENCLA MENCLE

Oleh 28 Februari 2020 Articles
MENCLA MENCLE

Saat budget dipotong, namun target tetap perlu tercapai dan mutu tetap harus dijaga, individu sering kehilangan akal untuk mencapai kesempurnaan. Apalagi di jaman disrupsi seperti sekarang ini, seringkali harus menghadapi perubahan keputusan atasan yang tidak terduga dan tanpa mempertimbangkan konsekuensi operasional.

Para professional bisa jadi kalang kabut menyelesaikan masalah. Keinginan untuk menjaga value perusahaan tetap ada. Namun terkadang, sasaran jangka pendek lebih mendesak untuk diperhatikan. Semuanya ini seringkali tidak memungkinkan untuk dilakukan sendiri. Tentunya kita perlu bantuan dari pihak ketiga atau bekerja sama dengan divisi lain.

Disinilah penghayatan nilai integritas, yang biasanya diutamakan oleh setiap perusahaan menjadi ujian besar.

Bahayanya kemunafikan

Nilai budaya setiap lembaga seyogyanya diusung oleh setiap individunya, dan semakin terlihat pada saat-saat yang genting. Individu-lah yang harus bertanya dan menjawab sendiri pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah pekerjaan saya perlu sampai benar-benar sempurna atau cukup 80% saja? Apakah saya harus menuntaskan komunikasi saya dengan divisi-divisi terkait sebelum membuat komitmen dengan pihak luar sementara birokrasi yang panjang bisa mengancam penyelesaian proyek saya tepat waktu? Apakah saya harus berjuang menjaga komitmen dengan pihak ketiga sementara ternyata banyak sandungan di internal?

Insting, pengalaman dan nilai yang kita junjung tinggi lah yang mendasari keputusan-keputusan kita. Keputusan dan perilaku kita bukan hasil pergumulan batin semalam. Kita dituntut untuk membuat keputusan berbagai langkah sepanjang hidup kita. Di sinilah teruji kekuatan mental kita untuk menjaga nilai-nilai diri kita, termasuk nilai budaya perusahaan.

Bagaimana bila nilai pribadi kita tak sejalan dengan nilai budaya perusahaan? Individu yang bijak akan menyelesaikan kontradiksi moral ini, dan mengadaptasi nilai budaya perusahaan agar menjadi selaras dengan nilai pribadinya. Bangunan moral ini harus teruji, di saat tingkah laku kita tidak terlihat oleh orang lain sekalipun. Bila kita tidak berhasil memutuskan nilai mana yang akan kita junjung, kita bisa saja menjadi pribadi yang munafik, lain di dalam, lain di luar pula. Para ahli menyebutnya sebagai incongruence between what is said and done. “Mencla mencle” demikian sebutan orang-orang tua kita.

Pada akhirnya individu dinilai dari tindakannya, bukan bicaranya, apalagi alasannya. Kita bisa saja memahami kesulitannya, tetapi kita akan tetap menganggap bahwa pilihan sikapnya adalah munafik manakala ia hanya mengutamakan kepentingannya dan ‘menjilat ludahnya sendiri’.

Mempraktikkan integritas di bawah tekanan

Jadi bisakah kita membuat ketahanan dalam tekanan tinggi? Seorang ahli psikologi mengatakan bahwa kita perlu sering melatih diri, dengan membayangkan tekanan yang berat dalam hidup kita dan mencoba apakah kita bisa menghadapinya. Pada saat itu, tubuh kita memproduksi adrenalin yang akan mempertanyakan apakah kita bereaksi ‘fight atau flight’. Saat itulah kita perlu belajar untuk fight. Bila berhasil, kita akan merasakan nikmatnya dan bangga terhadap diri sendiri karena kita tidak perlu melakukan justifikasi atas tindakan flight. Kita fight dan menang.

Menguatkan integritas personal

Kita tahu bahwa budaya institusi digaungkan oleh individu-individu yang bernaung di dalamnya. Percuma saja perusahaan mengeluarkan investasi besar untuk mensosialisasikan budaya, ketika individu tidak mendasarkan perilaku, pilihan dan keputusannya sehari-hari atas nilai-nilai yang dipatok perusahaan.  Integritas individu adalah kualitas yang ditandai oleh 2 hal yaitu sikap jujur pada diri sendiri dan jujur pada orang luar.

Ada beberapa latihan yang bisa kita lakukan untuk meningkatkan kualitas kita sebagai manusia melalui penguatan integritas.

Pertama-tama, pelajari apakah kita sudah mengenal betul diri kita, apa yang kita cita-citakan, dan apa dasar tingkah laku kita. Contohnya, kalau kita datang terlambat ke kantor, apakah kita mencari alasan pembenaran ataukah kita mawas diri dan berusaha mengkoreksi diri bahwa perilaku ini memang salah?

Kedua, lakukan selftalk dengan jujur dan tulus. Tanyakan pada diri kita, mengapa kita tidak bertindak lebih 'ksatria' daripada yang seharusnya. Mengapa kita tega melakukan kebohongan kecil yang seringkali kita anggap sepele? Beranikah kita mengaku salah, dan tidak ingkar pada orang lain? Bisakah kita mendapatkan rasa percaya dari orang lain, bukan karena bicara kita tetapi karena tindakan kita? Bisakah kita setulusnya menghargai orang lain, mendengarkan pendapat dan kebutuhannya, serta menolongnya? Sungguhkah kita ingin meningkatkan kualitas diri kita sebagai manusia?

Belajar berintegritas dari orang lain

Di antara teman, bawahan dan atasan, kita mungkin akan menemui mereka yang membiarkan dirinya tetap berkualitas ‘kw’, tapi sebaliknya ada juga yang berusaha menjaga pribadinya menjadi orang yang berkualitas. Menjaga komitmennya, selalu berkata jujur, menghargai orang lain, dan berani mengakui kesalahan bila memang berbuat salah.

Kita bisa sadar dengan fenomena ini, tetapi bisa bisa juga tidak. Bila kita memang berniat untuk menjadi manusia yang lebih berkualitas, maka kita perlu mengamati orang-orang di sekitar kita, dan mempelajari sifat-sifat baik yang dibawa oleh setiap orang. Dengan demikian kita dapat memperluas khasanah kompetensi untuk mempraktikkan kejujuran dan ketulusan. Penggalian diri inilah satu-satunya jalan untuk meningkatkan integritas diri, kompetensi yang saat ini sangat diperlukan dalam setiap situasi.

Diterbitkan di harian Kompas karier 29 Februari 2020

#experd #expert #experdconsultant #menclamencle #mencla #mencle

Untuk informasi lebih lanjut, hubungi marketing@experd.com