was successfully added to your cart.

SEMANGAT LAGA

SEMANGAT LAGA

Ketika berita mengenai penyelenggaraan Asian Games 2018 digaungkan, banyak sekali komentar skeptis, baik dari masyarakat umum sampai mantan menteri. Mulai dari yang meragukan apakah Indonesia bisa meraih peringkat 10 besar dalam urutan perolehan medali, kelancaran pelaksanaan, sampai kesiapan berbagai infrastruktur yang ada.

Generasi milenial mungkin sulit membayangkan apa dan bagaimana meriahnya perhelatan olah raga se-Asia ini, karena memang belum pernah mengalami sepanjang perjalanan hidupnya. Namun, begitu menariknya pemerintah mengemas gelora semangat olah raga ini, sampai para orang tua begitu antusias ingin membawa anak-anaknya beraktivitas, menonton dan mengalami situasi pesta meskipun mungkin tidak semua dari mereka mengantongi tiket pertandingan olah raganya sendiri.

Pembukaan yang mengharukan dan mengagumkan semakin meningkatkan animo masyarakat. Sekitar komplek Gelora Bung Karno dipenuhi dengan supporter-suporter berkaos merah. Tua-muda, besar-kecil, ingin menonton dan mengelu-elukan pemenang. Di area perkantoran pun, banyak karyawan yang berusaha menonton olah raga favorit mereka lewat beragam media yang dimiliki. Baru sekarang, semangat olah raga sedemikian menggebu-gebunya.

Bagaimana tidak, sudah 56 tahun berlalu semenjak terakhir kali Indonesia menjadi penyelenggara Asian Games 1962. Artinya sudah lewat satu generasi tanpa kita mengalami perhelatan olah raga sebesar ini. Teriakan supporter menyemangati jagoannya menandakan demikian banyak anggota masyarakat yang bersemangat olahraga ini. Semangat ini bisa didasari kebanggaan sebagai warga negara Indonesia, bisa juga karena kesenangannya pada kegiatan olah raga.

Dalam 2 minggu ini pula optimisme masyarakat Indonesia kembali bangkit. Perolehan medali emas Asian Games 2018 ini jauh melampaui target. Pada Asian Games tahun 1962, kita memang memperoleh 11 medali emas, tetapi kemudian terus menurun di tahun-tahun berikutnya. Sekarang, tidak ada orang yang bisa mengatakan bahwa atlet Indonesia membuat bangsa Indonesia malu. Foto-foto atlet berselubung bendera, menyanyikan “Indonesia Raya”, menggigit medali beredar di mana-mana.

Aries Santi Rahayu, salah satu atlet pemanjat tebing yang diwawancara mengenai persiapan dirinya, mengatakan: “Ini adalah perjalanan yang sangat panjang. Buat saya ini sudah memakan waktu 15 tahun”. Kita lihat, motivasi ketika berlaga di lapangan yang mampu membangkitkan motivasi kita semua, termasuk anak-anak yang baru tumbuh, ternyata dilatarbelakangi oleh latihan yang berat dan terus menerus. Film-film yang menggambarkan betapa beratnya kehidupan atlet juga banyak dibuat. Cerita cerita ini bisa membuat imajinasi kita benar-benar merasakan dan menghayati bagaimana perjalanan seorang atlet menuju kemenangan.

Motivasi dalam olahraga juga sangat penting. Di samping bagaimana penguasaan teknis dan stamina fisik yang dipunyainya, motivasilah yang menentukan kemenangan atlet. Motivasi yang dipelihara terus menerus ini membuat para atlet memiliki karakter dan daya juang yang lebih kuat daripada individu lain. Inilah sebabnya banyak perusahaan yang memilih individu yang pernah menjadi atlet nasional untuk dipekerjakan di perusahaannya. Motivasinya tentunya sudah teruji.

Motivasi olahragawan

Kepercayaan diri, fokus dan emosi tentunya harus dibarengi dengan hasrat dan determinasi yang kuat, untuk bisa menghasilkan prestasi. Menjadi seorang atlet, pertama-tama kita harus memaksimalkan apa yang kita bisa, berlatih keras terus menggenjot kemampuan untuk mencapai sasaran kita. Dalam olahraga, motivasi adalah kemampuan untuk menginisiasi dan bertahan pada tugas tertentu. Jadi, ingin menjadi juara memang bisa menjadi sasaran kita, akan tetapi memulai latihan dan disiplin melakukan latihan secara kontinyulah yang akan membawa hasil. Ketekunan untuk menjaga kebiasaan ini hanya bisa didasari oleh motivasi individu.

Di dalam masa latihan dan perlombaan, ada masa-masa di mana sang atlet ini merasa bahwa olahraga tidak lagi fun. Hal ini dalam dunia olahraga dikenal dengan gejala “the Grind”. Pada saat ini biasanya atlet merasa lelah, sakit dan bosan. The Grind inilah batu loncatan yang menentukan apakah seorang atlet akan sukses atau gagal. Ahli psikologi olahraga mengatakan bahwa seorang atlet harusnya mencintai “the Grind” ini.  Tentunya hal ini tidak otomatis bisa kita latihkan atau tanamkan pada setiap atlet. Bisa saja ada yang sangat membenci situasi ini, sampai-sampai berhenti berlatih dan melupakan impiannya. Namun, pasti ada juga yang bisa melampaui rasa yang tidak enak ini dan kemudian merasakan arti sukses.

Bagaimana dengan motivasi bekerja?

Melihat glamornya para pemenang memang memukau. Tetapi bila kita mewawancarai para atlet, maka kita akan lebih banyak mendengar ceritera tentang upaya dan pengorbanan mereka menuju sukses. Bahkan kita melihat poster-poster terpampang di pinggir jalan menuju stadion: “The Pain You Feel Today Is The Strength You Feel Tomorrow.”  Nah, apakah motivasi bekerja dan belajar bisa disamakan dengan motivasi berolahraga?

Kita sebagai pekerja sebenarnya perlu mawas diri. Kita sama-sama memiliki sasaran untuk sukses. Tetapi, sejauh mana upaya yang kita lakukan untuk mencapai kesuksesan tersebut? Sejauh mana kita sudah menembus batas untuk bangkit dan bangkit lagi meskipun sambil tertatih-tatih menahan sakit seperti yang dilakukan oleh Anthony Ginting? Bagaimana reaksi kita kalau mengalami the Grind di tempat kerja? Apakah kita berusaha melampauinya, atau langsung menyalahkan pihak lain?

3D motivasi

Tiga hal yang bisa kita petik dari motivasi olahraga ini adalah: direction, arah, dan sasaran yang  tepat, decision, keputusan untuk mengerahkan seluruh energi kita tanpa ada yang bisa menghentikan, dan D yang terakhir adalah dedication, kesetiaan dan pengabdian pada jalan yang telah dipilih .

Marilah semangat olahraga ini kita benchmark agar menjadi semangat bersaing dan berprestasi di dunia kerja.

Diterbitkan di harian Kompas tanggal 1 September 2018

For further information, please contact marketing@experd.com