was successfully added to your cart.

PROFESIONAL SDM

PROFESIONAL SDM

SEBERAPA yakin Anda dengan kekuatan fungsi divisi sumber daya manusia pada organisasi Anda?

Dalam sebuah survei mengenai efektivitas kinerja SDM di perusahaan-perusahaan, ditemukan data yang cukup mengejutkan, ternyata hanya 40 persen karyawan yang merasa bahwa divisi SDM mampu mempertahankan karyawan berkualitas tinggi untuk terus berproduksi di perusahaan. Sementara itu, separuh responden berpendapat bahwa perusahaan tidak secara tulus memperhatikan kesejahteraan mereka.

Hanya 41 persen karyawan merasa bahwa penilaian individual yang dilakukan cukup adil dan hanya 58 persen yang merasa pelatihan yang diberikan bagi mereka cukup berguna. Sebagian besar merasa bahwa kemajuan karier harus mereka cari dan raba-raba sendiri, dikarenakan persyaratan untuk meniti tangga karier kurang jelas. Walaupun survei ini dilakukan beberapa tahun yang lalu, hal ini seharusnya membuat kita yang bergerak di bidang pengembangan sumber daya manusia tergelitik.

Sudah semenjak 20 tahun yang lalu, manajemen di banyak perusahaan memberi profesional SDM kedudukan sebagai strategic partner yang akan selalu berada di meja rapat ketika setiap keputusan bisnis dibuat. Namun, mengapa hasil riset belum menunjukkan efektivitas yang diharapkan oleh manajemen? Mengapa penilaian kinerja dinilai menyebalkan dan menyita waktu serta energi dengan banyaknya formulir yang harus diisi? Mengapa  bila efisiensi digaungkan, yang selalu jadi sasaran adalah tunjangan dan kemudahan para karyawan?

Bahkan, ada perusahaan media, yang tanpa pikir panjang memotong tunjangan taksi para reporter sehingga kerja mereka malah tidak efisien, tanpa protes dari manajer SDM-nya. Mengapa kita masih mengalihkan lemahnya komunikasi internal, office politics, sehingga memberi kesan bahwa pihak SDM tidak mempunyai kontrol terhadap keadaan kantor?

Manajemen talenta

Banyak perusahaan sadar bahwa kualitas manusia memang sangat menentukan kesuksesan perusahaannya. Seorang profesional yang menjabat sebagai general manager human resources di salah satu BUMN mengeluhkan banyaknya perbedaan persepsi antara pimpinan perusahaan dengan dirinya. Padahal, kesamaan visi ini haruslah ada setiap kita mencari bibit terbaik, mengasah mereka, serta menjaga produktivitas lingkungan kerja, dan terintegrasi dengan baik sebagaimana IT mengolah informasi, operations mengolah produksi dan finance mengolah keuangan.

Sekalipun eksekutif SDM berada di meja rapat pada saat keputusan penting diambil, unsur manusia belum tentu mendapatkan prioritas yang sama dengan unsur investasi lainnya. Biaya manusia belum tentu dinomorsatukan. GM ini menceritakan tentang suatu kejadian dimana implementasi feasibility study yang sudah dilakukan, ternyata menghadapi kegagalan dan menderita kerugian.

Manusia dan divisi SDM kemudian seolah-olah menjadi tersangka utama dalam kegagalan ini. Tidak bisa rekrut, salah pilih, tidak bisa dilatih dan lainnya. Dalam situasi seperti ini, kemampuan seorang profesional SDM benar-benar diuji. Apakah kepemimpinan kita, pemahaman praktis kita mengenai bisnis proses dan kemampuan riset kita, bisa diberdayakan untuk menindaklanjuti masalah ini lebih lanjut?

Profesional SDM adalah pebisnis tulen

Sebuah survei yang diadakan oleh Society for Human Resource Management (SHRM), terhadap para pelaku manajemen SDM sendiri mengenai kompetensi apa yang paling dibutuhkan seorang profesional SDM, menemukan data yang sangat menarik. Ada 83 persen responden menjawab bahwa kompetensi utama seorang profesional SDM adalah komunikasi interpersonal, 71 persen menjawab hukum ketenagakerjaan, 66 persen etika bisnis, 35 persen manajemen perubahan, 32 persen manajemen strategis dan hanya 2 persen yang menganggap pemahaman mengenai bisnis dan keuangan cukup penting. Jadi, pola pikir para praktisi SDM untuk berpikir sebagaimana pebisnisnya sendiri memang belum menjadi tuntuan utama di masyarakat bisnis.

Padahal, bukankah setiap orang yang berada di meja rapat untuk mengambil keputusan strategis perlu mempunyai kapasitas business acumen yang sama? Bagaimana strategi pengembangan SDM dapat memastikan bahwa manusia-manusianya akan mampu menjalankan roda perusahaan sebagaimana yang diharapkan pimpinan bilamana sang praktisi SDM-nya berjarak terhadap proses bisnis itu sendiri?

Kita sekarang sudah jelas-jelas berada dalam era yang perlu menomorsatukan sumber daya manusia. “Companies that have the best talent, win”. Senjata kita tidak lagi dokumen penilaian 360 lagi. Kita perlu menalar setiap individu dan tim dalam organisasi kita, menimbang dan mengasah, agar bisa memenuhi tantangan dan kompetisi yang ada.

Libby Sartain, Chief People Officer di Yahoo, dikenal sebagai seorang pembentuk. “Sartain doesn’t just have a ‘seat at the table’ at Yahoo; she actually helped build the table”. Proses-proses rekrutmen, penggajian, pelatihan, administrasi personalia, bisa “diupahkan” kepada pihak ketiga dan sebenarnya sudah tidak bisa lagi menjadi agenda utama kita. Komentar orang mengenai hubungan Sartain dengan Rosenweig COO Yahoo, “Talent is always at the top of the agenda – and at the end of each meeting, the executive team mulls individual development decisions on key staffers.

Anthony J Rucci yang lama berkecimpung di Sears, sebuah perusahaan ritel besar di Amerika, menekankan bahwa setiap individu dalam organisasi, tanpa terkecuali, perlu bisa menjawab 3 pertanyaan utama: pertama, siapa pelanggan Anda, sudahkah Anda berbicara dengan mereka dan apa tantangan mereka? Kedua, siapa kompetitor Anda? Apa kekuatan dan kelemahan mereka? Ketiga, siapa kita? Bagaimana kita mengukur diri? Menurut Rucci, ‘mindset’ ini adalah modal utama perusahaan untuk mengoptimalkan kontribusi tiap individu di tiap profesi dan lininya.

Kita bisa belajar dari beberapa perusahaan yang sudah berhasil mendongkrak peran SDM menjadi posisi utama dalam strategi bisnis, seperti Southern Airways, Cardinal Health, Procter & Gamble, Pitney Bowes, Goldman Sachs, General Electric, Yahoo dan Zappos. Sartain mengatakan, “We view human resources as the caretaker of the largest investment of the company.” “If you’re not nurturing that investment and watching it grow, you’re not doing your job.” Nah bagaimana dengan kita, para profesional SDM?

Dimuat dalam KOMPAS, 14 Januari 2017

For further information, please contact marketing@experd.com