was successfully added to your cart.

Bergaul dengan Stres

Teman saya menyebutkan kata ‘setres’, hampir pada setiap penutup alinea percakapannya: “setres deh gue...”, “ya ampuuun, setres nih...”, “hahaha...setres...”. Andaikata ia benar-benar bisa hidup dengan stres sedemikian enteng dan ‘gaya’, mungkin dia adalah orang yang paling bisa “bergaul” dengan stres.


 


Banyak sekali orang mencari ketegangan seperti menonton pertandingan, dengan alasan melepas stres. Semakin stres semakin seru. Bahkan terkadang orang tidak segan membayar jutaan rupiah untuk merasakan ketegangan di ring tinju yang paling dekat dan  jelas. Namun, akan lain ceritanya kalau kita mengartikan stres sebagai keadaan “di bawah tekanan”. Tentunya kita bisa membayangkan ketegangan, kelelahan, kecemasan, depresi, rasa khawatir bahkan kemarahan.


 


Tidak jarang orang menganggap bahwa kerja adalah sumber stres yang paling relevan. Dan sebaliknya, rekreasi, cuti atau liburan adalah sumber pelepasnya. Kalau tidak hati-hati, kita sudah menggeser pengertian stres ke arah yang negatif, sehingga kita ingin menghindarinya. Kita tahu, kerja itu penting. Selain kebisingan, temperatur, kesempitan, yang pasti berpengaruh negatif, semua aspek di pekerjaan  mempunyai dua sisi tekanan.


 


Orang baru bisa puas dan gembira bila ia menghadapi tantangan. Orang merasa dipercaya bila diberi tanggung jawab besar. Hubungan baik menyebabkan kehangatan, tetapi sekali-sekali hubungan bisa menegangkan dan pasti mengakibatkan rasa tidak senang. Promosi, mutasi pasti mengandung tekanan. Deadline, tuntutan kualitas, kompetisi adalah aspek-aspek pekerjaan yang dekat dengan stres. Tetapi bisakah kita membayangkan suasana kerja tanpa deadline, tanpa target? Tanpa tantangan apa artinya dan asiknya pekerjaan?


 


Stres = Tekanan > Sumber Daya


 


Teman saya sangat “solution oriented”. Setiap menghadapi kejadian baru, permasalahan kerja, kehilangan orientasi, atau masalah apapun, ia akan pergi ke komputer dan mem-“browsing” secara intensif. ”Sangat jarang saya tidak menemukan solusi, best practise, contoh ataupun informasi”, demikian ujarnya. Ketika ia mengalami hal pelik dalam rumah tangganya, ia kelihatan sering terpekur berjam–jam di depan computer. “Badan saya, pikiran saya, sudah terarah dan seolah yakin bahwa jawabannya bisa di “browsing”. Padahal untuk masalah ini, tidak ada jalan keluar di web…..”.


 


Ini adalah contoh bahwa dalam menghadapi tekanan, individu punya mekanisme untuk mencari jalan keluar. Orang yang terlatih akan segera menemukan jalan keluarnya, sementara orang yang tidak terbiasa akan merasa begitu sulit menghadapinya. Tentunya kejar-kejaran antara tekanan dan sumber daya ini bisa tidak seimbang. Bila tekanan bertubi-tubi sementara upaya perolehan sumber daya tidak mencukupi, maka stress timbul. Buntut-buntutnya stress yang kita alami sebenarnya ada di bawah kontrol kita, karena masalahnya ada dalam cara kita mempersepsi tekanan dan kreativitas kita “mengulik “ sumber daya.


 


Jangan Cari Penyakit


Kata stres memang sudah menjadi kata yang sangat sehari-hari. Situasi seperti kemacetan lalu lintas, politik, bencana alam, bisnis, terutama dalam keadaan  sulit dan bertubi-tubi memang bisa menekan kehidupan kita. Hal yang penting dalam kehidupan kerja dan sehari-hari adalah mengatur jumlah tekanan yang bisa kita tahan sehingga hidup memang bisa menarik, tertantang dan dinamis, tetapi tetap bisa mengatur sumber daya untuk menahannya. Orang yang bisa menyeimbangkan jumlah tekanan versus sumber daya, biasanya tidak banyak mengeluh tentang masalah eksternal yang menekan dirinya, tidak cepat naik darah dan biasanya menerjemahkan setiap pengalamannya secara positif.


 


Tekanan pekerjaan, kemalangan, misalnya, adalah hal-hal yang sulit kita kontrol. Tetapi, banyak tekanan datang dari ulah kita sendiri, misalnya saja pilihan gaya hidup seperti kurang tidur, merokok, minum kopi berlebihan, penggunaan waktu yang terlalu mepet. Cara pikir kita juga sering membuat semakin sempitnya pandangan tentang jalan keluar dan kemudian akan berkembang sebagai sikap pesimis.


 


Arah tekanan


Kalau kita lihat seorang atlit, semakin mendekati masa pertandingan, akan semakin hebat ‘deraan’ yang dialami dari pelatihnya. Dengan latihan yang sedemikian berat, apakah deraan-nya tidak membuat stress? Bagaimana dengan tuntutan dari “coach”-nya? Apa bedanya dengan tekanan pekerjaan?


 


Perbedaannya ada pada arah tekanannya. Bila tidak dikehendaki oleh individu, tekanan akan terasa dari atas ke bawah. Sedangkan, tekanan yang dialami oleh seorang atlit biasanya tetap dari bawah ke atas, karena keinginannya yang jelas untuk menjadi juara. Dia sadar betul bahwa tekanan diberikan untuk jadi juara. Pekerja sering tidak sadar akan tujuan perusahaan, yang akhirnya toh untuk mencapai kesejahteraan dirinya. Untuk itu perlu sekali individu ‘bermain’ dengan stres, yang notabene juga membangkitkan motivasi, menimbangnya dan mengarahkan tekanan ke atas.


 


Box: ABC Penanganan Stress


A = AWARENESS: Bagaimana bentuk tekanan? Berapa besar? Darimana asalnya? Ke mana arahnya? Bagaimana reaksi kita?


B = BALANCE: Berapa besar stress yang bisa kita seimbangkan dengan sumber daya yang ada?


C = CONTROL: Apa yang bisa kita lakukan untuk menyimpan dan menambah sumber daya?


 


Ditayangkan di KOMPAS 2 Juni 2007

For further information, please contact marketing@experd.com