was successfully added to your cart.

PEMIMPIN atau KEPEMIMPINAN?

Kami butuh pemimpin”, demikian keluh sebuah tim yang kebetulan lowong posisi ‘kepala’-nya. “Mengapa Anda yang sudah begini mandiri masih butuh pemimpin?”, tanya saya. “Yaaa.., kami butuh seseorang yang bisa memberi inspirasi untuk menghadapi klien-klien sulit. Seseorang yang bisa menembus pasar. Menjadi pelindung-lah, begitu!” Lho..., berarti pemimpin yang dicari adalah pemimpin yang siap mempunyai bawahan yang membebek di belakangnya, pemimpin yang sekedar meringankan pekerjaan mereka. Inikah situasi kepemimpinan yang kondusif?


 


Sadarkah kita bahwa terlalu panik mencari seorang pemimpin bisa menjadikan individu di dalam organisasi kehilangan semangat dan menghambat tumbuhnya kompetensi kepemimpinan diri sendiri? Bukankah ketiadaan pemimpin ini mestinya dilihat oleh orang ‘dalam’ sebagai peluang untuk mengisi posisi manager, koordinator bahkan direktur? Ini kurang lebih sama dengan keadaan negara kita, yang demikian mendambakan pemimpin yang bijaksana, baik hati dan mendatangkan kesejahteraan bagi semua, tanpa merasa perlu upaya aktif dari individu lainnya. Lalu, ke mana kepemimpinan diri kita masing-masing?


 


Rasanya kita perlu mengkaji kompetensi kepemimpinan yang perlu kita tumbuhkan di dalam diri kita, anak-anak kita, bawahan dan semua pihak yang ada di lingkungan kita, tanpa mempedulikan bagaimana kualitas kepemimpinan yang kebetulan saat ini tengah memimpin kita.


 


Kepemimpinan Bukan Monopoli Pimpinan


Haruskah orang dengan kepemimpinan kuat dikelilingi ‘followers’ yang tidak berinisiatif? Pertanyaan di atas juga bisa dibalik, “Apakah ‘pengikut’ tidak bisa punya kompetensi kepemimpinan?”. Bila kita amati yang terjadi di organisasi ABRI, maka seseorang yang bekerja dengan taat di bawah kepemimpinan seorang komandan, akan segera menampilkan kepemimpinannya juga, bila saatnya ia ditugasi untuk memimpin pasukan. Kompetensi kepemimpinan jelas dilatihkan pada  setiap orang.


 


Baik kita maupun perusahaan perlu menyadari bahwa kepemimpinan gaya lama,  di mana ada seorang pemimpin di puncak piramida memberi instruksi eksekusi pada bawahannya, sudah tidak bisa diimplementasikan di dunia bisnis jaman sekarang. Perlu ada berbagai manusia yang bertindak aktif di seputar organisasi.


 


Kepemimpinan Dasar: Nyali, Enerji dan Komunikasi


Ada organisasi yang tidak mengembangkan disiplin manajemen, tidak peduli pengembangan individu-individunya, mengabaikan pengukuran kinerja berdasarkan kompetensi, sehingga yang ada adalah individu yang cuek, malas berkonflik, hanya memikirkan diri sendiri dan melihat keuntungan jangka pendeknya saja.


 


Percaya tidak percaya, banyak organisasi berisi ratusan orang tidak bernyali, tidak berenerji positif dan tidak mampu ‘mengajak’ rekan-rekannya. Kalau kita amati, organisasi seperti ini banyak didominasi pemimpin yang kuat, sehingga terjadi praktik ‘one man show’, di mana individu di sekitar orang kuat tersebut hanya mengerjakan tugas-tugas teknis, tanpa perlu mendayagunakan nyali, enerji dan auranya.


 


Nyali, energi dan komunikasi-lah aspek kepemimpinan dasar yang perlu di-drill dalam organisasi. Individu yang ingin mengembangkan kepemimpinan perlu sadar bahwa dalam kelompok kita perlu menghadapi situasi-situasi konflik, negosiasi, dan saling mempengaruhi. Dari sinilah ditumbuhkan keberanian untuk berkomunikasi efektif dengan cara diskusi terbuka, asertif dan berterus terang, serta mengembangkan respek satu sama lain. Keberanian individu dibangkitkan untuk sesekali ‘beda’ dari rekan-rekannya atau mengambil keputusan yang tidak populer, tetapi berdasarkan keyakinan dirinya. Nyali inilah yang bisa menjadi dasar kreativitas dan akuntabilitas individu, serta dasar untuk mengendalikan situasi.


 


Kualitas Ekstra Pemimpin “Untouchable 


Dia jenius”, ”Dia memang beda”, adalah komentar kagum yang tak habis-habisnya dilontarkan bila seseorang berada di bawah pemimpin yang ‘kuat’. Bawahan kerap merasa bahwa kapasitas dan kualitas pemimpinnya terlalu istimewa dan langka. Rasa kagum dan segan ini tidak pernah boleh menjadi penghambat, tetapi justru perlu menjadi sumber ‘benchmark’ bawahan untuk mengembangkan kepemimpinan dirinya. Meskipun banyak orang melihat pemimpin sebagai seseorang yang berkharisma, mengagumkan dan “untouchable”, namun sesungguhnya pemimpin yang lebih sukses itu adalah yang mudah diakses dan lebih “down to earth”. Kompetensinya dalam membuat terobosan, arah dan strategi-lah yang membuatnya berbeda  dan disegani orang lain.


 


Profesional  perlu tetap menumbuhkan kualitas ekstra di atas  bila ia suatu saat ingin mampu menggiring kelompok, menentukan arah, mengembangkan bisnis, membuat terobosan, mengangkat semangat komitmen, dan mengoptimalkan talenta yang ada dalam kelompok. Ia pun perlu membuat strategi untuk bisa tetap mengakses “grassroot”-nya.  Kemampuan strategik ini bisa dikembangkan setiap orang asal dia mau belajar dari lingkungan profesinya. Latihan berstrategi ini bisa dilakukan individu di setiap level organisasi dengan membiasakan berpikir, membuat usulan dan proposal untuk mendapat  kesempatan ber-kreativitas dan berlatih memecahkan masalah sejak dini, bukan menikmati tugas pelaksanaan saja.


 


 

For further information, please contact marketing@experd.com