was successfully added to your cart.

White Collar Patriot ?

Suasana pesta kemerdekaan di bulan Agustus, membuat hati kita, warganegara Indonesia, gembira, lega, bangga dan terharu, terutama saat kita menonton rekaman  film sejarah yang menggambarkan patriotisme prajurit Indonesia memperjuangkan kemerdekaan dan kebebasan yang kita nikmati sekarang.


 


Bila kita tidak hati hati , bisa saja kita menganggap bahwa patriotisme adalah milik “masa lalu” atau hanya bisa dikembangkan oleh sebagian kecil warganegara dan para prajurit. Bagaimana  kita ini, yang hidup di jaman merdeka, dan para profesional yang bergumul dengan pinsil, kertas, dan komputer, adakah peluang kita menjadi patriot?


 


. Justru di saat perang tidak lagi selalu dilakukan secara fisik saja, tetapi lebih melalui adu  kekuatan finansial, intelektual dan bisnis, maka pejuang kantoran,  “kerah putih” (“white collar”) , dibutuhkan negara.


 


Perkuat Landasan Moral:


 


Sebagai profesional, tingkatan moral kita sering diuji, terutama pada situasi-situasi yang tidak jelas, “beda-beda tipis”, istilah anak sekarang. ”Maukah menerima komisi? Maukah menerima ’tanda terimakasih’ untuk projek yang sudah selesai?” Uji kekuatan moral kita bukan terletak pada jawaban ’ya’ atau ’tidak’-nya, melainkan pada alasan mengiyakan atau menolaknya dan melatarbelakangi reaksi kita. Tidak mau terima komisi, karena ’takut ketahuan, takut dihukum, takut dikeluarkan dari perusahaan’, atau ’karena ada peraturannya’?. Sementara, ada alasan-alasan lain yang bisa melandasi tindakan kita, yang ’lebih luhur’, misalnya: demi etika jabatan, demi keuntungan perusahaan, keamanan, tanggung jawab profesi, dan banyak lagi nilai-nilai luhur lain yang sifatnya tidak hanya mengacu pada kepentingan diri sendiri.


 


Lahan bisnis yang sudah demikian kompleks memberi kemungkinan bagi ”kriminal kerah putih” untuk beroperasi. Kita kenal para ”hacker” yang justeru terdiri dari orang orang pintar, kita juga mengenal praktek ”money laundring” dan kejahatan perbankan yang dilakukan oleh para profesional. Kejahatan kerah putih ini hanya bisa dikalahkan atau dibasmi, oleh para profesionalnya sendiri dan sikap moral profesional  juga. Dengan memegang dan mempertahankan prinsip kebenaran dengan alasan yang kuatlah, seorang profesional bisa berdiri tegak, memegang prinsip, melarang, menolak dan menghalangi  praktek praktek yang ”salah” , atau ”hampir salah” dan merugikan perusahaan atau negara.


 


Berani Mati


 


Bayangkan bila kita tiba-tiba berhadapan dengan orang yang mengancam institusi  tempat kita  bekerja, dan kita ragu untuk menghadapinya. Apa sebenarnya alasan  yang mendorong kita untuk berani menghadapi bahaya? Bukankah kita tidak mau  kalah dari prajurit Pasukan Perdamaian Perang Libanon-Israel yang tanpa ragu meninggalkan keluarga  membela kebenaran dan keadilan. Beranikah kita memberantas korupsi ? Beranikah kita tetap menerapkan tindakan sesuai jalur profesi dan menolak perintah atasan untuk melanggarnya?   Inilah saat yang baik bagi para profesional untuk menguji nyali dan mengintrospeksi, apakah dia berani  mati demi profesi, kebenaran, nurani atau negara, walaupun terkadang mengorbankan kepentingan diri sendiri.  


 


Berani Kotor


 


Tidak hanya prajurit TNI yang harus berani kotor dan terjun ke lapangan. Berani kotor versi pekerja profesional mungkin memang tidak secara fisik membangun jembatan, tetapi beranikah kita masuk ke dalam permasalahan secara detil? Bisakah kita menghadapi kesulitan dan kenyataan? Maukah kita menghadapi konflik? Begitu kita tidak berani kotor, maka lepaslah kita dari kemampuan untuk memecahkan masalah kongkrit. Padahal negara perlu profesional yang mau terjun ke lapangan, rajin inspeksi, memanfaatkan ”rasa” dan inderanya lebih banyak supaya problem bisa dikenali lebih dalam. Profesional perlu berani bersusah-susah riset agar tidak selamanya memecahkan masalah  secara trial and error.


 


Disiplin


 


Sikap disiplin tidak pernah akan  lekang dimakan jaman. Disiplin ilmu yang kita pelajari di bangku kuliah memang perlu dihafal mati dan dilaksanakan sesuai prosedur yang sudah digariskan. Sikap disiplinlah yang menyebabkan orang tidak mau melakukan malpraktek, atau juga ”potong kompas”.Hanya dengan sikap tertib dan konsisten, kita bisa bergerak cepat dan kreatif untuk mencari dan menginovasi jalan dan cara baru .  Tepat waktu, jawab telpon segera, tepati janji,ikuti peraturan, tetapkan standar,  tuntaskan pekerjaan perlu menjadi gaya hidup profesional. Disiplin membuat kita selau ”waspada” dan siap berespons terhadap ancaman luar.  Bukankah negara perlu diisi oleh profesional yang bermuka cerah dan siap ditantang, karena pandai mengelola waktu dan tugas?


 


March, March, March


 


”Kita kembali pulang, menuju kita yang menang, walau mayat terkapar di medan perang” Sedikit mem”benchmark” semangat latihan para perajurit, kita juga perlu melakukan upaya penyiagaan mental,     penyamaan derap dan  penularan semangat .Beri kolega kita semangat. Matikan pesimisme. Ungkapkan ”power words”. Gantikan mengeluh soal negara, perusahaan dengan saling  memberi kebersamaan,  insiprasi dan solusi bagi lingkungan kerja kita. Bukankah Bumi Indonesia ini perlu dipupuk dan disirami oleh semangat , derap , entusiasme dan daya juang  profesional  kita semua?


 


Merdeka!

For further information, please contact marketing@experd.com